Dedi Mulyadi, mantan Bupati Purwakarta, memutuskan mencalonkan diri dalam Pilkada Jabar 2024 sebagai bakal calon gubernur (bacagub), berpasangan dengan Erwan Setiawan sebagai bakal calon wakil gubernur (bacawagub). Mereka didukung oleh partai-partai besar seperti Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, dan PSI.
Sebagai bacagub, Dedi Mulyadi menyoroti salah satu masalah besar di Jawa Barat, yaitu kesulitan akses air bersih. Dalam kesempatan bertemu awak media, ia membahas penyebab sulitnya mendapatkan air bersih serta solusi yang ia tawarkan.[1]
Menurut Dedi, minimnya prasarana teknologi dan kurangnya pendataan terintegrasi dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, desa, hingga RT-RW menjadi penyebab utama. Selama ia menjabat sebagai Bupati Purwakarta, pemda melakukan investasi besar di perusahaan daerah air minum, membeli berbagai sumber air dari gunung, memanfaatkan teknologi yang memadai, dan menyalurkan air bersih ke desa-desa yang membutuhkan berdasarkan data yang akurat.
Dedi juga menyoroti pentingnya kebersihan sanitasi, terutama terkait kebiasaan masyarakat yang masih sering Buang Air Besar (BAB) di tempat terbuka seperti sawah dan saluran air.
Mengonsumsi air yang tercemar dapat berdampak serius, salah satunya infeksi parasit yang menyerang saluran pencernaan. Infeksi ini dapat menyebabkan stunting pada anak, yaitu gangguan pertumbuhan akibat kurangnya nutrisi.
Akses air bersih sangat penting untuk mewujudkan kehidupan yang sehat dan pertumbuhan anak-anak yang optimal di Jawa Barat. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pandangan Dedi mengenai masalah ini.
Luputnya Narasi Kerusakan Alam
Dedi Mulyadi lebih banyak menyoroti masalah teknis, seperti prasarana teknologi, pendataan, dan kebiasaan BAB sembarangan, tanpa membahas masalah yang lebih mendasar — kerusakan alam yang menjadi akar dari krisis air bersih. Ada beberapa faktor yang menyebabkan krisis air bersih, antara lain:[2]
1. Kekeringan
Kekeringan mengurangi stok air dari berbagai sumber alami seperti sungai, waduk, dan air tanah. Saat air semakin langka, kualitasnya menurun akibat kontaminasi tanah dan limbah. Penyebab utama kekeringan ini sering kali adalah emisi gas rumah kaca dari kendaraan bermotor dan cerobong asap industri.
2. Penebangan Liar
Penebangan pohon secara liar mengurangi daerah resapan air. Saat hujan, tanah yang kehilangan akar-akar pohon tidak mampu menyerap air dengan baik, menyebabkan air mengalir ke permukaan dan bercampur dengan tanah, sehingga tidak layak digunakan. Dalam kondisi ekstrem, ini bisa menyebabkan banjir bandang.
3. Penyalahgunaan Sumber Air
Penyalahgunaan sumber air, seperti pengambilan air tanah berlebihan di wilayah pesisir, menyebabkan stok air tanah habis dan air laut masuk ke lapisan tanah, membuat air tidak layak konsumsi.
4. Industri
Limbah industri, terutama dari sektor tekstil, kertas, dan makanan, mencemari lingkungan. Sebagai contoh, dalam industri tekstil, limbah cair dari proses pewarnaan pakaian seringkali dibuang ke sungai, merusak ekosistem dan kualitas air.
5. Aspek Budaya
Kebiasaan konsumsi berlebihan masyarakat menghasilkan limbah yang menumpuk di sungai dan laut, menyebabkan pencemaran air. Mikroplastik dari limbah ini sangat berbahaya bagi kesehatan.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa masalah air bersih utamanya bersumber dari kerusakan alam akibat ulah manusia, baik oleh perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam maupun masyarakat yang kurang sadar akan pentingnya menjaga keseimbangan ekologi.
Apakah Dedi Mulyadi sanggup menghentikan proyek pembukaan lahan dengan menebang pohon atas nama pembangunan nasional? Apakah ia mampu menolak pemberian IUKI (Izin Usaha Kawasan Industri) untuk industri lintas kabupaten yang menjanjikan investasi besar dan lapangan kerja?
Redaksi meragukan kemampuan Dedi Mulyadi untuk menghadapi tantangan tersebut, mengingat kebijakan di Indonesia bersifat hierarkis dan lintas sektoral. Gubernur memang bisa menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub), tetapi kebijakan tersebut harus sejalan dengan arahan dari pusat. Selain itu, kekuatan lobi pengusaha yang sering kali merusak lingkungan sangat kuat di negara ini.
Belum lagi, kesadaran masyarakat untuk membatasi konsumsi dan mengurangi limbah plastik masih rendah, yang turut mempengaruhi kualitas air.
Untuk mewujudkan akses air bersih yang luas, diperlukan kehendak politik dari pusat dan daerah, baik di tingkat legislatif maupun eksekutif, serta partisipasi masyarakat sipil. Masalah ini tidak bisa hanya diharapkan pada satu sosok: Dedi Mulyadi.
Referensi: