Saya perempuan, dan saya bukan hewan liar. Saya memiliki akal yang bisa saya isi, memiliki pikiran yang bisa saya asupi. Saya tidak butuh diajari bagaimana saya harus bertindak oleh pasangan saya (yang dalam kasus saya adalah pasangan laki-laki), siapapun itu. Dunia sudah mengalahkan saya berkali-kali, dan kenapa sebuah hubungan harus menjadi arena pertarungan menang-kalah?
Hubungan saya di belakang berakhir karena pasangan saya memilih politik sebagai jalan hidupnya. Lalu? Apakah saya harus menangys? tentu saja sesekali mah boleh lah kumaha aing. Tapi setidaknya saya -atau kami- mengakhiri hubungan dengan terhormat: saya menolak tunduk ke dalam pusaran yang saya hindari.
Saya tidak takut ditinggalkan laki-laki mafia tanah pemilik pulau di Sumatera sana. Saya menjalani hidup saya meskipun tergopoh-gopoh dengan layak dan mencoba bermakna. Saya bisa menghidupi diri saya dan banyak orang di belakang saya karena saya Arini, bukan karena saya perempuan dan pasangannya si anu.
Saya memiliki aset atas nama saya yang saya beli pakai uang saya sendiri, pakai hasil kerja saya: pakai keringat dan pikiran saya. Saya tidak membutuhkan laki-laki untuk membelikan saya rumah atau kendaraan. Saya tidak butuh diwariskan orang tua, dan saya tidak butuh ditumpahi harta gono-gini.
Saya tidak butuh dididik pasangan. Pengalaman saya sudah banyak mengajarkan saya metode bertahan hidup hingga Imam Mahdi dimunculkan.
Darimana datangnya patriarki yang begitu tua dan purba? yang menganggap bahwa perempuan adalah masyarakat kelas dua yang tidak berada sejajar dengan laki-laki? yang menganggap bahwa perempuan tidak memiliki kapasitas untuk mendidik dirinya sendiri, bahwa perempuan adalah kelompok yang harus ditaklukkan, yang harus ditundukkan. Bahwa laki-laki harus bisa menundukkan perempuan sebelum laki-laki lain menundukkan perempuannya.
Sejak kapan hubungan menjadi lahan perburuan? laki-laki menjadi predator dan perempuan adalah mangsa yang harus segera diterkam sebelum predator lain menerkamnya.
Kenapa kita tidak bisa belajar dari masyarakat Indian yang memilih Dewan Suku berdasarkan kemampuan tanpa peduli warga itu laki-laki atau perempuan? Kenapa begitu lazim tertanam laki-laki adalah pemburu dan perempuan adalah pengumpul?
Bahwa laki-laki bisa melakukan semua hal, menjelajah isi pikiran, menemukan jati diri, dan menentukan sikap sedangkan perempuan hanya bisa menunggu aba-aba dan arahan dari laki-laki? Bukankah kita semua belajar bahwa kita gak butuh-butuh amat laki-laki untuk bertahan hidup? lantas?
Sebagai manusia, saya menolak ditundukkan patriarki. Saya menolak ditaklukkan senioritas, saya menolak berada sekubu dengan partai politik dan pelaku pelecehan seksual. Saya menolak berada di lingkaran bersama para tukang gunjing yang tidak pernah merenung dan mengambil pelajaran, saya menolak berada diantara orang yang memancarkan pikiran busuk dan negatif.
Sebagai perempuan, saya tidak membutuhkan pasangan yang melanggengkan nilai-nilai yang saya lawan. Saya tidak membutuhkan pasangan yang mengatur-ngatur aktivitas saya, yang menghalangi langkah saya. Saya manusia dan saya bukan hewan yang harus dijinakkan.