Semakin hari, dunia seolah tiada henti melahirkan berbagai inovasi dan penemuan menakjubkan. Tujuannya tak lain untuk memudahkan kehidupan manusia. Belum selesai berdecak kagum karena satu penemuan, sudah muncul penemuan baru. Dengan berbagai penemuan tersebut, manusia sangat terbantu dalam hal efisiensi waktu dan tenaga.
Ya, contoh kecilnya adalah hampir semua aspek kehidupan sudah berbasis daring/online. Belanja online, bayar tagihan online, sekolah online, kerja online, bahkan ojek dan taksi juga sudah online. Mau makan tapi mager? Tinggal pesan di aplikasi, lalu bayar, tak lama berselang makanan datang diantar abang ojol. Mudah, bukan? Dunia dalam genggaman benar-benar terjadi saat ini, bukan hanya sebatas ucapan seperti janji manis doi yang doyan ghosting kamu chuakz.
Tapi, apakah kamu pernah berpikir bagaimana jika segala perkembangan dunia telah mencapai kesempurnaan? Di sini letak permasalahannya. Ketika manusia telah dimanjakan dengan berbagai penemuan dan kecanggihan teknologi, dan dunia telah berada di puncak peradaban, di situlah terjadi sebuah fenomena bernama utopia paradoks.
Utopia paradoks adalah suatu keadaan di mana dunia berada dalam keteraturan dan tanpa kesengsaraan, tapi justru keadaan tersebut yang akan memicu ‘petaka’. Kok bisa? Ya karena teknologi tadi. Semua kesulitan hidup yang dialami manusia masa kini sudah teratasi.
Mungkin saat ini belum sampai puncaknya, tapi gejalanya sudah dapat dirasakan. Contohnya, pelajar dan mahasiswa ketergantungan menggunakan teknologi artificial intelligence (AI). Apa-apa minta bantuan AI. Tanpa disadari, ketergantungan tersebut mengakibatkan berkurangnya kemampuan berpikir kritis. Ya iyalah, orang apa-apa langsung minta bantuan tanpa dipikir dulu dan dipastikan dulu benar atau salahnya.
Kebayang gak sih, gimana kehidupan manusia di masa depan? Mungkin penemuan-penemuannya akan lebih gila dan memanjakan lagi. Bahkan bukan tidak mungkin alat-alat ajaib Doraemon bisa jadi sungguhan. Lalu, hal-hal yang akan menjadi ‘petaka’ adalah dampak yang timbul dari segala kemudahan yang dihasilkan teknologi tersebut. Mungkin di masa depan tidak akan ada lagi interaksi manusia secara langsung dan tatap muka. Segala hal bisa dilakukan sendiri berkat teknologi.
Di masa depan juga sangat mungkin bahwa manusia gak harus mencari ilmu lagi, karena semua ilmu pengetahuan sudah bisa diakses oleh siapa saja. Sayangnya, saya bukanlah time traveler yang bisa mondar-mandir ke masa depan untuk memastikan hal tersebut. Makanya saya pakai kata ‘mungkin’. Tapi walaupun masih dalam imajinasi, saya sudah bisa membayangkan betapa mengerikannya utopia paradoks ini.
Semua pekerjaan digantikan robot, lalu perlahan manusia akan kehilangan kekuatan menopang tubuhnya sendiri. Kaku dan lemah akibat terlalu banyak bersantai ria dan rebahan dimanjakan teknologi. Manusia akan kehilangan esensi. Apa yang diinginkan bisa dengan mudah dicapai, tak ada interaksi sosial, tak ada proses berpikir, tak ada empati, semuanya hilang.
Manusia yang hidup di zaman Utopia tak akan merasakan betapa manisnya mendapatkan hal yang diinginkan dengan usaha sendiri, mereka tak akan merasakan betapa bahagianya bisa tidur nyenyak setelah seharian bekerja atau kuliah, mereka tak akan merasakan jatuh cinta pada pandang pertama di lorong kampus. Ah pokoknya gak asyik dan mengerikan. Hidup di dunia yang sempurna, tapi mendatangkan ‘petaka’.
Saya sudah jelas bukan ilmuwan atau ahli sains yang dapat memberikan data statistik dan analisis mendalam mengenai fenomena ini. Saya hanya mahasiswa semester 4 yang sedang mencari jati diri. Berdasarkan apa yang saya baca dan tonton, kurang lebih seperti pemaparan di ataslah dunia di masa utopia nanti.
Saya hanya bisa berpesan kepada Para Penyimpang sekalian, mumpung dunia masih belum di puncak peradaban, mumpung teknologi belum menguasai hidupmu, maka maksimalkan segala aspek yang ada dalam diri. Kemampuan berpikir, jiwa sosial, memotivasi orang lain seperti editor Nyimpang, public speaking, menulis dan berbahasa, pokoknya segala potensi yang ada dalam dirimu harus digunakan sebaik mungkin.
Adapun teknologi yang berkembang saat ini pergunakanlah dengan bijak dan seperlunya saja. Tuhan telah menjadikan kita sebagai makhluk paling sempurna, masa makhluk sempurna mau sih jadi budak teknologi yang diciptakan manusia sendiri? Pokoknya udah, segitu aja. Cup cup mwah.