Kemarin (14/9), kota kelahiranku tengah merayakan hari jadinya ke-390 tahun, usia yang tidak lagi muda bagi sebuah wilayah berstatus kabupaten.
Dalam perayaannya, riuh spanduk, banner, dan baliho ucapan menghiasi jalan-jalan yang trotoarnya terlihat rusak. Di kantor pemerintahan, bunga ucapan memagari gedung-gedung yang ditempati para hipokrat, yang setiap perjalanannya dibayar oleh pajak rakyat.
Sementara itu, di gedung yang paripurna, puluhan perwakilan rakyat dan pejabat tengah khusyuk mendengarkan laporan pertanggungjawaban dari sang pemilik kebijakan. Semua data disampaikan oleh sang pemimpin, tentunya data pencapaian pembangunan yang menurutnya merupakan sebuah kesuksesan periodenya. Tidak lupa juga, bermacam penghargaan begitu lantang disampaikan di depan wakil rakyat, lalu tepuk tangan mengiringinya seperti saat bintang tamu di acara konser musik berlaga.
Tepat saat perayaan, sang pemimpin dari segala pemimpin Bapak Ir. Joko Widodo berkunjung memantau peresmian perusahaan baterai dan juga mengontrol ketersediaan beras. Hari ini, kota pangkal perjuangan benar-benar padat dengan berbagai kepentingan di daerah sampai pusat. Kedatangan Pak Jokowi juga disambut meriah oleh banyaknya helikopter yang memantau di udara dan ratusan aparat di area kunjungannya.
Bunyi Sunyi di Utara
Jauh dari riuh perayaan, bising mesin pengolah gas menggetarkan gendang telinga warga Cilamaya Wetan. Setiap malam bisingnya selalu menghantui tidur para nelayan dan warga sekitar, bergemuruh seperti suara mesin pesawat yang akan take off.
“Kalau mesinnya beroperasi apalagi malam-malam kaca bergetar, dan gak bisa tidur, bising banget!”
Begitulah ungkapan Akew, pemuda asli Cilamaya Wetan yang tempat tinggalnya tidak jauh dari sumber kebisingan.
Sumber kebisingan itu berwujud raksasa pencipta energi bernama PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap) Jawa Satu yang memiliki FSRU (Floating Storage & Regasification Unit) di laut lepas pesisir Utara Karawang.
Mega proyek PLTGU Jawa Satu ini mulai dibangun pada tahun 2018 dan beroperasi tahun 2021, berlokasi di Cilamaya Wetan, Karawang bagian utara dengan anggaran total 300-400 Miliar USD (Silahkan dikonversi sendiri ke rupiah) dengan bantuan pendanaan dari Jepang, termasuk Mitsubishi UFJ dan Mizuho, serta Nippon Export and Investment Insurance. (gem.wiki)
PLTGU ini beroperasi sebagai pembangkit listrik menghasilkan 1.760 megawatt dan terbesar di Asia Tenggara. Listrik itu dihasilkan dari regasifikasi LNG (liquefied natural gas) yang diambil dari Papua menggunakan FSRU Jawa Satu. Sebuah kapal dengan daya muat dan berteknologi tinggi untuk membawa LNG Papua ke lepas Pesisir Utara Karawang.
Gas cair atau LNG itu kemudian diregasifikasi (diubah kembali menjadi gas dari yang sebelumnya cair) di PLTGU.
Dari hasil laporan investigasi Koalisi Rakyat untuk hak atas Air (KRuHA), FSRU Jawa Satu menghasilkan limbah cair bahan berbahaya dan beracun (B3) sebanyak 3.800 ton/jam atau 140 kontainer kargo standar 12 meter/ jam, dan membutuhkan air laut sebanyak 5.274 ton/ jam untuk menguapkan LNG.
Mendengar laporan itu, pikiran seketika sunyi tidak mampu berkata apa-apa selain kata mengerikan. Sementara itu, masyarakat biasanya hanya mengetahui bahwa LNG itu tidak berbahaya juga bagian dari program pemerintah mengurangi dampak perubahan iklim dengan istilah transisi energi.
Dibalik G20?
Pernah dengar ada acara G20? Kalau pernah dengar pasti taunya soal pertemuan para pemimpin negara. Di Indonesia, G20 pernah digelar pada tahun 2022 lalu di Bali, G20 ini merupakan forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (UE).
Dalam konferensi pers pada perhelatan acara G20 di Bali, Jokowi menyampaikan beberapa komitmen pendanaan satu diantaranya untuk pengembangan transisi energi di Indonesia disepakati dalam forum G20 ini.
“Kemudian juga Energy Transition Mechanism, khususnya untuk Indonesia, memperoleh komitmen dari Just Energy Transistion Partnership (JETP) sebesar 20 Miliar USD,” ungkap Jokowi pada Rabu (16/11/2022) lalu di Bali.
JETP ini seolah jawaban dari solusi perubahan iklim yang isunya jadi bahasan elite global di G20. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan, kerja sama pendanaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk terminasi PLTU batu bara. Dengan begitu, Indonesia dapat mengurangi sebaran emisi gas rumah kaca (GRK) yang lebih signifikan.
“Kami berencana mengumumkan pernyataan bersama tentang JETP dalam Presidensi G20 di Bali pada 15 November 2022,” ujar Luhut saat menjadi pembicara dalam diskusi “Energy Transition on Achieving Net Zero Emission A High Call for Urgency” di COP27 Mesir, 8 November 2022 lalu. (katadata.com)
Program pendanaan ini untuk membantu negara-negara berkembang meninggalkan energi batu bara. Sekaligus mendorong transisi ke penggunaan teknologi yang lebih rendah karbon.
Indonesia adalah satu diantara banyak negara yang berpotensi menerima pendanaan tersebut. Indonesia diperkirakan membutuhkan investasi transisi energi mencapai US$25-30 miliar atau sekitar Rp393-471 Triliun selama delapan tahun ke depan. Itulah jawaban mengapa baterai listrik dan LNG tengah digemborkan pemerintah menjadi pengganti energi kotor batu bara.
Infinity War
Pernah menonton film The Avengers: Infinity War? Kisahnya ternyata bukan sekadar fiksi semata. Film tersebut seolah gambaran nyata bagaimana warga di berbagai kepulauan di Indonesia tengah berjuang melawan perampasan ruang hidup oleh negara melalui proyek yang mengatasnamakan transisi energi.
Warga yang tengah menikmati kehidupan damai di kampungnya, tiba-tiba didatangi tamu asing bernama investasi, yang bisa juga disebut dengan Thanos yang mencuri sumber daya alam dan merampas ruang hidup. Dilegitimasi keberadaanya oleh penguasa, Thanos ini dengan mudah menghadirkan daya rusak, mengubah ruang dan struktur sosial begitu cepat.
Kondisi ruang itu juga bisa tergambarkan dalam film sci-fi Korea berjudul Black Knight dirasakan oleh warga di Bantaeng dan wilayah Indonesia Timur lainnya.
Pasca G20 ini pun, penguasa dan pengusaha kemudian kebut merancang UU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) secara diam-diam, tertutup, diskriminatif, non-partisipatif, dan kapilistik. Memanfaatkan isu krisis iklim para Thanosis merekayasa definisi makna dari energi itu sendiri.
Mobil listrik diartikan sebagai upaya mengurangi emisi gas karbon kotor namun realitanya dihasilkan dari industri ekstraktif tambang nikel yang menghancurkan ruang hidup warga di Indonesia Timur, juga gas fosil yang dinarasikan sebagai LNG hingga akhirnya melahirkan PLTGU-PLTGU yang semua prosesnya menghasilkan dampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
LNG dan Nikel: Serupa tapi Tak Sama
Secara global, isu energi menjadi isu krusial yang terus jadi bahasan. Akan tetapi, negara maju malah mencoba mengorbankan negara yang memiliki sumber daya untuk dihabiskan.
Diiming-imingi kesejahteraan dan kemajuan, para Thanosis global membuka keran investasi ke negara pemilik sumber daya. Bisa dikatakan kelahiran VOC baru di Indonesia disebut dengan istilah “Kolonialisme Industri Ekstraktif”
LNG
Gas alam atau gas bumi LNG (liquefied natural gas) dikampanyekan oleh pemerintah sebagai bahan bakar bersih atau rendah emisi gas rumah kaca dibandingkan sumber energi lain seperti batu bara dan minyak bumi. Gas alam seolah sengaja dinarasikan jauh lebih bersih dan penggunaannya akan memberi keuntungan bagi lingkungan.
Komponen utama gas fosil adalah metana, yang dari namanya saja, dapat diketahui bahwa metana memiliki 1 unsur karbon dan 4 hidrogen (CH4), metana disebut juga hidrokarbon. Saat dibakar, metana akan tergabung dengan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan air.
