Nona itu kini tengah memandangi wajahnya di depan cermin. Tepat di dalam pikirannya, terbesit pertanyaan
“Apakah aku sudah termasuk wanita cantik?” gumamnya sambil mengingat kepercayaan dirinya yang kian hari semakin menurun.
Di dunia ini, beauty privilege terbukti nyata. Tak hanya dalam segi pertemanan, pendidikan, bahkan pekerjaan sekalipun, rasanya beruntung banget jika memiliki wajah yang cantik.
Sorot pandang pria itu membesar, terpikat dengan wanita berparas cantik. Tak menyalahkan sedikit pun pandangan orang lain mengenai dirinya, fisik memang hal utama yang dilihat ketika bertemu, namun bukan berarti yang tidak berparas cantik dunianya tidak akan cemerlang.
Dunia ini terlalu luas bila kita hanya berpikir bahwa hanya kecantikan yang bisa menembus kesuksesan.
Tindasan orang-orang mengenai fisik Nona itu memang sangat nyata, tak hanya sekedar ucapan, luka fisik pun telah ditimpakan padanya. Ingin mati rasanya terus menerus merasakan kesakitan itu. Nona selalu berpikir bahwa Tuhan tidak adil padanya, sampai-sampai ia lupa. Sejauh ini, fisiknya utuh tak sedikitpun ada yang cacat.
Lantas bagaimana untuk mereka-mereka yang kurang beruntung tak memiliki fisik lengkap? Sungguh ironis dan malu rasanya bila terus mengeluh perihal itu.
Dobrakan aksi nyata untuk mengubah pandangan orang lain memang perlu dilalukan, namun Nona meniatkan jauh di dalam hatinya yang paling dalam “Aku melakukan ini semua untuk diriku yang pantas mendapatkan hal yang jauh lebih baik lagi”
Culture life yang ia ubah perlahan yang memang awalnya terasa sangat sulit dan berat, namun tekad dan niat yang ia genggam mengalahkan segalanya.
Selalu sendiri untuk memulai olahraga, malu rasanya dilihat orang lain sedang berolahraga, tentunya karena terus dihantui oleh suara pikiran bahwa orang lain berkata
“Hahaha, kasihan itu lagi olahraga. Gendut, sih!”
Padahal belum tentu orang lain berpikiran tersebut saat melihatnya.
Sampai akhirnya, setelah Nona melewati masa yang masih malu dan tabu dengan olahraga, kini dirinya sudah jauh lebih menikmati olahraga. Segala jenis olahraga yang dulu enggan bahkan takut ia lalukan kini sudah berhasil ia nikmati.
Tempat gym yang dulu ada dalam bayangannya tempat orang-orang berotot yang berwajah seram, kini menjadi tempat ternyaman dalam hatinya.
Nona pun mengerti bahwa pandangan dirinya tentang omongan orang lain itu salah. Tidak semua orang memikirkan orang lain, justru mereka terfokus pada tujuan dan impiannya sendiri. Terlalu sibuk rasanya bila terus mengomentari kesalahan dan kekurangan orang lain, sedangkan dirinya sendiri tidak akan pernah menjadi sempurna.
Support system yang tak disangka-sangka justru berdatangan dari orang yang sama sekali tak ia kenal. Bangga rasanya berada di lingkungan yang menjunjung tinggi kesehatan dalam hidup. Berteman dengan orang-orang yang memang kelihatan dari luarnya seperti cuek dan masa bodoh ternyata di lubuk hatinya berdedikasi tulus, canda tawa yang terus dilontarkan setiap harinya, sampai menimbulkan rasa kehilangan bila ada yang hilang dalam lingkaran.
Kian hari kini sudah semakin membaik, pemikirannya juga terus berkembang tidak hanya stuck pada kekurangan dalam dirinya saja. Nona itu pun rasanya mengerti dan paham betul siapa dirinya, dan kelebihan apa yang perlu dikembangkan untuk menjadikanya wanita high value. Ia pun percaya betul “Pandanganmu sendiri yang membentuk siapa dirimu, dan tindakan serta tingkah lakumu sendiri yang menentukan pandangan orang lain mengenai dirimu”
Pendidikan dan karir yang memang melekat dalam hidupnya kini sudah jauh berkembang pesat. Segala potensi yang ia miliki rasanya ingin terus dibagikan dan dirasakan bermanfaat oleh orang lain. Prestasinya yang dulu hanya sekedar lomba mewarnai di sekolah SD kini sudah mendapatkan prestasi tingkat nasional, alangkah luar biasanya perjalanan yang Nona itu lalui sampai dinyatakan layak untuk mendapatkan ini semua.
Tubuh yang selalu tegak, kuat, dan berani nyatanya tak selamanya seperti itu, berulang kali terjatuh dan menangis pedih di dalam pelukan orang orang terdekatnya, rasa sakitnya yang hanya bisa dipendam sendiri, ya sama, setiap manusia sudah pasti merasakannya.
Orang yang dulu pernah menindasnya memang tak pernah lagi sekalipun ia melihatnya, namun akan ia pastikan bahwa orang itu suatu saat akan tau seperti apa dirinya sekarang, berkat tindasan yang ia lontarkan saat itu, mendorong jatuh tubuhnya kedalam jurang kesuksesan.
Nona itu kini mengalihkan pandangannya dari kaca meja rias di hadapannya, pemikiran jelek itu memang sesekali menyimpang di kepalanya, dirinya bukan lagi wanita seperti dulu yang pemikirannya sempit, malu, dan enggan dengan dunia luar.
Dirinya kini menjadi wanita yang jauh lebih baik ketimbang sebelumnya, tau bagaimana cara mengaplikasikan pemikiran luar biasanya, menjadi pribadi yang bersemangat, selalu penasaran dengan dunia luar yang belum pernah dia datangi, dikelilingi oleh orang-orang yang bertujuan sama menjadi seseorang yang lebih bermakna, hingga tidak mudah diremehkan oleh orang-orang diluar sana.
Personal branding yang kini sudah diterapkan dalam kesehariannya mampu mengubah dan lebih menentukan kembali kemana arah dan tujuan hidupnya selanjutnya. Nona itu yang dulu punya pemikiran ingin mati, kini justru berbanding terbaik ia ingin hidup menjadi lebih baik lagi dan meraih segala prestasi atas kinerjanya selama ini.
Kini pikirannya sudah bisa bergumam “Focus on yourself, you strength, something that attracts you, your goals, and your achievement, live your life! I’m so proud of you, Nona!”