Kalau restu orang DPR gak didapat, minimal dapat kedaulatan dong!
Yang Seharusnya Kita Lakukan 1 Mei

Tahun 2025, saya Mayday kembali. Bawaan saya lebih banyak karena saya menambah koyo, balsem, minyak kayu putih, dan paramex tentu za. Bukan soal tua tapi, karena saya kan masih muda tentu za. Muda, rentan, dan menyebalkan tea kan~
Jadi, tahun ini saya tentu tidak bisa memakai sepatu boots heels hitam seperti yang biasa saya pakai kalau aksi di Bandung karena lari saya sudah gak sekencang itu sih pangpangna mah. Heu. Masih dengan kaos hitam polos, celana hijau dari blok M, dan sepatu endorse dari kantor, berangkatlah saya. Eh tapi gak bawa poster!
Sebetulnya untuk poster, saya sudah siapin, tapi di sekitar saya gak ada tukang print yang buka, jadi ya udah lah nanti aja. BTW, ini poster buatan saya. Sangat tidak artsy tapi ya udah gakpapa, untuk semua perempuan yang mengalami sakit mens! Penderita kista, miom, dan PCOS yang sakitnya seringkali dibilang lebay, berlebihan, dan pura-pura. Sip. Fakuy lah kalian yang menganggap remeh.

Ada sedihnya, karena teman-teman Kamisan yang dulu bareng sama saya gak ikut. Padahal ceuk aing mah ngilu weh Jon, dagang Indomie rebus di ditu. Ada senangnya, karena saya bareng sama Egi, teman SD saya, dan teman-teman muda yang lain.
Tapi, karena saya baru kikieuan lagi, saya tentu punya banyak hal yang mau diomongin. Mulai dari hal-hal gak penting, sampai hal-hal gak penting lainnya.
Orang tuh Ngapain sih Demo-Demo Gitu?
“Orang tuh ngapain sih demo-demo gitu? Emang ada hasilnya apa?! Cuma bikin macet doang, ngerusak fasilitas! Kalau mau bersuara ya jangan ngerusak dong,” kira-kira begitu lah
Ya kalau saya lagi malas, saya akan jawab: “Gabut weh rek naon sih libur ge.” tapi kalau saya sedang tak malas, akan berakhir jadi obrolan susurungut atau status panjang yang isinya tulisan gerutu semua.
Minimal begini balasan gerutuan saya,
You’ll never understand until it happens to you. Gimana mau tahu kalau kamu aja gak baca buku? Kamu gak pernah terlibat minimal melihat perjuangan orang-orang yang tanahnya diambil tiba-tiba, kamu gak pernah tahu gimana ngerinya diteror polisi, kamu gak pernah tahu gimana sakitnya kalau sesimple mau bikin KTP aja kita harus berkali-kali nahan lapar karena ongkos yang harus dibayar da orang desa jeung kecamatan teh barolos wae anjir! kudu bulak-balik teuing baraha kali!
Gimana mau tahu kalau mainmu aja ke mall melulu? gimana mau tahu kalau masa gabutmu kamu isi sama hangout hedon terus? gimana mau tahu faktanya kalau kamu aja gak pernah merasakan hal yang sama kayak mereka? yang anak-anaknya mati di lubang galian tambang, yang pasangannya TKI dan gak bisa pulang ke negeri sendiri, even yang already viral pun masih no justice. Gimana mau tahu faktanya kalau kamu gak pernah baca sastra, sejarah, dan blablabla?!
Di dunia ini banyak orang yang mau ngahuap ge hese! Gajian kendor, lembur teu dibayar! Mungkin buat orang kayak kamu itu gak masalah karena kalau uangmu kurang mungkin masih bisa minta tolong sama orang tua dan kamu bisa mengerahkan semua privilegesmu dari manapun itu. Tapi kan gak semua orang hidup dengan privileges, ba*i!
Ujung-ujungnya apa? Ujung-ujungnya kamu akan bersyukur, kamu akan bilang ke dirimu sendiri (atau bahkan ke orang lain) untuk “Iya yah, makanya tuh harus bersyukur.”
