Kemarin, waktu nonton Pengabdi Setan 2, saya lihat trailer Noktah Merah Perkawinan, yang dari trailer-nya sih, agak sedikit yakin bahwa itu film temanya soal rumah tangga, orang ketiga, dan tetek bengeknya lah.
Belakangan juga lagi rame kasus tembak-tembakan polisi, yang sebenernya saya gak ngikutin juga beritanya seperti apa. Tapi semalam, saya sama temen saya ketemu, ngobrol soal itu, dan ngerembet ke kasus TNI yang minum racun setelah buron karena jadi dalang penembakan istrinya. Masalahnya, orang ketiga. –setidaknya itu yang media katakan.
Mengingat beberapa waktu ke belakang saat masih jadi orang ketiga juga –salah, maksudnya waktu heboh-hebohnya Layangan Putus, itu kayaknya semua istri di seluruh Indonesia jadi mudah untuk suudzon dan parno sama suaminya. Ngaku aja, lah. Kalian yang belum jadi “istri” juga ngedadak jadi curigaan juga, kan? Ya meskipun dari curiga itu ada yang memang akhirnya terbongkar, ada juga yang gak menemukan apa-apa dan bikin ayang pusing karena harus lebih rapi lagi menyembunyikan skandalnya. Awokwokwok~
Mundur sedikit lagi saya ingatkan kepada kalian The World of The Married, yang bikin semua netizen ikut-ikutan nge-bully si Da Kyung di IG. Tapi, memang sih selain tema horor, tema yang laku untuk ranah sinema lah katakan, itu emang tema soal perselingkuhan –dalam pernikahan, yah. Inget juga gak sih, ada sinetron Orang Ketiga yang Naysilla Mirdad sama Marshanda? Yang sebelum dibikin sinetronnya, kayanya lagi viral video Jedun dilabrak Shareefa. Remember?
Tapi, guys. Alasan dibalik nge-hitsnya sebuah sinema kadang karena (1) Ceritanya RELATE BANGET, dan (2) GAK RELATE dan gak pernah ngerasain, jadi ceritanya unik & penasaran aja. Daaan, saya rasa, untuk tema-tema perselingkuhan ini ya lebih banyak yang pertama deh kayanya, yaps karena relate. Seenggaknya itu yang tercerminkan dari quotes yang bertebaran di TikTok, IG, Whatsapp, pokoknya apapun masalahnya, It’s my dream, Mz! Not her!
Tapi, se-relate apa sih? Sini, kita bahas.
Dari kedua series itu, sejujurnya saya kok agak kzl ya. Tapi tetap menikmati, kok dan semuanya memang bagus. Cuman, kayanya gak se-relate itu dengan kehidupan banyak orang, deh. Gini, Layangan Putus itu memang bagus, seluk-beluk perselingkuhan yang digambarkan memang dekat dengan realita yang ada. Om-om yang hidupnya perfecto numero uno ketemu daun muda yang aduhai savage ber-damage gada lawan itu emang banyak terjadi, ya. Tapi, kenapa karakter Lidya Danira justru dibuat sejauh mungkin dengan realita yang ada di masyarakat?
Let’s say “Ini kan adaptasi, kisah nyata dari blablabla”, tentu saja berkarya itu bebaz~ tapi ini menjadi bukti saja bahwa rakyat kecil memang tak pernah punya tempat~ Lagipula, ada berapa banyak sinema komersil yang menayangkan kehidupan orang kecil?
Faktanya, saya memang tidak pernah membaca buku Layangan Putus, gak dijelaskan juga asal usul karakter Lidya Danira dari keluarga yang seperti apa. Karakter Lidya Danira di series-nya saya rasa terlalu mengada-ada, omong kosong, dan hampir tidak mungkin hidup –setidaknya di circle saya.
Kenapa? Gini. Memang betul, manusia tidak bisa memilih dengan siapa ia akan jatuh cintrong, tapi toh emang ada yang mau ujug-ujug cintrong sama suami/istri orang? Kan enggak.
Realitanya, kebanyakan orang di Indonesia hidup miskin. Akui saja. Belum lagi kelas menengah ngehe yang serba nanggung. Dibilang kaya tapi bayar kuliah anak masih pinjem sana-sini, dibilang miskin juga gak pernah terima bantuan sembako dari desa. Memang, kalian pikir istilah Ayam Kampus atau Open BO itu hoax? Tentu tydack~ Ngerti kan arahnya ke mana?
Fenomena ini yang saya harap masuk ke dalam sinema-sinema tema perselingkuhan, ya sekedar pengingat aja, dan ya jangan yang kaya-kaya mulu, dong ceritanya. Jauhkan kisah Ji Son Woo dan Da Kyung karena realita di Korea Selatan mungkin berbeda dengan di Indonesia.
Karakter Lidya Danira ini kok misqueen kompleksitas sekali. Alur cerita dibuat seolah Lidya Danira hidupnya baik-baik saja, terlahir dari keluarga yang bisa nguliahin anak sampai jadi psikolog anak yang pake mobil merah mevvah menurut saya yang ingin Pajero aja sujudnya mungkin harus ribuan kali. Baju dan sepatunya yang gonta-ganti dan necis terus. Intinya, saya mikir bahwa Lidya Danira ini udah sultan dari sananya, lah. Ngapain coba masih blablabla sama suami orang? Kan kufur nikmat banget, da-jal emang. Saya jadi gak punya alasan untuk gak benci karakter ini.
Padahal yang saya tau di kenyataannya, mereka yang kepalang jadi selir mungkin harus isi token listrik di rumahnya, bantu biaya sekolah saudara kandungnya, beli beras buat dapur ibunya, cari uang untuk pengobatan ayahnya, atau yang lain. Jangan pura-pura tutup mata. Tentu saja saya gak suka perselingkuhan, tapi Layangan Putus tidak cukup baik memberi porsi kompleksitas pemerannya dan laku, lagi.
Ya tapi emang segimanapun butuhnya ya semoga gak ada yang sampai harus jadi Lidya Danira yang tidak saya benci, sih. Intinya mah, kepingin ada sinema perselingkuhan yang lebih relate! Gak deng, sok aja berkarya, kalau ngikutin keinginan orang mah kapan majunya? cmiww~
Di ending, menurut saya jauh lebih baik serialThe World of The Married daripada Layangan Putus. Ya mana ada sih orang tua yang mau anaknya jadi bulan-bulanan orang karena ternyata selingkuhan pria beristri? Ortunya Lidya Danira si Paling Antimainstream emang~