Sebuah upaya menjilat tim redaksi:
Untuk tim redaksi ter-shayank yang baca tulisan saya:
Belakangan ini setiap mau mengurai isi kepala di status WhatsApp jadi agak mikir lama, pas udah dipikir-pikir mending kirim ke Nyimpang aja kata gua téh. Uww~
Habit Positif setelah Back Lucky Pergi
Hari itu adalah perayaan hari ke-577 aku tinggal di Purwakarta kota. Alih-alih merayakannya bersama, aku malah ditinggal pulang Back Lucky alias motor beat aku yang hitam itu huhu~ Aku juga baru menyadari sekian lama aku tinggal di kosan téh aku mah mau ke mana-mana tinggal cabs pake motor.
Jadi, sebetulnya aku sengaja simpan motorku di rumah untuk beberapa waktu karena rasanya orang rumah lagi perlu, terutama buat antar-jemput gas LPG. Aku pikir bukan hal yang bakal menyulitkan juga kalau gak ada motor di kosan. Aku kan bulan Mei lalu sudah berhasil menggowes sepeda dari Wanayasa ke Purwakarta uwuw. Gak ada motor gak akan membuatku jadi gimana gitu lah. Berangkat kerja masih bisa jalan kaki, kalau malam lapar bisa pakai sepeda. Simpelnya begitu.
Satu minggu berlalu, hari-hari mulai berat waktu ada janji temu atau seperti hal-hal antar berkas. Sempat juga waktu itu mau agustusan di rumah bosku (Cirende Village). Rasanya gak mungkin kalau pakai sepeda atau pesan ojek Online (BIG NO!). Ada beberapa pilihan lain, seperti nebeng ke teman atau minta anter Farid(x_x) tapi pas lagi gitu mah aku lebih memilih nurunin ego dulu buat pinjam motornya aja sambil ketawa manies
“Aku boleh pinjam motor gak? Tapi kalau mau dipakai mah gak usah,” dengan gaya gak enakan yang rasanya paling gak disukai Farid.
Dua sampai tiga minggu berlalu, tiap akhir pekan aku pulang pakai mobil tahu alias angkot kuning Wanayasa. Walaupun ongkos sore lebih mahal gocéng daripada waktu siang hari tapi ya gimana lagi dan yang lebih penting aku tidak punya masalah mabuk perjalanan. Tiap Senin pagi aku sudah gak bisa leha-leha karena janjian sama amang elf. Gak kerasa, ternyata aku menikmati semua perjalanan itu. Bangun pagi, baca buku di perjalanan pulang-pergi, bersepeda, gak keluyuran malam cuma buat nasi kucing, pokoknya banyak hal-hal baik yang terjadi.
Kabar Back Lucky
Betah selama tiga minggu di rumah, Back Lucky kayanya happy dengan segala perawatan dan belaian manis Babah (bapacku). Daebak! Kata aku téh. Cuma pas tau kalau ternyata motornya sempat diservice jadi bingung harus sedih atau senang. Karena ya, Babah pasti bakal nyetorin nota servicenya. Walaupun gak minta ganti, tapi ya hideng weh atuh aku tuh!
Pas udah punya nyali buat bawa motornya dan memastikan keadaan terkendali, akhirnya aku pulang ke rumah untuk bawa motornya lagi. Sempat mengurungkan niat karena dipikir-pikir 3 minggu tanpa Backy malah jadi hari-hari yang luar biasa. Sampai 5 menit lagi mobil elf-nya pergi, aku baru bisa memutuskan buat berangkat kerja pakai motor.
Banyak mikirnya bukan karena harus ganti uang service tapi rasanya naik angkutan umum lebih banyak untungnya. Aku bisa duduk manis sambil baca buku, tidur, dengerin murotal atau ya pokoknya selama perjalanan aku bisa nyambi deh. Menyerahkan semuanya kepada pak sopir. Kalau pakai motor semuanya ada di bawah kendaliku, bisa sampai Purwakarta cuma 30-40 menit bikin kalap di perjalanan. Udah nyampe mah mantengin cermin dan bilang
“Buset ini siapa? cepet amat bawa motornya”
Kalau misal ada 2 cara menjalani hidup. Pertama naik kendaraan pribadi, kedua naik kendaraan umum. Jadi kurang lebih selama 577 hari aku menjalani hidup dengan cara yang pertama. Enak sih, bisa lewat jalan tikus, perjalanan dilalui dengan lebih singkat, tapi lama-lama ada perasaan capek karena pengen buru-buru terus. Memaksakan kalau semua hal harus ada dalam kendali, padahal selain di bawah kendali juga setiap perjalanan harus dibarengi dengan kesadaran dan rasa nikmat.
Aku jadi ingat waktu awal bulan Agustus, aku nunggu pemberangkatan kereta yang lamanya 6 jam. Padahal,
Nunggu kan bagian dari perjalanan -HR Imam Ahmad Farid bin Abu Skena.
Tapi aku belum nerima itu pas nunggu kereta. Alhasil selama nunggu ya dapet kesal dan bosan saja, alih- alih bisa memilih perjalanan yang kita mau, tapi sekarang mah jadi sadar kalau gak semua hal harus terus-terusan dalam kendali. Mirip-mirip seperti kita yang berusaha dan memilih jalan tapi sang penentu jalan yang memutuskan.
Teruntuk Para Penyimpang yang hidup dengan cara yang pertama, omat! Éling kalau lagi mengemudi téh ya. Gapapa juga kalau sekali-dua kali harus nebeng atau minta tolong teman karena gak semua hal harus terus ada dalam kendali kita. Kadang dalam beberapa keadaan kita perlu sadar kalau kita gak sendiri. Selain semuanya bisa dikendalikan, dalam beberapa waktu kita bisa serahkan kepada pak sopir. Akhirul kalam, mari kita serahkan perjalanan hydup kepada pengendali alam semesta. tapi tetep besok ambil kerdja lemboer ya. Xixi