Twin Flame II: Antar Negara

“Aku mau telepon kamu, apa ada waktu?” pesan WhatsApp dari Edwin membuatku mengernyitkan kening.

“Oke, silakan, anytime,” jawabku

Tumben banget Edwin minta waktu untuk berbicara denganku. Setahuku cowok itu sibuk luar biasa. Ya, aku juga sibuk sih, apalagi ini November 2025, aku kebagian banyak projek pemerintah.

Riwayat pertemananku dengan Edwin tergolong lama dan bisa awet selama 8 tahun ini. Padahal jarak dan waktu memisahkan kami. Selama kurun waktu itu, baru dua kali kami bertemu dalam suasana keramaian di Jakarta. Kami hanya sedikit punya waktu berbicara secara langsung, tak ada yang istimewa.

“Aku mau bikin perhitungan sama cowok itu karena sudah merebut tunanganku di Jakarta!” kata Edwin di sebrang telepon.

Aku menangkap amarah dari nada suaranya, persis seperti suara tawon ketika sarangnya diganggu. Aku juga kaget saat dia bicara tentang tunangannya. Seingatku dia belum pernah bercerita kalau ia sudah punya tunangan.

“Jangan gegabah, Edwin! Nanti kamu sendiri yang rugi. Masih banyak perempuan cantik di luar sana!” Kataku di telpon supaya Edwin bisa menahan diri dan berpikir jernih.

Semenjak itu sikap Edwin jadi berubah kepadaku. Ada rayuan yang terselip manis setiap kali kami berkomunikasi via WhatsApp. Rayuan yang membuatku tersipu malu, tapi sekaligus menerbitkan rasa heran, Edwin ini kenapa, ya?

Edwin adalah warga negara Italia. Ia seorang diplomat yang sering mengunjungi berbagai negara, Indonesia salah satunya.

Lain ladang lain belalang, begitu istilahnya, budaya Barat yang mengakar kuat dalam diri Edwin begitu berbeda dengan budaya Timur yang menjalar bersama urat nadiku.

Ucapan melalui telepon atau text messagehoney‘ atau emoji ‘love‘ mungkin biasa di kalangan orang Italia, biasa diucapkan kalau sudah merasa dekat relationship-nya. Walaupun baru sebatas hubungan persahabatan. Kata love atau honey belum tentu menandakan mereka jatuh cinta sama kita.

Aku sendiri menepis kemungkinan kalau Edwin jatuh cinta padaku. Di jari manisnya terselip sebuah cincin, entah ikatan dengan siapa?

Setiap kali aku tanyakan ke Edwin selalu menjawab “Bagus aja pakai cincin,” jawaban seperti kadang bikin aku bingung dan agak galau juga.

Menghadapi kondisi seperti itu justru membuat aku berusaha keras menjaga hati aku supaya tidak terluka lagi. Tetap fokus mencintai diri dan menghargai diriku sendiri. Aku masih bersandar persahabatan yang sudah terjalin harus tetap terjaga dengan baik.

Aku mau telepon, apa ada waktu?” Seketika notifikasi nada khusus HP-ku berbunyi. Terbaca text message itu.

Edwin mau bicara denganku? pikirku dalam hati.

Ini Minggu, day off untuk Edwin. Aku segera membalasnya “Boleh.

“Aku mau ke Jakarta bulan Agustus ini. Banyak yang ingin aku bicarakan secara langsung sama kamu!” suara Edwin di telepon terdengar jelas dan singkat.

“Oke, aku tunggu!”

Masih 3 bulan lagi dari sekarang, pikirku. Bukan waktu yang panjang untuk menunggu kedatangan Edwin. Hari berlalu begitu cepat, tanpa terasa sudah memasuki bulan Agustus 2025, lembaran kalender dinding baru aja aku sobek.

“Aku berangkat dari Milan sore ini, transit di Turki sebelum ke Indonesia.” begitu pesan dari Edwin.

Be careful ya!” Balasku.

Aku berdoa dalam hati, meminta perlindungan Tuhan untuk perjalanan jauh Edwin. Ada rasa sedikit kawatir dan happy di dalam hati aku menjelang kedatangan Edwin ke Indonesia.

Namun Edwin ternyata sibuk sekali selama di Jakarta. Entah apa kesibukannya, atau mungkin sibuk dengan beragam perempuan yang pernah dekat dengannya selama tinggal di Indonesia. Sikapnya juga sudah mulai berubah. Pesanku di balasnya lama sekali. Di kirim hari ini, di jawabnya besok pagi.

Janji-janji manis yang Edwin tebar kepadaku hanyalah janji. Katanya ia akan membelikanku buket bunga, jalan ke PIK, renang bersama dan lain-lain.

Ditambah lagi situasi Jakarta yang tidak kondusif berhari-hari membuat aku agak kawatir untuk menemui Edwin. Solusi untuk Edwin datang ke Purwakarta ketemu aku ternyata tidak direspons dengan baik.

Batas kesabaran aku sudah habis. Perteman selama 8 tahun dengan Edwin hanya persahabatan semu antar negara. Aku benci Iaki-laki yang mengabaikan aku dan tidak menghargai ketulusan dan kebaikan hati aku selama ini dalam menjaga persahabatan selama ini.

“Baik-baiklah Edwin dengan tunangan atau pacar kamu, dan jangan curhat lagi tentang mereka ke aku. I do not care!

Itu adalah pesan terakhir yang aku kirimkan untuk Edwin.

Aku tak mau lagi menjalin persahabatan semu antar negara. Edwin itu egois, hanya intens mengirim pesan saat masih di Italia saja. Setelah di Jakarta, sepertinya enggak peduli dan enggak ada niat untuk ketemu aku. Silaturahmi dengan Edwin masih tetap aku jaga sebatas teman biasa aja. Tidak akan ada lagi persabatan semu antar negara.

Sayup-sayup terdengar lagu Ariel Noah di seberang jalan. Aku sibak tirai jendela. Giva sedang bersenandung,

Engkau bukaaanlah segalaku

Bukan tempat tuk hentikan langkahku 

Usai sudah, semua berlalu 

Biar hujan menghapus jejakmu.

Lagu itu selaras dengan rasa kecewaku.

Author

  • Donna

    Aktif menyuarakan bahwa perempuan punya hak yang sama dengan laki-laki untuk maju berkembang menguasai dunia.

Aktif menyuarakan bahwa perempuan punya hak yang sama dengan laki-laki untuk maju berkembang menguasai dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like