Yang di Atas bilang pasal terbaru lebih reformatif daripada yang sebelumnya yang sifatnya lebih ortodoks. Hehe. Pengen ketawa dulu sebelum saya dilaporkan sama pemerintah yang tiba-tiba baca nyimpang.com padahal, saya kan cuma bilang hehe aja. Memang, ada yang salah? Iya deh gue mah napas aja salah.
Saya tuh udah lama gak ngikutin berita-berita gini, tapi isu RKUHP ini udah lama banget, dari tahun 2019 loh. Seusia sama hubungan saya dengan Nicholas Saputra. Hwek.
Tahun 2019 itu lagi aktif-aktifnya Festival Kampung Kota di Tamansari Bandung. kemudian di bulan September udah pada aksi aja kan mahasiswa dan buruh di setiap kota. Yang aksi di Jakarta saya inget tuh ada yang ketangkep di Palmerah, dan baiknya tidak usah disebutkan lah. Hehe.
Demo berakhir ricuh, RKUHP gagal disahkan, ditunda atau lain segala macam apalah. Tahun depannya lagi, September 2020. Beberapa hari sebelum puncak aksi saya lihat di stopan belakang Gedung Sate-Ciliwung itu banyak juga mahasiswa yang demo. Instagram dan lain segala macam udah penuh juga sama Omnibus Law.
Sebagai joki yang saat itu sedang ada proyek dari mahasiswa hukum, saya harus update dong. Saya baca-lah itu Rancangan Omnibus Law meskipun gak semua, tapi ya emang banyak yang ngaco sih. YA GAK SEMUA AJA NGACONYA UDAH PAKE BANGET APALAGI SEMUAAA.
Daaan sampailah di Hari H aksi, yang kebetulan saya offday.
Bersama teman-teman kampus yang waktu itu sudah kerja di media, saya meniatkan diri ke Gedung Sate. Meskipun 1 kontrakan ya tapi berangkatnya masing-masing karena saya telat bangun tentu saja. Koko saya sudah lebih dulu sama teman-teman kampusnya. Teman-teman yang lain sudah duluan karena mereka kerja. Ya udin, saya berangkat sendiri. Yang bilang saya ngegaya doang ikut-ikutan ginian, berarti bukan balad.
Yang jelas, saya menolak kebijakan terkait Omnibus Law dan pasal ngaco di dalamnya. Lagian siapa yang mau terus-terusan jadi pegawai kontrak? Bayangkan, dong. Kalian berpuluh-puluh tahun bekerja jadi pegawai kontrak, tidak punya tunjangan dana pensiun, upah turun karena 1 provinsi disama ratakan, lalu perusahaan bisa kapan saja memecat kamu bahkan H-1 sebelum gajian yang membuat tenagamu 29 hari sebelumnya seolah kamu sedekah tenaga aja secara sukarela.
Keuntungan besar buat yang punya usaha, sedangkan saya kelas pekerja ya rugi bandar dong.
Ya gak mau lah. Mana saat itu kondisinya lagi Covid, keuangan semua orang –setidaknya orang di circle saya krisis, finansial amuradul, bisnis acakadut, cari kerjaan susah, GoJek mahal, asmara payah, ngehe pokoknya.
Pakailah saya baju hitam. Ya awalnya biasalah, orasi, apa lain segala macam. Sejauh itu saya rasa orasinya B aja, maksudnya B aja ya tidak provokatif ya. Gak lama, saya lapar. Jajanlah somay. Oh iya, suasana sejauh itu aman terkendali, sih. Ramai, padat, cuman tertib aja. Sempat ada kekosongan beberapa menit karena adzan. Ya sambil nunggu somay tentu saja ngobrol sama ibu-ibu yang pakai baju PT ngobrol ngalor-ngidul.
Nah saya gak tau ini awal mulanya kenapa tiba-tiba akhirnya muncul saling serang dan tembak-tembakan karena orator sebelumnya bilang kalau ini waktunya Isoma. Otomatis saya gak mempersiapkan diri untuk lari, dong. Tapi pas udah ada suara tembakan, saya ngeburu-buruin tukang somay, lah. Lari ke belakang(posisi saya lumayan depan).
Demonstran dipaksa mundur, barisan polisi terus-terusan ngedorong. Saya lari dikit sambil ngunyah somay.
Nah, saya gak tau itu yang mana duluan lempar-lemparan. Yang jelas ada batu-batu ngelayang ke pihak ‘Ono’ dan psssttt. Duar. Dilemparlah itu gas air mata. Aduh mata saya perih, euy. Udah gitu mobil orasi juga kalang kabut pada mundur. Itu somay yang baru sampe lek-lekan saya muntahin. Pait banget menghirup gas air mata, lebih pahit daripada di-ghosting pas lagi butuh-butuhnya.
Saya muntah dan lihat ke belakang udah banyak yang dipukulin, teman-teman fotografer juga banyak yang diambil kameranya, semuanya lari. Saya juga lari. Gas air mata ditembakin lagi. Semua pendemo buncah ke jalan.
Di tengah-tengah saya lari, saya lebih dulu pake odol ke bawah mata sebelum mata saya jadi lebih-lebih lagi sakitnya. Lalu ada 3 anak SMA minta odol saya. Saya kasih lah. Lari lagi lah kita. Polisi gak berhenti ngejar-ngejar.
Saya gak tahu apakah mereka ngejarnya random, atau memang ngejar orang yang lempar-lempar pakai batu, yang jelas semua yang saya lihat waktu itu, semua yang kena itu langsung dipukul. Makanya saya lari.
