Siapakah yang layak memimpin Konoha setelah wafatnya Naruto? Mari simak tinjauan seorang Direktur Analisa, Riset & Pengembanga Nyimpang Institute, Faizol Yuhri a.k.a Pepi Harahap a.k.a Bambang Soedjojono.
Kematian Naruto, cepat atau lambat pasti terjadi. Bukankah semua yang bernyawa pada akhirnya akan tiada?
Firasat kematian Naruto ditunjukkan di panel terakhir chapter 51 Boruto, ketika ia mengakses jurus terakhir Kyuubi. Disebut terakhir karena konsekuensinya kematian. Kita tahu, dalam universe Naruto ada istilah jurus terlarang. Jurus yang efeknya dahsyat, ke pengguna maupun lawan pengguna. Bahkan sampai membawa kematian. Misal, Kisho Tensei-nya nenek Chiyo, Shiki Fujin, C0 Deidara, dan yang paling epik: Gerbang Kedelapan-nya guru Guy.
Namun, kita juga tahu, semua pemimpin (termasuk presiden) keras kepala. Susah dibilangin. Padahal Kurama sudah wanti-wanti. Kurang apa sih Kurama? Hubungan mereka sedekat laut dan pantai lho. Alias sohib banget.
Kurama saja tidak didengar, apalagi penduduk Konoha yang demo berjilid-jilid, dari aksi damai sampai aksi #pembangkangansipil. Susah sih kalau punya pemimpin didikan oligarki-nya Tsunade Senju (satu-satunya pemimpin perempuan, plus cucu dari pendiri bangsa desa kesatuan Konoha).
Kematian Naruto adalah kesempatan bagus buat penduduk Konoha. Terutama buat ninja-ninja biasa veteran perang dunia yang tidak mendapat lampu sorot sebelumnya. Jangan sampai yang memimpin Konoha lagi-lagi dari lingkaran itu-itu saja.
Kegagalan Naruto dalam memimpin Konoha, paling utama adalah karena ia masuk dalam lingkaran oligarki elit Konoha. Ia muridnya Kakashi. Kakashi berkawan dengan dengan Obito, seorang ninja dari keluarga terpandang. Kakashi kemudian jadi Hokage menggantikan Tsunade. Naruto juga muridnya Jiraiya, veteran perang sekaligus sastrawan ternama. Novelnya, Icha Icha Paradise, paling laris senegara Api. Kanonisasi banget kan? Jiraiya dekat dengan Tsunade, cucu founding father Konoha, dan Orochimaru, eks oposisi Konoha yang pernah memimpin pemberontakan. Di usia belia, lewat jejaring Jiraiya, Naruto dikenalkan dengan Tsunade. Tsunade pernah jual marga keluarganya untuk dipakai main judi. Untung dia tidak jual saham Indosat.
Ingat juga, konco akrabnya Naruto: Sasuke. Satu-satunya pewaris Uchiha (keluarga eksil yang identik dengan warna merah), pemilik Rinnegan terakhir, dan penerus darah Indra. Privilese banget.
Pergaulan dengan lingkaran oligarki ini membuat Naruto keras kepala dan tidak mau dengar pendapat orang lain. Hampir di segala peristiwa. Apa kamu ingat, Naruto kabur dari tempat persembunyian pas perang dunia ninja keempat. Padahal ratusan ribu orang mengerahkan jiwa raga demi melindungi dua
Jinchuuriki terakhir. Semoga kita tidak diberi pemimpin keras kepala seperti Naruto. Amiin.
Ke depan, kalau Naruto beneran mati, Konoha wajib memilih pemimpin yang jauh dari lingkaran elit. Konoha harus berbenah dan menyiapkan pemimpin pengganti Naruto. Ingat peristiwa chapter 1 Boruto? Di situ ditunjukkan Konoha yang hancur lebur. Lalu Kawaki, di depan Boruto dewasa, memberi isyarat kalau Naruto sudah tewas. Entah karena apa. Jangan sampai peristiwa itu terjadi! Amit amit jabang bayi!
Dear penduduk Konoha, berikut, rekomendasi calon Konoha versi Nyimpang.com, semoga bisa dipertimbangkan:
- Tidak selalu harus kuat, asal dikelilingi dan mengendalikan orang kuat
Pemimpin tidak selalu harus datang dari medan perang. Ingat Danzo? Kurang kuat apa dia? Mengendalikan Anbu Root, salah satu unsur militer terkuat se-Konoha. Punya banyak mata Sharingan. Tapi apakah Konoha di bawah kepemimpinannya sudah sejahtera? Di masa Danzo, Naruto masih makan ramen. Itu salah satu bukti rezim Danzo tidak membawa kesejahteraan.
