Rangkuman Huru-Hara Negara Paling NPD Sedunia

Halo, Dek.

Sebelumnya, Minpang minta maaf dulu karena tentu za dalam waktu-waktu genting seperti kemarin Minpang dan kawan-kawan harus turut bersama teman-teman. Energi betulan terkuras habis karena melihat ketidakadilan muncul di depan mata. Padahal dalam sistem pemerintahan yang demokratis, suara rakyat adalah modal utama dalam pengambilan kebijakan. Kemudian tentu saja demonstrasi yang berlangsung masif di beberapa kota di Indonesia akhir-akhir ini bukanlah demonstrasi kosongan. Ah, lagian mana ada sih demonstrasi kosongan?!

Rakyat membawa aspirasi, memikul keresahan kolektif, berteriak soal kesialannya menjadi WNI, menuntut 17+8 poin yang bahkan belum mencakup seluruh kepedihan. Namun bahkan sampai detik ini, pemerintah tetap nyaman dengan ketololannya.

Padahal, tuntutan 17+8 adalah jalan lurus mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Alangkah bijaksananya apabila pemerintah bersedia memenuhi tuntutan rakyat tersebut. Namun seperti kita semua tahu, para pemegang keputusan itu memang bodoh sebodoh-bodohnya.

Tanpa bermaksud menghina seluruh influencer yang menjadi “pengeras suara” dengan menghimpun tuntutan dan membawanya ke depan DPR secara langsung, ada kekecewaan semacam,

“Apakah harus influencer yang membawa tuntutan itu, baru akan diterima?”

Faktanya kita semua tahu bahwa kemarahan kita bukanlah barang baru. Sejak 2019 rakyat sudah terbakar, dipicu RKUHP dan revisi UU KPK, yang diyakini (dan memang) upaya terang-terangan melemahkan lembaga antikorupsi. Tahun itu pula pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya memicu bara solidaritas yang meluas, berujung pada kriminalisasi aparat di Papua sampai pemblokiran akses internet.

Di sepertiga malam tahun 2022, masyarakat dikejutkan dengan kemunculan Omnibus Law.

Di tengah pandemi 2021, rakyat tetap turun ke jalan menolak Omnibus Law sambil menuntut penurunan harga sembako, minyak, PPN, hingga reforma agraria.

Lalu 2022, pemerintah kembali memancing amarah lewat kenaikan harga BBM, wacana penundaan pemilu, dan gosip tiga periode yang, ya… alasan yang cukup untuk kita respons dengan,

Cuih!”

Belum selesai tuntutan, 2023 masyarakat kembali turun ke jalan memprotes pengesahan KUHP baru yang agaknya berupaya mempersempit ruang demokrasi: pasal penghinaan presiden. Kawan-kawan agraria dan lingkungan pun turut meminta pemerintah menghentikan nafsunya mengeruk SDA dengan dalih pimbinginin. 

Menjelang pilpres 2024, negara menambah daftar kemarahan WNI dengan disahkannya putusan MK yang mengubah syarat usia minimal capres-cawapres sehingga, sang ahli kimia kita, yang mampu menjadikan asam sulfat sebagai nutrisi balita akhirnya bisa dicalonkan mendampingi lawan politik bapaknya, the one and only, Prabowo Subianto.

Memasuki 2025, peristiwa yang dipicu kemarahan masyarakat karena para dewan bermanja-manja terus berlagak dirinya selebritis yang bebas ngomong sekenanya di medsos. Sedangkan pada saat yang bersamaan, rakyat berdesak-desakan dalam antrean lapangan kerja, melihat nasib pahit balita Raya, wacana pajak naik, dan harga kebutuhan yang melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi~

Di antara semua itu, ada satu fakta yang Minpang dapatkan waktu mengobrol dengan ojol-ojol di Stasiun Pasar Senen. Ojol yang ikut demo di malam tewasnya Affan Kurniawan justru harus disuspend.

Lihat? negara tidak hanya gagal melindungi, tapi memeras tenagamu dan membiarkanmu mati kelaparan sampai belulang.

Sejarah mencatat bahwa pemerintahan yang tak mendengar aspirasi rakyatnya selalu berakhir dengan buruk. Bisa dirunut daftarnya dari Revolusi Prancis sampai kejatuhan Sri Lanka yang bangkrut, gagal membayar utang, biaya hidup yang tinggi, dan kekurangan bahan pangan. Hm, seperti familiar dengan suasana itu. 

Rakyat sebetulnya punya alasan yang cukup untuk kemudian membangun negaranya sendiri-sendiri. Ya setiap meter adalah negara begitu, yang nanti kalau abu rokok kita kena negara tetangga, kita bisa langsung berperang dengan saling melakukan diplomasi dengan cara botram. 

Di tengah sesak itu, industri rokok kretek terbaik di zamannya akhirnya harus gulung tikar. Pabrik-pabrik yang dulu menyerap tenaga kerja di kota kecil dan desa kini tutup satu demi satu. Alasannya sesimple: pemerintah terus menaikkan pajak rokok tanpa memikirkan dampaknya bagi buruh linting dan petani tembakau.

Di satu sisi, negara memajang jargon pengendalian tembakau biar selaras dengan FYP masyarakatnya yang lagi doyan hidup sehat dan nge-gym. Di sisi lain, rokok ilegal muncul di pasar-pasar gelap seperti masa depan negara. Heu. Kemudian seperti biasa, negara kehilangan pendapatan, rakyat kehilangan pekerjaan, dan industri tradisional yang jadi identitas lokal hancur.

Duh, tiba-tiba Minpang ingat pabrik Bata:( sedih sekali rasanya.

Satu per satu simbol industri yang pernah jadi kebanggaan rakyat kecil tumbang. Kenangannya pun tumbang dan setiap kali itu terjadi, pemerintah selalu punya dalih efisiensi, penyesuaian pasar, atau mengikuti perkembangan zaman (baca: digitalisasi). Padahal intinya sesederhana mereka gagal menciptakan ekosistem ekonomi yang berpihak pada rakyat.

Kenapa sih gak pernah jujur bilang, “Kami nggak mampu”? Se-NPD itu, kah?

Ironi makin lengkap ketika Prabowo, si bapak gemoy berulang kali tampil di depan kamera, mengulang mantra yang sama:

“Indonesia akan baik-baik saja.

Persis seperti dokter gigi yang bilang “Gak sakit kok” sebelum mencabut gigi geraham tanpa bius. Mantap. Sekali denial tetap denial.

Pertanyaannya pada akhirnya adalah,

“Bagaimana apabila pemerintah mengabaikan tuntutan rakyat 17+8 ini? Haruskah kita turun lagi?” atau “Haruskah mulai hidup di dunia Roblox saja?’

Ya tentu saja badai perlawanan akan semakin membesar, tapi hal-hal seperti ini mesti dipertimbangkan juga mengingat pemerintahan kita sudah terkenal dengan kebebalannya. Mengabaikan tuntutan rakyat juga berarti menolak aspirasi rakyat dan menutup pintu dialog.

Resiko jangka panjangnya terlalu buruk untuk dibayangkan. Aparat yang makin refresif, jatuhnya korban dan bukan tidak mungkin kentut saja dilarang. Ya meskipun begitu, sejarah negeri ini sudah membuktikan lewat 1998 bahwa tekad rakyat selalu menang melawan pemerintah.

Jadi ya sudah, mulai sekarang, yang beragama Islam, rajin-rajinlah tahajud. Supaya gak kebobolan di sepertiga malam lagi. Huft. 

Minpang di sini~

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like