Buah Mangga

Kakek Sarmidi berusia 85 tahun. Tubuhnya seperti kayu lapuk. Ragam penyakit mulai dari paru-paru sampai diabetes bersarang di tubuhnya. Dalam tiga tahun terakhir ia telah menjadi begitu payah. Kamarnya telah berbau aroma kematian. Kakek Sarmidi pun siap menyongsong mati kapan saja. Semangat hidupnya kian hari kian merosot. Tak ada lagi yang menarik baginya dari kehidupan ini. Tapi beberapa hari terakhir, air muka Kakek Sarmidi nampak riang. Ia sering berdoa agar diberi waktu sedikit lagi untuk mencicipi kehidupan ini. Kerap kali pandangannya selalu tertuju pada buah Mangga di pekarangan depan rumahnya yang mulai berbuah lebat.

“Mansur, Bapak mau buah mangga itu.” Ia menunjuk pohon mangga kepada anaknya, namun sebenarnya anak yang menjaganya bukan Mansur tapi Adam.

“Belum matang Pak. Masih kecil-kecil buahnya juga,” jawab Adam.

“Iya, tapi nanti kalau matang Bapak mau mangga itu,” katanya dengan napas terengah, “bapak gak mau mati dulu sebelum bisa makan mangga itu.”

“Iya Pak. nanti kalau sudah matang Adam ambilin buat Bapak.”

Ingatan Kakek Sarmidi mundur pada lima tahun ke belakang saat istrinya tercinta masih hidup. Sebelum pohon Mangga ini menjulang yang tumbuh adalah rambutan aceh yang berbuah lebat tiap musimnya. Menjadi kesenangan buat cucu-cucunya tiap kali main untuk memanjat dan menikmati buahnya. Namun suatu ketika hujan lebat disertai angin kencang menumbangkan pohon rambutan itu. Dengan sedih dan terpaksa Kakek Sarmidi mengayunkan kapaknya. Beberapa hari kemudian Istrinya membeli pohon mangga dari penjual keliling dan bersama-sama mereka menanam mangga itu. Penjualnya mengatakan bahwa mangga itu adalah jenis mangga thailand yang rasanya manis sekali. Istrinya rajin menyiram buah mangga itu tiap pagi dan sore.

Belum menggigit buah thailand yang ditanamnya, istri kakek Sarmidi itu keburu dijemput malaikat maut. Kini Kakek Sarmidi punya sesuatu yang bisa ia tunggu untuk menambah sedikit arti hidupnya. Saban hari matanya yang telah rabun jauh menatapi buah mangga itu dengan rasa penuh harap. Salah satu doa Kakek Sarmidi adalah semoga umurnya masih cukup untuk merasakan mangga itu.

Sebulan kemudian anaknya memetik buah mangga yang cukup tua. Dan kakek Sarmidi menyimpannya di laci nakasnya. Tiga hari berselang Kakek Sarmidi terbangun dari tidurnya, malam amat sunyi. Kakek yang sudah memiliki sembilan cucu itu teringat dengan mangganya. Ia mengambil mangga dan pisau yang telah ia siapkan jauh-jauh hari. Mangga itu tersembunyi dibungkus kertas koran dan saat menyentuh kulit buah itu Kakek Sarmidi bisa merasakan bahwa tekstur buah mangganya sudah lunak.

Dengan tangan gemetar Kakek Sarmidi segera mengupas buah mangga thailand itu dan memakannya perlahan. Dalam bayangannya semula ia menyangka bahwa buah mangga itu rasanya akan sangat manis. Namun harapannya runtuh seketika saat daging buah itu menempel di lidahnya. Rasa asam yang sangat menyerang matanya hingga terpejam dan menarik kulitnya yang sudah kendor jadi makin lisut.

Kecewa yang dirasa Kakek Sarmidi amat dalam. Ingin rasanya ia merobek lehernya dengan pisau yang ia pegang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Author

  • Lahir di Subang, 2 Maret 1994. Sekarang tinggal di Karawang. Seorang cowok sendu yang suka anime, suka melamun sambil memerhatikan berubahnya bentuk awan. Suka jalan-jalan sendiri~

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like