Setiap orang tentu mempunyai cita-cita atau harapan dalam hidupnya. Baik itu cita-cita yg murni berasal dalam dirinya dan atas pilihannya, atau juga cita-cita yang sumbernya dari ketetapan orang lain. Ya seperti halnya seorang anak yg mewakili cita-cita orang tuanya. HMMM.
Tapi sebelum lanjut ke pembahasan itu, agaknya ada yang harus digaris bawahi: cita-cita atau harapan adalah alasan paling dasar dalam diri manusia dan paling halus dalam mendorong mereka agar tetap hidup. Bukan hanya sekedar hidup, cita-cita juga mengisi warna dalam hidup kita dengan segala kesusahan dan kesenanganya sehingga lebih bermakna. Njay~
Sederhanya, coba kamu amati pola bangun tidurmu. Apa yang pertama kali kamu cari saat bangun dari tidur, HP bukan? Kamu berharap kalo pada saat bangun ada notif dari Si Neng ngucapin,
“Halo, Ayang. Semangat cari duitnya.”
Nah itu tadi contoh suntikan stamina paling ok dalam memulai hari. He3x. Maka tetap hiduplah sebagaimana kamu berharap besok dapet chat dari Ayang. Teruntuk garpitmania, tetaplah hidup sebagaimana kamu berharap besok masih bisa menikmati garpit yang konon tembakaunya dipetik dari surga itu.
Nah, sebagaimana cita-cita dan harapan itu bermacam-macam, maka jalan dan persoalan yang dihadapinya pun bermacam-macam. Satu diantaranya seperti yang aku singgung diatas, perihal seorang anak yang cita-citanya sudah digariskan oleh orang tuanya.
Sebenernya nga ada yang salah dari orang tua yang menggariskan cita-cita untuk anaknya, mungkin itu cara orang tua mencurahkan kepeduliannya. Selagi itu sejalan dengan harapan dan cita-cita anak mah yah bagus atuh. Artinya, kamu dapat 2 tiket kebaikan sekaligus. Pertama, kamu dapat kebaikan karena tetap hidup, dan kedua kamu dapet ridho-nya orang tua. Kalau udah gitu mah, tinggal di-gas-in gak si…
Tapi gimana dengan cita-cita dan harapan yang gak dapet restu orang tua? Anaknya pingin jadi A, sedangkan orang tuanya berharap jadi B. Anaknya bercita-cita jadi seniman sedangkan orang tuanya berharap dia jadi ASN. Kalo gitu mah, cabut weh dari rumah! Gak, deng. Kalau gitu dengarin lagu Miris yang dibikin para musisi Purwakarta aja, dijamin relate. Ini linknya Miris-Bucek Yeah (Purwakarta punya musisi nih!)
Karena sebelum kamu memutuskan untuk cabut dari rumah, coba komunikasikan dulu dengan mereka dan ingat saat mengobrol dengan mereka gunakan pendekatan emosional. Sentuh hati mereka dengan bualan yang biasa kamu gunakan untuk menggoda para wanita meskipun jarang berhasil. Jangan lupa tambahkan aksi seperti mijitin, bantuin cuci piring, rajin-rajin beresin kamar, seduhin kopi, atau biarkan kamu yang beli keperluan rumah tangga. Yaa sekedar ke pasar/ke warung mah gak ada salahnya.
Kalau gagal gimana? Ya cobain aja dulu… aku juga pernah kok di posisi itu.
Bayangin aja, betapa susahnya ngeyakinin orang tuaku buat minta izin masuk Jurusan Filsafat. Mungkin di pikirannya gini: mana ada orang tua yang rela anaknya jadi kafir? wkwk. Tapi kayanya lebih takut ke susah dapet kerja sih.
Setelah berbagai upaya yang kamu lakuin itu gak membuahkan hasil atau ujung-ujungnya malah diceramahi balik, tetap aja kamu ga layak untuk bunuh diri. Selagi kamu yakin dengan cita-citamu yang bikin kamu merasa bermakna mah ya gak salah kalau kamu gak nurutin mereka. Toh membahagiakan mereka ga harus selamanya mengikuti perintah mereka, kok. Kan bisa juga dengan cara-cara kita sendiri.
Betul. Pasti semua orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya, ingin melihat anaknya berhasil. Tapi keberhasilan yang seperti apa sih yang mereka harapkan itu? kaya 7 turunan, jabatan mentereng, atau popularitas, memangnya untuk apa?
Supaya bisa flexing anak sukses di medsos atau supaya jadi perbincangan hangat ibu-ibu arisan? Lagi pula keberhasilan bukan cuma itu, kok. Kita merasa puas dengan hidup yang kita jalani aja udah cukup mengganti semua kebahagiaan-kebahagiaan sesaat tadi.
Bagiku, merenggut mimpi seorang anak sama dengan merenggut makna hidup mereka, dengan membiarkan mereka mati bersamaan dengan jati dirinya. Sulit memang menjalani hari-hari tanpa dukungan, sokongan, dan tidak adanya pembelaan dari orang-orang terdekat. Tapi percaya aja selagi itu baik untukmu dan tidak merugikan orang lain. Maka jadi apapun kamu nantinya, kalo itu bersumber dari hati maka berkorbanlah untuknya. Semoga kita diberi ketangguhan oleh yang Maha Kuasa untuk menghadapinya.