Komunikasi kalau kata Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) itu pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Nah, berarti ada 2 pihak atau lebih untuk menjadi satu kesepahaman. Namun bagaimana jika rambut boleh sama-sama hitam tetapi isi kepala berbeda-beda, entah mulai dari cara berpikir, karakternya, pendidikannya, budaya, suku, agama, klub sepakbola, tim bubur diaduk atau enggak, tim mie rebus atau mie goreng, dan lain-lain lah, ya kalau beda-beda sih wajar. Namanya juga manusia.
Manusia itu makhluk sosial seperti kita ini. Kita butuh adanya kerja sama, saling membantu, gak mungkin terus-terusan sendiri kan. Beli makan aja kita butuh orang lain yang jualan, kita yang beli. Kalau mau sombong-sombongan mah, aduh janganlah. Kesombongan tuh bentuk lain dari meniadakan Tuhan dalam segala urusan, euy. Waduh berat, lur.
Teringat salah satu kutipan dari senior (seneng nipu orang) bercanda. Beliau bilang, pilar organisasi diantaranya komunikasi, koordinasi, konsultasi, dan konsolidasi. Komunikasi jadi poin pertama, menegaskan bahwa itu memang sangat penting. Komunikasi adalah kunci. Komunikasi sepenting minum air putih bangun tidur.
Cermati saja, berita akhir-akhir ini terjadi pembunuhan sekeluarga hanya karena salah komunikasi. Dua insan yang memadu cinta bisa bertengkar bahkan bisa saling ambil nyawa karena komunikasi yang kurang baik. Para pemangku kebijakan yang ingin berkomunikasi dengan rakyatnya disambut dengan anarkis. Rakyat yang menyampaikan aspirasi dengan baik melalui demonstrasi untuk mendapatkan audiensi yang tak dihiraukan oleh para pemangku kebijakan. Para pemuda, para tokoh masyarakat dan pemangku kebijakan pernah adu jotos dan melempar kursi untuk mempertahankan bahwa argumen dia yang paling benar. Poin pentingnya, komunikasi yang belum terbangun secara baik dan belum memahami ego pribadi atau kecerdasan emosional belum terkontrol.
Seseorang yang sudah merasa memiliki akan merasa kehilangan, seperti lagunya Letto. Semakin besar rasa memiliki maka akan semakin menjadi penguasa atas segala apa yang dimilikinya. Munculah sebuah ketakutan karena harapan yang menumpuk.
Akhirnya mempertengkarkan siapa yang salah dan siapa yang benar. Bukan pembuktian kebenaran tapi kalah menang secara kekuatan. Kita sadar pertarungan yang terbesar adalah mengalahkan ego masing-masing. Tanpa ada kepentingan pribadi. Murni untuk kebaikan orang banyak. Bukankah salah satu kunci keberhasilan dalam komunikasi adalah mendengarkan. Kita sering sekali bersemangat menggurui tapi sedikit sekali bersemangat menjadi seorang murid.