Tenggorokan saya langsung gatal, mata perih kaya kecipratan bubuk pedas Indomie. Kami lari pokoknya. Ada yang ke Pusdai, ada yang kayak saya ke Jalan Gagak. Sampai dikejar ke gang-gang pokoknya. Saya milih untuk ngumpet di kamar mandi masjid sampai maghrib.
Menelepon Koko yang terakhir ada di kampus Unisba. Khawatir teman saya itu kenapa-kenapa dan saya pingin minta jemput juga, sih. Saya denger-denger di Unisba parah soalnya.
“Halo, Ko? Di mana?!”
*suara noise* “Ini aku di Gasibu nih aku. Kamu di mana?”
“Kamu lari ke Gasibu?”
“Enggak aku lagi makan dimsum. Nanti aku pulang dikit lagi kamu mau nitip dimsum gak?”
Saya melongo dengan kelakuan anak DPRD ini, saat lagi genting. Bisa-bisanya dia makan dimsum. Ya tapi udahlah. Saya akhirnya pulang sendiri juga.
3 tahun perjuangan pasti sangat menyesakkan kalau ujung-ujungnya ketok palu hari ini. Ujung-ujungnya disuruh gugat ke MK. Ya kalau ada apa-apa disuruh gugat ke MK, terus apa gunanya kalian kerja di DPR?
Mewakili suara siapa? Suara burung? Ciak ciak ciak.
Di tengah-tengah berita duka dan bencana loh ini. Apes banget ya jadi WNI dih.
Disuruh sesuai prosedur? Memangnya kalian bikin rancangan itu sesuai prosedur? Seberapa jauh keterlibatan sipil di sana selain objek untuk ditembaki gas air mata, dikriminalisasi oknum? Jika ada perbedaan pendapat gugat ke MK? Apa kabar tuh kasus Djoko Tjandra? Siapa jadinya yang berwenang menghapus status buronnya di Sistem Keimigrasian? Eh siapa emang beneran nanya.
Malu pakai hukum Belanda? Malu tapi kok isinya kolonial banget, Pak. Mau balik zaman Orba?
Yang masih nanya pasal-pasal bermasalah, kamu nanyea? kamu nanyea? biar aku kasih tau yea.
- Pasal 188 mengatur soal tindak pidana penyebaran atau pengembangan Komunisme/Marxisme-Leninisme. Serius, deh. Saya pernah baca Kekerasan Budaya Pasca 1965 (widih si paling baca) gak deng canda. Eh tapi benar, entah konten yang ada di buku itu, atau buku itu sendiri, intinya saya pernah baca soal buku yang diberangus karena dianggap berhaluan-kiri padahal, buku itu menolak komunisme gitu. Eh gimana sih. Ngerti gak? Ya intinya itu lah. Wkwk. Kan lucu ya. Kok temen bakar temen. Itu yang memberangus buta huruf gak si? Heran deh. Sekarang, menutup jalur masuk ilmu pengetahuan dengan mengatur bacaanmu. Sudah cukup tingkah lakuku diatur-atur tetangga! kapasitas kecerdasanku gak usah kau atur juga!
- Semua pasal yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan, penghinaan, dll. Waduh. Gimana kita bisa tahu seseorang akan tersinggung di batas anu, di batas anu, blau-blau. Lagipula, bukannya ketika siap jadi seseorang yang ‘tampil’ itu harus sudah siap dengan segala kritik ya. Come on. Ada yang lebih penting urgensinya daripada harus membungkam ocehan iseng orang-orang pintar seperti Farid.
- Pasal 263 mengatur tindak pidana penyiaran/penyebarluasan berita/pemberitahuan bohong. Lalu apa gunanya saya punya kementerian yang kerjanya update berita hoax sampe Indomie Ganj* pun ditelusuri itu coba. Kita perlu apresiasi Keminfo loh, sampai hal sereceh itu mereka telusuri loh hoax/tidaknya. Prokprokprok. Kalau gini ceritanya, sama aja kaya saya bikin berita kasus Ferdy Sambo. Sebelum Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka, itu berita gak boleh naik. Sedangkan untuk mempercepat proses hukum, kadang media yang jadi jalan utamanya. Tau sendiri, kan…
- Pasal 264 mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau tidak lengkap. Yah au dah pusing maksudnya apa sih? Ini kan hal yang relatif ya. Berlebih-lebihan menurut ngana belom tentu berlebih-lebihan menurut ana.
- Pasal 411-413 absuuuuuuuurd. fix absuuurd. Meskipun saya bukan pelaku kumpul kebo karena saya mah orang, tapi perhatiin deh. DPR kita bekerja sangat keras sampai ranah privasi ini dipikirkan loh teman-teman. Apresiasi dong. Prokprokprok. Yang salah dalam pasal ini menurut saya? Kalau orang sama-sama dewasa, tinggal bersama sesuai keinginan mereka masing-masing, ya terus? apa?
- Pasal 408-410, melarang orang menawarkan atau menunjukkan alat kontrasepsi/pencegah kehamilan. Aaaa tidak aku tidak mau punya Indomaret! Aku takut anak kecil masuk Indomaretku dan melihat dur*x. Yaampon sejuta melayankk~
- Pasal demonstrasi. Ini yang paling bikin saya pengen masuk ke perut ibu lagi. Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan unjuk rasa atau demonstrasi di jalan umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum atau keonaran bisa dipidana paling lama enam bulan dan denda Rp10 juta.
Lihat? Sebenarnya kita ada di zaman kolonial, orde baru, atau apa? Yakin, RKUHP lebih reformatif? Kalau lebih reformatif, kenapa gak sibuk aja berbenah negeri? Kenapa sibuk urusin hidup orang lain seperti orang-orang di planet Ikilisirmihaietyxmdnhcbjl!?!