Hangat-hangat ini, di Purwakarta lagi rame banget festival musik yang cancel atau reschedule dengan berbagai alasan such as kuota tiket belum target, perizinan, dan drama-drama dana tiket yang dibawa kabur.
Terlepas dari berhasil atau enggaknya festival musik di Purwakarta, saya lebih tertarik bahas soal hubungan kerja antara promotor (yang biasanya bekerja sebagai EO inti yang telah berbadan hukum) dengan pekerja harian lepas (yang menjadi ranting-ranting dari EO inti)
Pasal 50 UU Ketenagakerjaann menjelaskan,
“Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pemberi kerja dan pekerja”
Selanjutnya, Pasal 51 ayat 1 UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “Perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan atau secara tertulis“
Adapun syarat sahnya perjanjian kerja berdasarkan Pasal 52 adalah apabila perjanjian kerja dibuat atas dasar (i) Kesepakatan kedua belah pihak; (ii) Kemampuan; (iii) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan (iv) Pekerjaan tidak bertentangan hukum.
Kemudian dalam pasal 1 angka 15 juga dijelaskan bawha hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja yang memenuhi unsur: (i) Adanya perintah; (ii) Adanya upah; (iii) Adanya perintah.
Hal tadi agaknya patut diperhatikan betul oleh para pekerja yang diajak promotor untuk ikut serta suatu kegiatan. Oleh karena itu, dalam membuat perjanjian kerja kawan-kawan perlu memertimbangkan hal-hal ini dalam perjanjian kerja:
- Ruang lingkup pekerjaan/jobdesk;
- Waktu kerja;
- Nominal Upah termasuk reimbursement;
- Tenggat pembayaran upah;
Terkait dengan hal-hal penting dalam perjanjian kerja di atas, kawan-kawan yang terlibat dalam proses event perlu menyepakati soal ruang lingkup pekerjaan terlebih dahulu. Kalian perlu memastikan apa saja kewajiban kalian, termasuk waktu kerja dan target waktu untuk menyelesaikan pekerjaan..
Kemudian pengupahan, hal ini sering dianggap tabu, bisa jadi karena calon pekerja sering merasa tidak enak membicarakan upah di awal. Namun jika pemberi kerja tidak membicarakan upah di awal perbincangan, kalian berhak untuk menanyakan dan memastikan sistem pengupahan ini.
Jika tidak disepakati di awal, persoalan ini akan menjadi bola salju yang akan semakin besar dan berbahaya dalam hubungan kerja tersebut. Termasuk kewajiban pemberi kerja untuk melakukan pembayaran, sering kali dalam pekerjaan semacam ini diberikan upah pada akhir acara. Namun, bagaimana jika acara gagal atau event tidak terlaksana? Maka dari itu, ada baiknya juga menyiapkan kesepakatan yang dibuat dengan probabilitas lain, dengan mencantumkan resiko dan kemungkinan yang merugikan. Sebab bagi pekerja harian lepas, kalian sudah mulai bekerja jauh hari sebelum acara.
Tanpa kalian sadari, meskipun bekerja di rumah dan tidak diharuskan ke kantor, setiap harinya kalian akan meluangkan waktu, membeli kopi gula aren, membakar rokok atau liquid vape, menghabiskan kuota internet, dan tentu saja makan. Ini yang perlu kalian perhitungkan sebagai bagian upah dan dibicarakan dengan kemampuan pemberi kerja.
Berdasarkan Pasal 18 PP Pengupahan, pemberi kerja wajib membayar upah pada waktu yang telah diperjanjikan antara pemberi kerja dan pekerja. Sehingga buat kawan-kawan yang terlibat dalam proses event baik yang berhasil maupun dibatalkan kalian berhak mendapatkan upah.