Misuh-Misuh Deviasi Tambang Karst Karawang Selatan

Minpang

Karawang Selatan: ruang hidup direbut tambang dan kuasa.

Karawang Selatan tak pernah benar-benar tidur. Tanahnya terus direcoki. Sekarang, giliran PT. Mas Putih Belitung, sebuah perusahaan semen yang menambang tanpa rasa malu di wilayah yang seharusnya dilindungi oleh hukum, karena ada peraturannya di Perda Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Berdasarkan Perda tersebut, Karawang Selatan bukan zona industri tambang. Ia adalah ruang hidup, bentang agraria, dan cadangan ekologi yang harusnya dijaga. Tapi yang terjadi justru sebaliknya: ekskavator mengoyak perbukitan, debu yang cuma ngotorin udara, dan suara mesin menggantikan kidung burung pagi-pagi.

Pertanyaannya sederhana:

Bagaimana sebuah perusahaan bisa begitu percaya diri beroperasi di luar zona yang ditentukan?

Ya, jawaban singkatnya adalah hukum bisa dibeli, dan uang bisa membuka banyak pintu. Dalam banyak kasus, RTRW bukanlah pagar, melainkan formalitas yang lentur bagi mereka yang punya cukup modal untuk melanggarnya. Ya tentu saja Minpang gak bilang ini alasan orang-orang seperti Farhat Abbas duitnya banyak (sekarang gak tahu), soal itu nanti kita bahas di tulisan lain. Sekarang lihat funfact dulu saja dari sini (https://www.beritapembaruan.id/2025/02/pt-mas-putih-belitung-akui-izin.html)

Anjay. Usaha kecil menengah cenah. Mohon maaf itu usaha pertambangan batu gamping atau pertambangan upil?

Anjay. Ade Swara. Yang ditangkap pas lagi nge-mall di Ramayana bukan, sih? eheh. Atuh, Pak. Nyuapnya ke Ade Swara, terus minta rekomendasi Cellica Nurachdiana (Minpang diam, Minpang tidak mau berspekulasi bahwa mas-mas Dirut ini memberikan uang sebesar Rpx miliar ke Mantan Bupati lho, yaa), eh ujung-ujungnya begini juga mah ya udah sih dari awal gak usah buka usaha.

Gak usah sok-sokan dzalim. Mending usaha yang benar, urusin legalitasnya, atau usaha apalah yang gak ngerusak. Dagang makanan vegan, kek. Bikin media, kek.

Intinya, masyarakat sekitar gak cuma menghadapi krisis lingkungan, tapi juga krisis eksistensial. Mereka dipaksa hidup berdampingan dengan tambang yang gak diundang. Ruang hidup yang jadi warisan leluhur sekarang malah dijejali jejak ban truk, jalan rusak, polusi yang bikin sesak, dan ceruk tambang yang dalam.

Wah, lihatlah cerminan negara yang memegang Pancasila ini. Wah, lihatlah negara yang lebih marah kalau bendera merah putihnya terinjak gak sengaja tapi gak marah waktu MK seenak jidat ngubah-ngubah peraturan usia minimal. Lihatlah negara yang kebijakannya yang bocor sana-sini. Lihatlah negara yang berpihak pada investasi daripada keberlanjutan~

Karawang Selatan menjadi potret buram dari konflik ruang dan kuasa. Pabrik tumbuh subur di atas peraturan yang dikebiri, hukum yang dibeli. Sementara itu, warga cuma bisa berharap, atau memberontak dalam senyap. Loh ya iya, kalau teriak-teriak nanti bisa jadi membangunkan polisi tidur atau ditangkap tentara, kan. Siapa tahu?

Mereka khawatir mata air akan menghilang, air bersih jadi keruh terkena limbah, dan debu tambang membuat udara tidak layak dihirup. Lingkungan rusak, kesehatan menurun, dan masa depan jadi suram kalau tambang ini benar-benar jalan.

Karst sebagai Sumber Air dan Ekosistem Penting

Gini, ini kita belajar sama-sama, ya. Karst itu penting buat ketersediaan air. Struktur karst itu seperti sponge raksasa yang menyerap air hujan dan menyimpannya di bawah tanah. Air ini lalu keluar secara alami menjadi mata air dan mengisi sumur-sumur warga. Gratis! Nah, kalau itu PT. Mas Putih Belitung seenaknya mengeruk karst, ya kabayang meureun

Musim kemarau bisa jadi nyiksa banget. Sumur kering, sawah gagal panen, dan masyarakat sulit bertahan hidup. Tapi karst tuh bukan cuma soal air, ekosistem karst juga unik, deh.

Di dalam gua-gua gelapnya hidup hewan dan tumbuhan langka yang gak bisa ditemukan di tempat lain. Ada kelelawar yang menyebarkan biji, ada juga serangga unik yang jadi bagian penting rantai makanan, sama pentingnya seperti Dede Inoen dalam jagad hiburan kita semua. Serius.

Kalau PT. Mas Putih Belitung masuk dengan alat berat lain segala macam mah ya ancur atuh. Habitat hancur, keanekaragaman hayati pun ikut punah. Ini bukan sekadar merusak alam, tapi juga ngerusak warisan kehidupan.

Oh, ini yang namanya Ketuhanan Yang Maha Esa di Pancasila tuh? eh, emang Tuhan mana yang ngajarin kita buat gak peduli sama alam?

Janji Manis Hasil Tambang

Biasanya, perusahaan-perusahaan sejenis PT. Mas Putih Belitung bakal menjanjikan lapangan kerja dan pendapatan daerah. Ya tapi kan kehidupan terus-terusan ngomong bahwa yang kaya hanya para pemilik modal, sedangkan rakyat seperti kami mah naon atuh: lingkungannya rusak, kesehatan terganggu, dan akhirnya harus mencari penghidupan di tempat lain. Tidak menguntungkan sama sekali!

Aksi protes warga Pangkalan yang juga ngebakar pos sekuriti teh ya bukan sekadar teriak-teriak. Itu adalah bentuk perlawanan untuk mempertahankan hak atas air bersih dan lingkungan yang sehat, jihad eta teh!

Pembangunan boleh saja, tapi jangan sampai merusak segalanya. Masa iya mau bangun satu hal, tapi menghancurkan seribu lainnya? putus satu tumbuh seribu lagian woy peribahasa mah!

Pemerintah Mesti Ambil Bagian Suap

Kontroversi tambang karst di Pangkalan ini adalah konflik antara uang dan alam. Ini bukan cuma urusannya warga Karawang, tapi urusan kita semua yang peduli pada warisan untuk anaknya Jojon nanti, anaknya Agus Artsurd, dan semua anak-cucu, keturunan dan kerabat kita yang lebih muda nanti.

Meskipun rasanya tidak mungkin, tapi pemerintah kan harus mendengar suara warga. Melakukan kajian lingkungan secara jujur, mempertimbangkan dampak jangka panjang, dan mencabut izin tambang PT. Mas Putih Belitung.

Pokoknya Pak Gubernur, kalau bapak mendengar dan membantu kami, kami siapkan kamera dan videografer terbaik kalau Bapak berkunjung ke Pangkalan.

Minpang di sini~

Related Post

No comments

Leave a Comment