URBAN
cinta-cintaan lenyap di ujung gedung tinggi tempat orang-orang tajir menaruh candi
aku masuk ke dalam antrean tol dalam kota yang tak berhenti membunyikan klakson
berisik banget seperti kamu kalau aku bawa kucing masuk
pulang kerja kemudian kita makan bersama di rumah dinas anggota dewan yang baru dilantik
tapi telepon bunyi melulu gak tahu waktu
lalu matamu memotong bawang dan cabai menjadi sambal matah di mangkuk artsy
“Ngeri dimarahin aku,”
dan seluruh anggota keluargamu melirik dan membiarkan kita menjadi canggung
aku gak biasa di ruangan ber-AC
semua yang mahal dan mewah-mewah adalah alergi buatku, semenjak Bapak jatuh bangkrut tapi.
apalagi lift high ground yang seperti naik elf ke Sumedang
kayaknya aku perlu Antimo, deh
TAUBAT
Jakarta katamu menjadi tempat yang baik untuk kita tinggali
sebab kendaraan yang hobi menyerempet satu sama lain membuatku sering istigfar
Papi jadi anggota dewan jauh sebelum promosi, lalu setelahnya kamu bilang,
“Namanya juga jodoh.”
gede rasa juga jadinya padahal pernah gagal
rumah mah di Bandung aja, lah
tukeran sawo sama Nyai Al Falah seru juga
atau nyapa Abah yang lagi moyan
“Moyan itu apa?”
“Astagfirulloh, kamu udah lama di Bandung tapi gak tau moyan?”
“Alhamdulillah, istigfar lagi.”
MONEYLESS
Puisiku jelek banget kaya mbanking gak ada saldonya
Yaiya lah memangnya aku Fufufafa?
Merokok di Ekwiti Tower aja bukan ngopi ke Excelso tapi ke parkiran
Ekwiti bukan Ekwitang
Gak mau aku keluar uang cuma buat ngerokok
Haaa tahu kan cari uang itu susah
“Maaf, Kak. Pembayarannya cuma bisa cashless.”
Astaga. 51 rebu. Nanti yang 49 gak bisa keambil, dong.
“Maaf gak jadi deh, Mbak. Saya moneyless. Eh tapi kalau bayar pakai jabatan bisa?”