Tapi bukan berarti pemimpin wajib datang dari golongan “sipil”. Lihat rezim Kakashi. Konoha jalan di tempat. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari pemimpin yang rajin baca novel dan hobi ngomong “saya prihatin?”. Untung Kakashi tidak main musik. Untung.
Calon pemimpin selanjutnya harus punya modal: menaklukan orang kuat tanpa harus berkelahi. Dan yang paling penting ahli dalam manajemen.
Naruto punya modal ini. Kelihatannya Boruto juga. Ingat, Pain dan Obito pernah disadarkan Naruto di tengah-tengah pertarungan. Kurangnya, Naruto tidak ahli dalam manajemen. Apa hebatnya pemimpin yang jago ngomong tapi tidak pintar mengelola potensi? Konoha tidak butuh Hokage yang masuk gorong-gorong sambil bilang: ini jalan ninjaku!
- Bebas dari Lingkaran Oligarki
Pemimpin Konoha selanjutnya harus bebas dari seluruh lingkaran oligarki. Tanpa kecuali. Dia bukan orang Hyuuga yang rasis, juga keluarga konglomerat Nara yang punya hutan pribadi, ia, minimal, harus seperti Sakura Haruno. Haruno bukan klan keluarga elit. Haruno adalah nama orang biasa. Namun apakah Sakura Haruno pantas? Saat ini tidak. Sakura saat ini, biar bagaimanapun, sudah jadi bagian dari lingkaran elit Konoha.
Ingat juga, Naruto lahir dari rahim oligarki. Bapaknya, Minato seorang Hokage Keempat. Ibunya, seorang Jinchuuriki Kyuubi.
Asal kalian tahu, semua Hokage yang pernah menjabat adalah bagian dari lingkaran oligarki. Hashirama Senju, founding father Konoha. Pemimpin klan Senju yang darahnya terhubung langsung dengan ayah seluruh ninjutsu: Hagoromo. Reinkarnasi Ashura.
Hokage kedua, Tobirama Senju. Adik dari Hashirama. Jenius (semua orang juga tahu, ia jenius karena memperoleh akses pendidikan lebih baik dari ninja seangkatannya, lagi-lagi privilese). Ia punya tiga murid, dua di antaranya jadi Hokage.
Hokage ketiga, Hiruzen Sarutobi. Murid Hokage kedua. Ia kemudian punya tiga murid: Orochimaru, Jiraiya, dan Tsunade. Jiraiya lalu punya murid bernama Minato Namikaze, sang Hokage keempat. Tsunade lalu jadi Hokage kelima.
Danzo Shimura, salah satu murid Hokage kedua, diangkat jadi Hokage sementara. Kakashi Hatake, sang Hokage keenam, adalah murid dari Hokage ketiga. Uzumaki Naruto, Hokage ketujuh, murid dari Hokage keenam, dan Jiraiya.
Ternyata, kolusi dan nepotisme konco-konco elit juga terjadi di Konoha.
- Tidak Gila Pembangunan
Pembangunan penting, tapi bukan segalanya. Seluruh pemimpin, termasuk mungkin para Hokage, berpikir pembangunan adalah segala-galanya. Mereka lupa, gara-gara pembangunan eksploitatif, banyak nyawa gugur. Gara-gara pembangunan yang massif, perang dunia ninja satu, sampai tiga, terjadi. Padahal kalau saja antar desa ninja tidak rakus, para ninja tidak perlu berangkat perang. Cukup membangun desa saja, seperti TNI.
Penyerangan Kyuubi dan Pain Akatsuki ke Konoha harusnya membuka mata Hokage, nyawa rakyat yang terbuang itu sejatinya tidak pernah didengar suaranya. Jangan malah sibuk perang dengan sesama, tapi suara rakyat di bawah sana diabaikan.
- Tidak Punya Beban Masa Lalu
Di awal kepemimpinan Naruto, banyak rakyat teriak. Kok penjahat kemanusiaan seperti Orochimaru dan Kabuto dirangkul kembali. Ditangkap atau diadili pun tidak. Berapa ribu orang korban kejahatan kemanusiaan mereka berdua? Perlukah ibu dari para korban berdiri di depan kantor Konoha tiap hari Kamis? Memangnya ini Indonesia!
Untungnya, baik Kabuto maupun Orochimaru tidak diangkat jadi menteri.
Ke depan, pemimpin Konoha harus bebas dari beban ini. Ia harus berani menangkap Orochimaru, Kabuto, dan konco-konco mereka yang masih tertawa-tawa di luar sana.
Sudah empat itu saja. Cukup. Syarat-syarat lain bisa menyusul.
Siapa kira-kira kandidat yang memenuhi syarat?
Tentu ja, bapak yang satu ini: