Jakarta Pusat Derita
Di Jakarta tidak ada Senin atau Selasa. Kalender mencatat semua tanggal hitam sebagai peringatan perang. Orang-orang di KRL angkat tangan desak-desakan. Buruh-buruh buru-buru tiarap di hadapan pencakar langit. Anak SMP pakai uang bayaran buku yang kurang ceban buat beli kain putih; tanda menyerah. Mengenakan kemeja putih pudar warnanya dengan kancing tak lengkap, ia bawa kain itu, dari Pasar Tanah Abang ke rumah buat tutupi jasad kedua orangtuanya.
Rabu, Kamis, hingga Jumat, semua orang kangen rumah atau bisa dibilang rindu pada masa kecil di mana belum lahir anjing melolong tiap malam di dalam kepala melebarkan waktu juga kesunyian dan kecemasan masa depan.
Sabtu-Minggu, badan capek kami gagal membedakan weekend dan weakened. Lagi pula pekan tiada akhir. Kami sibuk menabung derita tetes demi tetes sebagai bekal mengadu nasib: “Kamu masih mending, lah aku…”
Kaum mendang-mending menyingkir dulu. Jokowi* sedang memindahkan pusat pemerintahan ke ibu kota baru. tersisa Jakarta kini pusat penderitaan.
*Nama ini dapat diganti dengan satu nama paling menyebalkan dalam hidupmu.
Jakarta, 2023.
Setelah Mendengarkan “Stay with Me”*
Memeluknya adalah merengkuh badai; duri terus tumbuh dari pinggangnya, cuaca sedang tidak baik, satu-satunya perahu yang kau miliki patah. Segalanya rumit, tidak lagi sesederhana menenggelamkan kepalanya di bahumu.
Kau tangkup air yang tumpah dari matanya, satu tangan. Satu tangan. Tangan yang lain, kau gunakan bertepuk, sebelah tangan. Sebelah tangan.
“Tetap di sini,” katanya. Memang anjing! Kalian tahu, kau mencintainya, dan cinta sepihak sama artinya dengan kepasrahan disakiti oleh seseorang yang bahkan tidak memberimu air susu dan merawatmu sedari kecil.
Ada seseorang di sana, yang bukan dirimu. Duduk di ranjang kamarnya, menyanyikan lagu kalian, kau hanya seorang tamu di luar pintu.
나의 두 눈을 감으면
떠오르는 그 눈동자
자꾸 가슴이 시려서
잊혀지길 바랬어*
Lampu-lampu jalan seperti baru direndam air laut. Asinnya sampai juga di pipi. Buram dan menyesatkan. Tiba waktunya berbelok di persimpangan: bertahan atau melanjutkan. Kau menepi, kau—entah menunggu siapa—melamun di pinggir jurang. Orang terakhir akan jatuh bersamamu.
가슴은 뛰고 있어
여전히 널 보고 있어
자꾸만 숨이 막혀서
아직은 멀리에서
너를 지켜보고 싶어
내가 또 왜 이러는지*
Kau lama berkawan dengan kata, “jatuh.” Jatuh hati, salah satunya. Kau tahu betul setelah jatuh ada patah. Kau belum siap bahkan dengan pengalaman terluka seperti hubungan kalian selama ini.
*”Stay with Me” adalah lagu yang dinyanyikan Park Chan-yeol dan Punch, salah satu lagu pembuka drama Korea “Goblin.”
Karawang, 2023.
78:8
Pernyataan cinta itu
Mengupas lapis-lapis dirimu
Kau ingin mengangguk
Seperti Toshi kepada Kubo saat ditanya,
“Anata wa sakkaa ga suki desu ka?”
“Setiap saat, bayang selalu hadir menerpa
walau pikiranku selalu dipenuhi kebohongan”*
Lagu itu, sebelum peluit panjang wasit
Juga sebuah gol dari angin dan kaki kiri
Menutup laga panjang
Kau mau-mau saja andai
Seluruh kisah cintamu merupakan pertandingan sepakbola
Yang dihantui mendiang kapten,
“Aku sayang kamu”
“Aku sayang kamu”
“Aku sayang kamu”
Dalam hati kau ulang kalimat itu
Memeriksa adakah tanda tanya di sana
Kau—sebenarnya—hanya tinggal bilang,
“Aku juga.”
Titik
Hanya, kau keburu membayangkan
seorang kafir bertanya pada Rasul
mengenai hari kiamat:
“Wakholaqnaakum azwaajaa”
Entah kalian diciptakan sepasang atau tidak
Kau sedang memerankan adegan bagian paling sedihnya.
*Lagu pembuka “Aoki Densetsu Shoot” bahasa Indonesia.
Karawang, 2023.
Dengan Menyebut Nama Garurumon
Kita ini apa?
Kau pilih lambang persahabatannya Yamato
Maka, kupasrahkan kau dalam pengawasan Garurumon
Sebentar, sebentar saja
Aku mau sebentar
“Nyalakan api pertempuran”*
Seseorang bisa berangkat begitu saja, kemudian pulang sebagai pahlawan bila yang ia hadapi sepanjang jalan adalah kesepian-kesepian.
Aku pahlawan yang bangkit itu
Yang diserukan Ade Basuki:
“Seluruh bumi menjadi surga yang kosong
akan kami bebaskan dengan tangan ini”*
Camkan perkataanku ini,
“Kau akan kesulitan melakukan chou shinka.**”
Tanpa sahabat dan persahabatan.
*Lirik lagu pembuka “Digimon 02” versi bahasa Indonesia.
**Berevelolusi.
Karawang, 2023.
Memelihara Agumon
Mengasah rindu yang telah tumpul
Pasangan kekasih berjanji saling benci:
“Aku pesan KFC,” kata salah satu dari mereka
“Aku makan di kaki lima,” balas yang lain
Mereka mainkan drama usang itu
Satu belok kiri
Satu menikung tajam ke kanan
Kita menonton sambil haru
Sambil menawar berapa
Potong baju bisa ditukar uang gaji
Sambil membayangkan apa
Menu makan siang sekaligus sarapan
Sambil mengingat di mana
Kita kubur mayat kita sendiri
Kisah cinta terbaik tidak semulus
Jalan-jalan aspal yang dibangun
Dari….
(Kau bisa menyimpan kata kemiskinan di sana, atau Jokowi. Tapi kita terlalu akrab dengan kemiskinan sampai lupa pernah memilikinya).
Televisi Anyir Darah
Kita hirup
Bersama kolusi, polusi, juga polisi
Dan tentara bersenjata
Pasangan kekasih itu
Tahu kapan harus berhenti
Kita tidak
Kita merawat dendam
Seperti memelihara Agumon
Di Tamagotchi imitasi
Mainan Bandai tapi Cina
Kepada benda-benda kita
Yang sudah terlalu Cina
Kita bertanya:
“Bagian mana pada diri kita yang minoritas?”
“Masih,” jawab Agumon.
“Barangkali iblis menelusup lama dalam kemeja,” kata kakek-nenek kita. Kita sudah terlalu terbiasa dengan dongeng itu sampai lupa: sebenarnya mana yang bukan iblis?
Lampu neon berbaris memanjang
Di bawah jembatan gantung
Seorang anak sedang memainkan Tamagotchi
Agumon telah tumbuh
Dewasa
Kita berdoa pada Tuhan yang mana
Semoga si anak tidak lekas dewasa
Lekas terbunuh cinta
Berkali-kali
Seperti kita, bukan?
Karawang, 2022.
Merayakan Jakarta
Tenggelam telapak tangan kita
Merogoh kocek di saku celana
Untuk rayakan jatuh cinta
Di Jakarta
Selembar uang tunai, beberapa koin
Bismillahi tawakkaltu
Undangan melayang ke alamat satu-satu
Rasa masakan Ibu dan masa lalu
Tidak masuk daftar
Di sini, logo Starbucks lebih hijau dari rumput tetangga
Me-mejahijau-kan lidah kita
Sedari hari pertama di Jakarta.
Jakarta, 2023.
Hikayat Abidin
Kepada Ahmad Farid
Tiba masanya
Kau petik senar
Pohon anggur merah.
Gelas bertukar bibir
Dari jabat tangan ke tangan.
Tiba masanya
Kita dendangkan “Sayidan”.
“Mari sini berkumpul kawan!”
Katamu.
Tidak ada sahutan
Suaramu membentur tembok kenyataan.
Di baliknya cuma masa lalu.
Tiba masanya
Kita berseru:
“Satu-satunya Orang Tua baik hati
cuma di botol ini!
Yang dijanjikan Kitab Suci
mengaliri sungai-sungai surga.
Bukan Amien Rais
apalagi
Fadli Zon.”
Akan tiba masanya
10 ribu pertama
Setelah wabah ini usai.
Masa pandemi, 2020.
Pelajaran Mengeja
|Ini buku Budi|
Sebelum orang-orang marah membakar perpustakaan. Api merembet cepat jadi apa? Apa yang berbahaya dari buku bergambar pulau-pulau Nusantara selain sampul merahnya?
|Ini rumah Budi|
Sebelum ruang bermain direbut tambang, tidak ada tempat bersenang-senang lain selain gedung parlemen.
|Ini Bapak Budi|
Sebelum si Bapak memindah tujuan pulang ke pabrik. Budi mencari perhatian bapak lain. Sayang, “Bapak sedang meninjau bebek-bebek. Tidak bisa diganggu. Datang lagi lain kali, jangan bergerombol, perwakilan saja.”
Lalu, Bu guru bahasa Indonesia memberi tiga pertanyaan esai:
1. Kenapa knalpot motor anak muda berbunyi nyaring?
|Sesuatu harus lebih nyaring dari sesuatu yang lain, Bu guru|
2. Apa yang lebih nyaring dari suara knalpot?
|Suara perut lapar, Bu guru. Barangkali karena itu, protes dilawan ledakan. Tangan kiri menonjok langit dilawan pentungan|
3. Siapa presiden kita?
|Bapak sedang meninjau bebek-bebek. Tidak bisa diganggu. Datang lagi lain kali, jangan bergerombol, perwakilan saja|
Karawang, 2019.