Lalu sirnalah kepekaanmu untuk sadar kalau lembur yang gak dibayar tuh salah, kamu akan bilang “Segitu juga bersyukur masih ada yang mau mempekerjakan, lihat tuh PHK di mana-mana, lihat tuh orang mah susah cari kerja.”
Hilanglah itu akalmu untuk sadar kalau orang miskin gak bisa akses rumah sakit tuh ya salah pemerintah, untuk sadar kalau orang miskin gak bisa makan tuh ya salah pemerintah. Kamu akan ngomong “Ya itu mah biarin aja kan ada bapaknya. Kenapa miskin terus marah-marah ke pemerintah? Salah sendiri.”
Hilanglah akalmu buat sadar kalau orang yang meninggal karena ngegeleng lubang jalan dalam kondisi sadar itu salah pemerintah! Hilang akalmu buat sadar kalau orang yang bunuh diri sekeluarga karena gak kebeli beras itu salah pemerintah!
Kamu sebut dirimu orang yang lebih paham agama, lebih kenal Tuhan, lebih pandai bersyukur, tapi tetanggamu yang bingung bayar seragam anaknya aja kamu diamkan?! Kamu sebut dirimu orang yang lebih paham agama, lebih kenal Tuhan, lebih pandai bersyukur, tapi kamu biarin saudaramu yang sedang menahan lapar ngeliatin kamu dan saudaramu yang lain kulineran? Kamu sebut dirimu orang yang lebih paham agama, lebih kenal Tuhan, lebih pandai bersyukur, tapi saudara sesama manusiamu memperjuangkan hak-haknya lalu kamu bilang itu?
Berapa banyak sih kerusakan yang disebabkan gerombol pendemo (pendemo ya, bukan pericuh) dibanding yang negara ambil dari kita?! Wei mikir dong!
Ya begitulah kiranya isi status Whatsapp saya kalau nyang-nyang nyeng-nyong. And, funfact! Tolong, ya. Tempat-tempat seperti ini adalah tempat yang baik untuk berjejaring dengan orang yang memiliki musuh yang sama, in a positive way. Iya, ini hari buruh, tapi teman-teman yang concern sama lingkungan juga datang, kok. Orasi, kok. Dari mahasiswa, pelajar, petani, media, teman-teman feminis, teman-teman literasi, musisi, seniman, rakyat semuanya.
Kita sering menganggap perjuangan kaum-kaum tertentu cuma milik mereka-mereka aja. Meskipun ya memang begitu, semua orang akan memperjuangkan kelompoknya sendiri, tapi kalau untuk kesejahteraan dan keadilan bersama lewat jalan yang bener ya kenapa enggak?!
Bersuara baik-baik gimana?! Tahu gak kenapa akhirnya orang-orang juga banyak yang turun ke jalan? Kalau bisa nerima kritik dari suara-suara baik ya kenapa suara-suaranya harus mental di jalan?
Tips Demo untuk Usia Otw Kepala 3 (Arin masih 26 tapi)
- Untuk yang rentan pegal dan mabokan di jalan: siapkan koyo, minyak kayu putih, balsam, paramex.
- Biar gak panas: handbody,
- Biar terhindar dari chaos kalau ricuh dll.: pakai masker, kacamata hitam, dan pasta gigi.
- Jangan lupa bawa makanan, karena wayahna euy biasanya suka jauh ti tukang dagang, dan siapkan cash.
- Pakai sepatu yang nyaman dipakai lari, jangan ribet-ribet bajunya. Jangan pakai baju yang bikin kamu gampang diciriin. Asli, deh. Gak ricuh aja polisi mah suka asal nangkap, apalagi pas ricuh demo gitu. Pers juga suka seenaknya dipukulin dan dirusak kan, kameranya?
- Tandai temanmu. Lihat sekelilingmu. Gak lucu kalau kamu orang Karawang malah kebawa pulang ke rombongan Serang. Aing eta mah:(
Demo = Hajatan Rakyat
Demo kemarin berakhir ricuh. Padahal sebelumnya demo berjalan lancar, lho. Saya dikenalin ke banyak teman perempuan sama Egi. Tentu saja berkenalan adalah momen paling menyenangkan dalam setiap pertemuan.
