Saya kira kita semua sepakat kalau semua manusia ingin bahagia. Berangkat dari keinginan itu, orang-orang mendefinisikan bahagia menurut versi mereka. Menurut saya gimana?
Sedikit terganggu oleh pertanyaan besar itu, saya akhirnya cari tahu definisi bahagia melalui buku bacaan, biar afdol jadi anak literasi: apa-apa buku bacaan.
Saya membaca Filsafat Kebahagiaan-nya Fahruddin Faiz, dan yang saya tulis kali ini adalah hasil pembacaan saya di bagian pertama yang membahas filsafat kebahagiaan menurut Plato.
Kata Plato, jiwa manusia meliputi tiga unsur: Ephitumia, Thumos, dan Logistikon. Ada juga satu elemen tambahan bernama Eros.
Kalau kalian tim ATLA seperti Arini, mungkin kalian gak asing sama “tujuh cakra”, nah kalau di ATLA cakra itu dibagi 7, Plato justru membaginya jadi 3 unsur, yaitu ephitumia, thumos, dan logistikon. Pun, Plato menyebutnya dengan jiwa manusia. Tidak sama, tapi konsepnya semacam itu saya rasa.
Ephitumia
Ephitumia itu nafsu paling rendah, letaknya dari perut ke bawah. Ephitumia meliputi nafsu makan, minum, dan aktivitas seksual. Ephitumia mencapai level tertinggi ketika kita bisa makan enak, dan punya pasangan ganteng atau cantik. Tapi sebenarnya Ephitumia berakar dari nafsu mencari kesenangan dan uang. Tikus yang suka makan duit rakyat dan jajan sembarangan itu termasuk manusia yang fokus ke ephitumia (manusia jenis philokrematon: orang yang seumur hidupnya fokus cari duid).
Thumos
Selanjutnya Thumos. Thumos itu bisa dibilang ambisi. Ini nafsu pertengahan, dari perut ke leher. Plato menggambarkan thumos sebagai prajurit. Makan dan minum gak lagi penting, yang penting buat thumos adalah kejayaan, nama baik, status sosial, jabatan, dan kekuasaan. Thumos mencapai level tertinggi ketika seseorang punya nama, jabatan tinggi, dan status sosial. Kalau kamu lihat pejabat yang haus kekuasaan dan gak cukup dengan satu jabatan, berarti dia fokus ke thumos (manusia jenis philotimon). Ya tipe-tipe haus validasi mungkin ya:)
Logistikon
Yang ketiga, logistikon. Adanya di kepala (akal dan pikiran). Logistikon ini harus jadi raja yang bisa menguasai jiwa seorang manusia. Kenapa gitu? karena akan sangat berbahaya ketika nafsu mencari harta, tahta, dan pasangan mengalahkan logika. Orang yang logikanya diperbudak akan menghalalkan segala cara dan serakah tak tahu batas.
Eros
Yang keempat ini tambahan saja. Namanya eros (cinta). Eros ini berperan dalam ephitumia dan thumos. Misalnya, ia berperan menentukan makanan atau minuman apa yang disukai seseorang, kriteria pasangan seperti apa yang didambakan seseorang. Ia juga berperan menjadikan seseorang cinta terhadap tanah air, atau kelompok tertentu yang dibela mati-matian karena ada nilai tertentu di dalamnya.
Dari tiga unsur dalam jiwa manusia, muncul lagi teori bernama arete (keutamaan). Kata Plato, manusia baru bisa mencapai titik bahagia kalau bisa mencapai keutamaan. Kapan manusia mencapai titik keutamaan? Ya ketika ia bisa mengendalikan tiga unsur dalam jiwanya, dan menjadikan akal pikiran sebagai ‘raja’. Anjay! Kendali adalah jawabannya ternyata.
Boleh-boleh saja punya ambisi untuk mencari nama, status sosial, jabatan, kejayaan, pasangan cantik/ganteng, dan mencari kesenangan. Tapi kalau fokusnya ke situ, maka akal pikiran akan tersisih, akibatnya jiwa dikendalikan oleh hasrat duniawi tanpa tahu batas.
Intinya, kebahagiaan menurut Plato adalah ketika seseorang mampu mengendalikan tiga unsur dalam jiwanya. Sebab ketika seseorang mampu mengendalikan itu, maka ia akan tahu batasan. Tahu kapan harus berhenti, kapan harus berlari. Dan batasan itu adanya dalam akal pikiran. Sebab itu, Plato mewanti-wanti agar manusia menjadikan akal pikirannya sebagai ‘raja’ yang dapat mengendalikan jiwa. Pada dasarnya ketika seseorang terus menerus mencari kebahagiaan, ia justru semakin tidak bahagia, sebab ia belum menemukan titik cukupnya.
Daimon
Nah, gak cukup sampai situ. Setelah mencapai titik keutamaan ada lagi satu teori bernama daimon. Filsafat kebahagiaan Plato disebut eudaimonia. Eudaimon adalah titik di mana jiwa seseorang sudah mencapai keutamaan. Daimon itu artinya intelektual murni bersifat ketuhanan. Sederhananya, menurut Plato ketika seseorang mencapai kebahagiaan, maka saat itu ia semakin dekat dengan sang pencipta/Tuhan (dalam bahasa Platonya sih daimon). Nah, ini adalah titik tertingginya.
Kalau disederhanakan mungkin cara kerja filsafat kebahagiaan menurut Plato gini:
Ada 3 unsur dalam jiwa manusia. Unsur tertingginya adalah akal pikiran. Barangsiapa bisa menyeimbangkan ketiga unsur itu, maka ia termasuk kategori orang yang bahagia (mencapai titik keutamaan atau arete) karena tahu titik cukup dan hidupnya dikendalikan oleh akal sehat.
Puncaknya, ketika seseorang sudah bahagia maka ia akan semakin dekat dengan Tuhan. Dengan kata lain, pemikiran Plato sebenarnya adalah kiat sederhana agar bahagia di dunia dan akhirat, hanya bahasanya saja yang agak-agak ruwet dan filosofis banget, tapi gakpapa kalau Plato mah.