Faktanya, metana merupakan polutan berbahaya yang paparannya menyebabkan 1 juta kematian dini setiap tahun. Metana memerangkap panas di atmosfer hingga 34 kali lipat lebih kuat dibanding CO2. (Wayan Koster telah Terperangkap Doktrin Kapitalis karena Ngotot Bangun LNG)
Selain itu, metana merupakan kontributor pemanasan global sebesar 30%, yang berarti merupakan emitor yang berkembang lebih cepat daripada emitor yang lain. Bahkan saat emisi karbon dioksida menurun selama pandemi lalu, kadar metana di atmosfer justru terus melonjak. (Buletin Edisi 1: Don’t Gas Indonesia)
Nikel
Nikel merupakan unsur logam yang paling banyak ditemui pada lapisan kerak bumi, nikel juga merupakan konduktor yang baik. (Apa itu Nikel?)
Di Indonesia, persediaan nikel mencapai 4,5 juta metrik ton nikel. Sebaran nikel dapat ditemui di Pulau Sulawesi, Maluku, Halmahera, Papua, dan Kalimantan. Yang paling banyak, ada di Sulawesi. Industri tambang nikel berpusat di Morowali dan Morowali Utara. Sebagian besar nikel diekspor ke luar negeri seperti Tiongkok, Jepang, Eropa, dan Amerika.
Kini, nikel menjadi produk primadona yang diperebutkan oleh elite global untuk pembuatan baterai yang tentunya merespon deklarasi G20 terkait transisi energi.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah mengakui bahwa RI memang tidak memiliki cadangan lithium yang merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle/ EV). Tapi toh, kandungan lithium di baterai gak sebesar nikel dan kobalt, dan Indonesia punya nikel dan kobalt.
“Jadi ketergantungan pabrik terhadap material itu ya jauh orang lebih mencari nikel dulu. Lithium pasti diperlukan tetapi orang juga gak bisa jual lithium tanpa nikel,” ujar Agus dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (2/8/2023). (CNBC Indonesia).
Kesamaan keduanya adalah dieksploitasi besar-besaran oleh korporasi industri ekstraktif (industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari alam) dan tentunya sumber daya yang tidak bisa diperbarui.
Terkepung Elite Global
Kata terkepung dipilih jadi inti bahasan, karena realitasnya terjadi di tanah kelahiran yang dikelilingi ekspansi bisnis elit global, khususnya program transisi energi, oh sorry! Lebih tepatnya transaksi energi.
Seperti di wilayah utara Karawang, ada PLTGU Jawa Satu yang akhirnya merebut ruang hidup masyarakat dan juga nelayan. Privatisasi wilayah mangrove dan terumbu karang serta zonasi tangkap ikan. Selain itu, di selatan Karawang ada wilayah kawasan industri terbesar juga se-Asia tenggara, dan Pak Jokowi baru meresmikan sebuah perusahaan baterai terbesar di Indonesia.
Ngomongin baterai ini, sangat terikat dengan infinity War kepulauan-kepulauan kecil di Indonesia timur yang saat ini masyarakat masih melawan perusahaan smelter nikel yang telah mencaplok ruang hidup, sumber pangan, sumber air bersih dan tentunya kehidupan yang harmonis antara manusia dan alam.
Seperti hasil jurnalisme investigasinya Project Multatuli berjudul Tambang Nikel Harita di Pulau Wawonii ‘Membunuh Kami Secara Halus’
dan laporan lainnya dari Jaringan Advokasi Tambang Nasional (Jatamnas) yang merekam bagaimana bisnis tambang nikel begitu merusak.
Itu juga sebagai manifestasi imprealisme elit global, bahwa para elit global telah nyata merasuki sistem politik Indonesia untuk menguasai sumber daya atau secara jelas melakukan penjajahan-penjajahan sekaligus menanamkan pengaruh dalam segala aspek kehidupan di wilayah jajahannya. Bahkan ekspansi bisnisnya hingga ke negara-negara berkembang lainnya seperti Malaysia, Philipina, Thailand, Korea Selatan, dan Singapura.
ditulis oleh Imam Besar Jomblo Berontak
Karawang, 2023
GNAWARAK 390
tiup lilinnya sekarang juga!
sambut dengan tari perjamuan
silahkan menikmati hasil jarahan
di utara, selatan, barat dan timur
jangan sungkan untuk mengeruk!
stok lahan masih luas untuk dikuasai
tidak perlu cemas soal investasi
semua bisa diatur dan dimanipulasi
nikmatilah perjalanannya!
cium aromanya secara perlahan
di gunung, di laut, di hutan, di sungai,
di kampung, di desa atau seluruhnya
di sini, tak ada yang akan marah
semua orang dipaksa ramah
menerima aturan kebijakan
pemodal dijaminkan keamanan
kekuasaan dan kenyamanan
di hari jadi, semua semakin menjadi
jadi seperti apa?
jadi diprivatisasi, jadi dimonopoli
jadi ikut kontestasi politik
berkuasa lagi, lagi dan lagi
-yfs-