Entah, rasanya selalu menggebu-gebu saja. Rasanya ingin segera bikin agenda collab bareng atau apa kek bikin negara baru gitu? hm meni.
Sama seperti undangan pernikahan, undangan syukuran khitan, atau pertemuan lain, Mayday tuh lebarannya para buruh gitu deh. Demo lain juga sama. Makanya biasanya, circlenya itu beririsan. Sebab seniman pasti peka sama kondisi sosial, petani dan buruh ya mereka juga menyuarakan haknya, teman-teman lingkungan, media independent, aktivis perempuan. Itulah alasan kenapa 1312 gak cuma digaungkan sama beberapa kelompok doang, tapi banyak kelompok. Balik lagi, karena musuhnya sama. Kepentingannya beda, tapi musuhnya sama. Meskipun setiap hari bisa ngelawan dari berbagai lini, tapi ya pas ada waktunya turun ke jalan ya gaskeun!
Makanya (buat saya yang seenaknya ini) sebetulnya enak banget lihat orang itu benaran seniman atau bukan. Seniman itu biasanya peka sama kesetaraan, pasti bakal mendukung kesetaraan, pasti akan marah kalau lingkungan dirusak juga, pasti gak akan ngerokok di dekat anak-anak juga karena dia sadar hak bernapas dengan lega adalah hak anak-anak, pasti akan mendukung penyelesaian pelecehan dan kekerasan seksual, pasti gak akan ngomong sakit jiwa ke orang yang jelas-jelas lagi pengobatan ke psikiater. Kalau misalkan kamu ketemu seniman apapun itu tapi masih suka seksis, suka ngomongin badan perempuan, suka bercanda kotor, berarti eta mah lain sih ceuk urang mah.
Soalnya gak sedikit juga yang ikut-ikutan demo tapi hanya ingin ngeriricuh saja, gak sedikit yang bergerak tapi di dalamnya cari korban untuk mereka bersenang-senang aja, ingat. Gak sedikit tangan kiri mengepal tangan kanan membungkam kalau kata Bandung Bergerak mah. Yoi.
Terus yang gak ikut demo berarti gak protes juga dong? Ya enggak juga, lah. Aya nu teu boga ongkos, aya nu teu libur, aya nu ulaheun ngiluan ku perusahaanna. Nah, hal-hal yang kaya gitu lah yang perlu disuarakan. Kenapa kok bisa sampai gak punya ongkos? kok bisa gak boleh ikutan Mayday sama perusahaannya (padahal dia off)?
Catatan Mayday 2025
Sebelum saya ke cerita, ada banyak tuntutan di Mayday kemarin sebetulnya, diantaranya ya mencabut Omnibus Law Cipta Kerja, Konvensi ILO 188, dan hapus sistem kerja outsourcing. Yang tentu saja, banyak terjadi juga di sekitar saya sistem kerja outsourcing yang gini deh: bayangin ya. Kamu kerja bertahun-tahun, tapi once ketika kamu berhenti, kamu gak akan dapat pesangon apapun. Jenjang karier juga gak jelas, kadang upah juga dipotong-potong.
Mengenai Konvensi ILO 188 juga. Baru-baru ini, pekerjaan saya membawa saya ke tengah laut yang cukup bikin saya takut dan bosan karena benar-benar kosong dan sepi saja (karena tidak bisa merokok juga. Gak tahu kalau bisa merokok, sepertinya saya gak mau pulang). Setelah itu, saya jadi mengingat tulisan-tulisan di Vice dan Project Multatuli. Bahwa banyak nelayan yang tidur bareng dengan ikan tangkapan. Harus menahan bau amis, dan engap. Saya gak bisa bayangkan, sakitnya ke hidung dan kepala seperti apa. Harus menahan lapar, kekurangan air, lalu gimana kalau kedinginan coba? Nelayan kita tuh banyak yang belum sejahtera dan ILO 188 hadir untuk memastikan mereka bekerja dengan aman dan pulang-pulang bisa bawa uang untuk keluarganya. Tahu, gak? Di dalam tulisan Vice atau Multatuli itu ya saya lupa, ada satu nelayan yang bilang, kalau ada teman nelayan yang meninggal (karena kelaparan atau kena penyakit apa gitu yang didapat di perjalanan), itu tuh sangat mungkin untuk jasadnya dibuang ke laut:'( Kebayang gak, sih?
