Informasi merujuk menurut Meriam-Webster Dictionary adalah pengetahuan yang didapatkan dari pencarian, pembelajaran, dan perintah. Pengetahuan yang dimaksud adalah kumpulan kata, angka, simbol, maupun fenomena yang bisa kita temui sehari-harinya yang menyatakan tentang suatu hal. Iklan mi instan yang ada di papan reklame adalah informasi. Isi pesan chat yang bilang, “Pinjam dulu seratus,” dari temen kamu juga termasuk informasi. Yap, informasi bahwa dia membutuhkan uang atau dia memang ingin baku hantam aja kalau tau kondisi keuangan kita jauh lebih mengkhawatirkan. Esai-esai yang kamu baca di Nyimpang itu termasuk informasi. Dari situ kamu bisa tahu hal apa yang sedang dibahas, kenapa itu dibahas, atau apa motif dari komunikator (orang yang membawa pesan) tersebut.
Dari segi sejarahnya nih, bahkan pas manusia masih tinggal di Padang Savana Afrika jutaan tahun yang lalu, informasi yang manusia dapatkan dari panca inderanya yang berupa penglihatan, pendengaran, kepekaan kulit, dll. ini berguna banget buat nyari makan, minum, tempat istirahat, tempat bermigrasi, mengantisipasi predator dan lawan satu genusnya, pokoknya apa pun yang berhubungan dengan insting survival spesiesnya.
Masih dari sumber yang sama yaitu Meriam-Webster Dictionary, persuasi dimaknai sebagai kegiatan untuk meyakinkan (seseorang) untuk mempunyai suatu posisi atau pandangan tertentu. Harapannya tentu jha apabila seseorang sudah mempunyai persepsi yang jelas dan tegas mengenai suatu hal, maka orang itu bisa disetir atau dikendalikan perilakunya sesuai keinginan orang yang melakukan persuasi.
Fenomena Propaganda
Gabungan antara informasi dan persuasi adalah propaganda. Merujuk pada Cambridge Dictionary, propaganda adalah Informasi yang seringkali bersifat hanya sebagian yang disiarkan atau diterbitkan untuk mempengaruhi opini orang-orang. Prakteknya bisa kita pelajari sendiri dari fenomena sehari-hari. Saat masyarakat membaca sebuah postingan berita dari salah-satu akun media massa, pemilik akun tersebut sudah memiliki aturan redaksi sendiri mengenai tema apa yang mesti diangkat di jam sekian, bagaimana cara menyampaikannya, dan apa akibat atau efeknya pada kepentingannya (bisa ideologis maupun ekonomis).
Dalam prakteknya, supaya propaganda ini bisa berhasil diperlukan adanya langkah-langkah tertentu yang dipakai. Menurut Arlin Cuncic dalam artikel How Does Propaganda Work, ada beberapa strategi yang dilakukan pelaku propaganda dalam melakukan aksinya yaitu di antaranya sebagai berikut:
- Name-calling;
- Appealing to emotion;
- Bandwagoning;
- Scare tactics.
Penulis hendak menjelaskan satu per satu secara ringkas dan sederhana.
Pertama, yang dimaksud strategi name-calling adalah memberikan predikat atau label jelek atau peyorasi terhadap lawan, kompetitor, dll. yang dianggap bertentangan dengan kepentingan orang atau kelompok tertentu. Pada sekitar tahun 1960-an misalnya di Indonesia, siapa pun yang mengkritik kebijakan order lama yang jelek diberi cap “Kontra-Revolusioner.” Hal ini kemudian membawa efek ketakutan massal dan menjadi pembenaran untuk mempersekusi atau menyakiti oposisi politik order lama.
Kedua, yang dimaksud strategi appealing to emotion itu klaim, argumen, atau pernyataan yang mengandalkan perasaan doang tanpa melihat data real dan akibatnya bakal seperti apa ke depannya. Contoh dari penggunaan strategi ini adalah apabila salah-satu orang sebut saja B menyatakan bahwa,
“Kita mesti hapus impor 100% soalnya kasihan produsen lokal kita!”
Padahal kalau hal itu terlaksana, maka yang akan terjadi adalah bencana. Menutup keran impor sama sekali menimbulkan kelangkaan barang. Kelangkaan barang membuat harganya jadi mahal. Akhirnya konsumen kesulitan untuk membelinya dan produsen gagal untung. Apabila supply (keberadaan) dari segi harga itu tinggi, maka demand (permintaan) itu rendah. Hukum dasar ekonomi. Kebijakan hapus impor 100% merugikan prosuden dan konsumen. Begitu kesimpulannya.
