Thursday, April 18, 2024
Cart / Rp0
No products in the cart.

Karawang yang Asing

Lahan yang semula sawah sekarang kok udah jadi rumah-rumah?

Kemarin, saya mengunjungi rekan saya di Karawang. Di sepanjang perjalanan, saya beberapa kali tersesat karena pangling. Lahan yang semula sawah sekarang kok udah jadi rumah-rumah? Berbekal Gmaps yang untungnya bisa dibuka dengan sisa kuota yang cekak, saya coba telusuri jalan, memutar-mutar layar handphone karena gak bisa juga baca peta. Mentok-mentok, saya coba GPS atau gunakan penduduk sekitar. Alhamdulillahnya juga, GPSnya ternyata tidak tau jalan ke lokasi yang saya tuju karena “Saya bukan orang sini, Mas…”

Sepanjang ketersesatan itu, saya masih tak habis pikir, kenapa sawah makin hari makin terpahat besi-besi dan pondasi-pondasi pabrik, apa mereka kesulitan mencari lahan atau tanah kosong untuk dijadikan sebuah pabrik? Kenapa mesti menghancurkan tanah yang sudah jelas fungsinya?

Mendengar cerita dari seorang pegiat alam di Bandung –yang saya sendiri juga lupa namanya, yang jelas ia orang Basarnas atau seorang Potensi SAR. Dia bilang, Jawa Barat bisa kekeringan kalau terus-terusan seperti ini.

Alam (tanah) terus dilapisi semen dan pondasi yang sudah pasti mengganggu penyerapan dan fungsi penampungan air oleh pohon-pohon.

“Pertumbuhan Ekonomi” digadang-gadang jadi satu diantara penyebabnya. Namun, kita semua -anak IPS aja sih, tau pada buku Ekonomi kelas 2 SMA tertera jelas bahwa pertumbuhan ekonomi mempunyai dampak positif, di antaranya:

Masyarakat hidup lebih makmur dan sejahtera. Bergesernya struktur ekonomi agraris menjadi Industri. Kegiatan ekonomi menjadi beragam dan dinamis.

Ini yang bikin saya ngahuleng tarik ketika melihat fakta bahwa masyarakat yang berprofesi sebagai petani merasa terbunuh di negaranya sendiri.

Perhatiin weh cuy, Perubahan struktur ekonomi agraris menjadi Industri, itu bikin bahan-bahan pupuk lebih mahal. Siapa yang bilang itu dampak positif pertumbuhan ekonomi, coba? Betapa absurdnya isi buku-buku itu~

Bahan pupuk naik, biaya perawatan naik, belum lagi kalau air susah, tapi toh harga jual tetap sama “tidak naik”, artinya para petani menjual sawah-sawahnya kepada pengusaha atau investor-investor untuk nantinya dijadikan pabrik atau perumahan dengan harga yang sama dengan 10 atau bahkan 20 tahun yang lalu.

Ujung-ujungnya sawah habis dan jika memang sawah habis itu adalah yang dimaksud dampak positif “Pertumbuhan Ekonomi”, seharusnya masyarakat merasa nyaman dengan datangnya industri-industri besar. Namun faktanya, masih aja ada tuh kesenjangan sosial. Dilihat dari para buruh yang berdemo menuntut kenaikan upah, banyaknya angka pengangguran yang tiap tahun selalu meningkat. Mau kerja harus bayar calo dulu, gak kerja juga gak dibayarin biaya hidup sama pemerintah.

Atau jangan-jangan, dampak positif dari pertumbuhan ekonomi ini emang bukan buat masyarakat dari seluruh kelas sosial, melainkan pemerintah itu sendiri? Ya biar kita Tanya bulu kuduk yang bergoyang. Pembayaran pajak yang besar, administrasi pembuatan pabrik yang besar, dan semua yang besar-besar itu buat siapa?

Gak hanya masyarakat yang merasa terbunuh, cuy. Binatang yang kelakuannya jauh lebih baik daripada mantan kau itu juga terancam. Polusi udara, sumber-sumber air kering, pohon-pohon ditebang, dan hewan-hewan kehilangan rumah. Nah, kalau gitu udah gak pada punya rumah & nggeser ke rumah kalian, emang kalian berani, cuy? Bayangin, tidur sekamar sama uler, semeja makan sama beruang atau tarantula.

Lah, berarti bener dong yang dibilang kalau Jabar bakal kekeringan? Ya kalau terus-terusan gini saya yakin 100%
Coba lihat negara lain, Jepang misalnya. Kalau dilihat-lihat, negara Jepang adalah negara yang bercita-cita menjadi sebuah negara agraris, makanya Jepang selalu mengusahakan untuk membuat pabrik-pabrik diluar wilayah negara Jepang. Hasilnya? mereka bikin pabrik-pabrik otomotif di Indonesia dengan skala yang sangat besar.

Tetapi kita Negara Indonesia yang sejak dari dulu terkenal dengan negara agraris malah menggeser sektor ekonominya kepada Industri. Sebuah pergeseran ekonomi yang menurut pengamatan saya kurang tepat perhitungan.

Dilihat dari sejarahnya, Nusantara adalah sebuah daratan yang hasil buminya melimpah. Pun hasil lautnya seabreg pula. Nusantara digadang-gadang sebagai tujuan akhir para pedagang dunia, mereka banyak berbondong-bondong datang untuk membeli rempah Nusantara. Artinya, walaupun Indonesia tidak menggeserkan struktur ekonominya. Indonesia ya akan tetap kaya, dan pertumbuhan ekonomi pun akan stabil dari apa-apa yang dihasilkan.

Anyway, memang apa alasan Portugis, Belanda, dan Jepang jajah Indonesia?

Ya.. pastinya selain daratan Indonesia yang somehow emang surga dunia, terus juga upaya pencarian wilayah baru untuk dikeruk sesuai dengan perjanjian Tordesilles, tapi mereka juga tentu bawa misi pergerakan Kristen-Katholik yang didasari dengan 3 poin itu… Gold, Glory, dan Gospel.

Ya mirip-mirip sambil menyelam minum air, lah Artinya mereka gak cuma mengambil kekayaan Indonesia saja, tetapi mereka pun berniat untuk menyebarkan keyakinannya (agama). Yang tentunya berpotensi menghanguskan Islam di daratan Nusantara (Indonesia).

Nah, intinya semoga besok-besok kita gak makan sambel pake semen. Karena sawahnya udah jadi pabrik dan perumahan semua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Welcome Back!

Login to your account below

Create New Account!

Fill the forms below to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Login dulu, lur~

Nyalakan Mimpimu!