Ya sudah, intinya itu salah dua tuntutannya.
Pukul 7.40 saya menuju ke tol Karawang Timur. Dengan kaos polos hitam, lalu saya bertemu Adit dan Adele, kawan dari Unsika. Tak lama, saya bertemu Egi, kamerad kita semua cenah. (Perlu disebut teman SD juga gak, sih?)
Saya banyak dikenalkan juga sama Egi ke teman-teman Kasbi. Ada yang menarik. Saya baru tahu di Kasbi, ada kelas orasi dan simulasi persidangan gitu. Menarik, deh. Mungkin nanti one day bisa kali ya kelas feminis juga ada simulasi-simulasi gitu. Dan, sepertinya penting juga sih training/seminar ruang aman untuk di lingkup pabrik, karena banyak juga kasus pelecehan yang di Karawang.
Yang ingin saya sampaikan saat ini adalah,
“Arra, lihat deh. Ini teteh-teteh pabrik.”
Sudah begitu saja.
Mayday dimeriahkan oleh beberapa musisi Indie yang… eh jujur, deh. Agak kesal sama The Jansen, itu kasihan Bunda yang teriak di Mokom minta untuk musiknya berhenti da udah chaos atuh. Banyak anak-anak juga. Lainna eureun. Da ini tuh momen Mayday, momennya teman-teman buruh, coba kamu hargai sedikit minimal agar massa bisa sedikit lebih tenang dan mudah dikondisikan, gak berlarian panik, coy. Asli.
Dan, seperti demo-demo sebelumnya, saya selalu terpencar apalagi ketika sudah berangsur-angsur ricuh karena badan saya kecil, cenderung tidak terlihat, dan sialan juga si Egi karena tasnya dititipin ke saya. Saya lalu berjalan mundur, lalu maju lagi, karena mobil sudah berjalan cepat, sedangkan barikade polisi terus-terusan melempar water canon dan saling lempar-lemparan lagi sama anak-anak kelompok mana ya gak tahu.
Ya untungnya ada Bri. Hehe peace, Bestie. Maaf ngerepotin tapi ya gak repotin gak Arin dong. Ya kurang lebih saya dan Brian berjalan-berlari-berjalan lagi sampai saya ketemu orang yang saya kira Openg. Ya, saya ikutin dong. Gak tahunya bukan Openg:)
Di situ saya sudah berpikir “Ah! Geus lah aing balik ka SCBD we!” karena saya pesimis gak bisa nemuin siapa-siapa. Apalagi sudah gak kepikiran HP. Tapi, ya itu lah.
Yang saya khawatirkan adalah, saya gak mau ketangkap dan ditahan. Saya gak mau ditangkap dan digebugin, apalagi dengan kondisi chaos seperti itu, biasanya baju coklat akan membabi buta gak jelas mukulin siapa aja yang lari.
Di bagian Jakarta yang lain, Prabowo menggelar hajat gengannya sendiri. Merangkul beberapa kelompok lain untuk bernyanyi bersama Tipe-X dan Wali. Entahlah, sepertinya Prabowo ingin juga sing along lagu Wali yang gini,
“Ibu-ibu bapak-bapak siapa yang punya anak bilang akuuuu~”
Kesimpulan
Lantas, apa yang harusnya dilakukan di 1 Mei?
Cukup sederhana. Tidak bertanya beberapa pertanyaan seperti,
“Ngapain sih demo? Emang ada gunanya?”
“Dikasih makan gratis, dong?!” (aduh please, bayar bis aja sendiri) rasanya ingin saya balas gini aja: Yuk ikut tahun depan!
Minimal kalau gak ikut berjuang di garis manapun, gak usah berpikir buruk, lah. Kalau kita gak seperjuangan ya udah gak usah memunculkan prasangka seolah-olah yang demo tuh gak bawa apa-apa. Penderitaan yang dirasain orang-orang tuh bisa jadi lo rasain besok, dan ketika lo gak ngerasain itu bukan berarti lo bisa menihilkan itu.
Leave a Comment