Ketiga, yaitu strategi bandwagoning yang memiliki makna mencatut nama mayoritas supaya orang melakukan tindakan tertentu. Hal ini bisa dilihat misalnya ketika pengiklan berkata, “Sebagian orang mengonsumsi produk B, maka kamu juga mesti mengonsumsi produk B.” Ini bisa berakibat pada orang mengonsumsi produk yang belum tentu dikonsumsi mayoritas (adanya bias seleksi data) atau orang jadi mengonsumsi produk yang tidak ia butuhkan. Sederhananya apa yang kebanyakan orang butuh, bukan berarti kamu butuh. Kalo sebagian orang di desa kamu butuh sendal, iya kamu yang udah punya koleksi 3 pasang sendal udah nggak butuh satu pasang sendal lagi, dong.
Yang keempat, yaitu scare tactics alias enggunakan ketakutan sebagai cara ngebikin seseorang melakukan tindakan tertentu yang dikehendaki si pelaku propaganda. Ini adalah salah-satu strategi propaganda yang ampuh karena ketakutan adalah insting survival manusia. Kalo ada suara harimau, maka orang cenderung lari terbirit-birit seolah tubuhnya berkata “Aku pengen terus hidup! Aku pengen terus hidup!” Pelaku propaganda memahami betul hal ini: jadi misalnya ketika para pekerja asing datang ke negaranya, pelaku propaganda yang ada di negara Inggris umpamanya menyatakan bahwa, “Mereka itu berusaha mengambil alih pekerjaanmu terus kamu nggak bisa makan! Makanya usir orang-orang asing dari negara Asia itu!” Ketakutan yang dieskploitasi ini akhirnya jadi alasan pembenar untuk berbuat rasis.
Tapi ternyata ada satu metode lagi, yaitu strategi repetisi sebagaimana diungkapkan oleh Alip Yog Kunandar dalam buku “Memahami Propaganda: Metode, Praktik, dan Analisis.” Jadi repetisi ini pengulangan propaganda supaya pesannya terasa kuat dan penting di benak orang-orang yang menerimanya. Contohnya, keberadaan iklan produk minuman. Kamu nggak mungkin ngeliat iklan kaya gitu cuman sekali. Pasti berkali-kali: berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal ini sengaja dilakukan supaya persepsi bagus kamu tentang suatu hal itu awet dan akhirnya jadi pertimbangan utama kamu dalam membeli barang.
Merenungi Propaganda
Manusia sebagai mahkluk hidup itu selalu memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk dipenuhi: makan, minum, tempat dan pakaian yang layak, perasaan nyaman, perasaan aman, dll. Supaya manusia bisa memenuhi hal-hal tersebut, maka ia memanfaatkanlah propaganda – dia kumpulin tuh Informasi. Dia pelajari tuh hubungan antara satu informasi dengan informasi lainnya. Dia kasih tau tuh Informasi yang menurut dia relevan atau pas dengan kepentingannya dia sebagai sebuah upaya persuasi kepada orang atau sekelompok orang.
Propaganda ini nggak terhindarkan dalam relasi antara manusia. Dalam pasar kerja, orang mempoles sedemikian rupa dirinya supaya dapet persepsi terbaik dari perekrut tenaga kerja dan akhirnya diterima. Seorang pedagang berusaha sebaik mungkin membuat dan menampilkan produknya sebagai yang paling oke supaya laku. Orang yang baru bertemu kamu berusaha sebaik mungkin mencitrakan dirinya sebagai orang yang enak diajak berkawan dengan menutup-nutupi kejelekannya sendiri.
Tapi apabila seseorang langsung percaya saja dengan propaganda, maka ini justru bisa membahayakan dirinya sendiri. Dia bisa sekedar jadi pion di dalam kolektif atau organisasi tertentu yang dikorban untuk orang yang punya kekuasaan dan pengaruh. Dia bisa sekedar jadi konsumen yang ditipu oleh pedagang nakal untuk dapat untung berlebih. Dia bisa sekedar jadi korban dari konflik berdarah antar kelompok (tawuran antar pelajar, perang suku, perang antar geng, dll).
Supaya orang tidak langsung terpengaruh oleh propaganda, maka orang perlu bersikap teliti – menanyakan apa motif propaganda ini? Apakah informasinya itu akurat? Apa cara pengambilan kesimpulannya? Apakah ada bias seleksi data? Apakah ada sentimen kelompok yang sempit?
Catatan: propaganda bisa bermakna bagus maupun jelek. Apabila teman kamu yang lagi merintis usaha kopi nih bilang bahwa kopinya itu seger karena bahan-bahannya berkualitas dan cita rasa manis, asem, paitnya sedeng nggak berlebihan terus pas kamu tes kopinya ternyata emang bener begitu, maka ini propaganda yang bagus. Sebaliknya apabila propaganda mengandung sentimen negatif terhadap suatu kelompok berdasarkan data bias yang selektif (data sample sama data populasinya jomplang) terus itu bisa membahayakan kelompok tertentu, maka iya itu propaganda yang jelek.
Semoga kita bisa terus teliti dalam menyikapi informasi, dan yang jelas: propaganda dan palugada jelas berbeda!