Belakangan ini, entah kenapa saya seperti sedang ingin menonton ulang film yang sudah pernah saya tonton, meskipun kerjaan saya memang mengulang-ngulang film. Tapi, rasanya saya ingin menonton film yang dulu saya tonton waktu saya belum bisa berpikir seperti sekarang (singkatnya: can hideng). Alih-alih menulis resensi film, saya justru lebih tertarik mengingat proses saya mengenal sebuah film.
Di Nyimpang, saya juga banyak mengulas film. Mulai dari film genre slasher, film-film tema Holocaust, sampai serial Avatar The Legend of Aang. Saya ingat-ingat lagi, sebelum saya kuliah dan tahu ada matkul yang namanya Apresiasi dan Kritik Film, saya memang suka nonton film. Orang tua saya suka nonton film, dan itu berpengaruh ke saya. Apalagi dulu, kami punya VCD player yang bisa menampung 3 keping CD sekaligus. Beuh. Rasanya selalu ingin cepat-cepat menyelesaikan film biar bisa beli film, dan masukkin keping yang lain ke dalam VCD player itu.
Ultra Disc
Dulu, saya sekolah di Kosambi. Kalau kamu satu domisili dan satu masa dengan saya, kalian pasti tahu di sebelah toko material di samping gang MDA/MTs Al I Anah, ada tempat isi game PS. Nah, di sebelahnya itu ada Ultra Disc. Ultra Disc (dengan bintang di huruf A-nya ini) merupakan gerbang pertama saya berkenalan dengan perfilman duniawi *anjay! Serius.
Saya ingat, kalau pulang sekolah, Mak saya selalu menuntun saya ke Ultra Disc di samping toko pegadaian dan toko isi game PS itu.Yang paling saya ingat, ia menunggu-nunggu film Dukun Lintah. Film yang posternya sangat menakutkan buat saya yang pada saat itu masih usia 5 tahun, dan memorable banget tentu jha.
Saya ingat, dia berkali-kali bulak balik ke Ultra Disc nunggu orang lain balikin ini film. Jadi untuk yang belum tahu, Ultra Disc ini sistemnya sewa gitu, guys. Nah, biar kamu bisa sewa, kamu harus jadi member dulu. Dengan uang waktu itu 5 atau 10rb untuk deposit dan biaya kartunya. Setelah itu, nanti ada paketnya gitu. Untuk 3 film di 2 atau 3 hari, biaya sewanya 10ribu. Nanti semakin banyak sewa, nanti dapet bonus 1 film gratis gitu. Kalau telat ngembaliin ya kita kena denda, perhari 2rb kalau gak salah.
Ultra Disc ini ngehits banget di zamannya karena memang produk yang disewakan ori, jadi gak bikin VCD player cepet rusak dan gak usah effort buat ngabisin kayu putih kalau tiba-tiba kekeresekan.
Yang paling seru adalah ketika kita harus war untuk memperebutkan film rilisan baru. Sebab inget ya, guys. Ini tuh sistemnya sewa. Bisa disewa sampai 7 hari, dan stoknya itu terbatas. Jadi kita harus sabar buat nunggunya kalau-kalau kalah war. Warnya gimana? ya datang lebih awal ke Ultra Discnya sebelum diambil orang xixi. Hal yang kayanya gak pernah bisa saya temuin lagi momennya. Beruntung saya sempat merasakan ini.
Oh iya, sebelum bangkrut, Ultra Disc yang di Kosambi ini pindah ke dekat PLN di Pancawati, karena tempatnya lebih besar dan dunia perfilman emang lagi masyhur-masyhurnya meskipun saya waktu itu gak ngerti kualitas dan muatan filmnya, yang jelas saya menikmati dan merasa terhibur dengan adanya Ultra Disc ini. Cmiw~
Harika Music
Berbeda dengan Mak saya yang suka menonton film, Bapak saya justru lebih suka dengarin musik. Sebelum memasuki era komputer dan tahu ada teknologi canggih yang namanya Winamp, Bapak saya suka ke Harika Music buat beli CD atau VCD musisi favoritnya. Katakanlah Celine Dion, Mariah Carey, atau penyanyi-penyanyi barat yang saya tau cuma selewat-selewat seperti Diana Ross, Lionel Richie, Roxette, dan Gary Moore.
Saya bahkan pernah menjadi Sahabat Peterpan karena Bapak saya belikan album Peterpan, saya dan Eja sering berdebat karena saya gak gitu ingat judul albumnya. Tapi yang saya ingat, terdapat 2 keping CD. Yang 1 adalah 10 video clip Peterpan, yang 1 lagi semacam vlog breaking record tur ke 6 kota dalam waktu berapa hari gitu.
Ya tapi dalam beberapa kesempatan, Bapak saya juga beli VCD film ke Harika Music, dan film horror pertama yang dibeli di Harika Music adalah film Mirror. Yeay!
Kalau kalian tinggal di Karawang, kalian akan ingat Harika Music berada di Mega M. Tepat di pintu masuk samping CFC. Tempatnya ada di sebelah kiri eskalator yang gak jauh dari situ ada Roti Unyil. Ah, rasanya kaya kangen tempat itu dan masa kecil saya. Huhu.
Gak cuma jual kaset, CD, dan VCD aja. Tapi Harika Music juga jual berbagai perlengkapan audio seperti headphone, earphone, MP3 player, dll. FYI, saya juga beli MP3 player pertama di sini (dibeliin sih), saya bahkan ingat lagu yang pertama ada di MP3 itu: Let’s Dance Together-BBB. Astaga! Time flies so fast!
Gorila
Bukan, bukan gorila yang itu. Gorila ini yang ada kurang lebih 8 tahun lalu di Jatinangor, di bawah, dekat Bunga Mas. Jadi, ketika zaman komputer dan laptop sudah menggelora, CD dan VCD sudah sangat jarang digunakan karena semua orang lebih suka nonton film hasil tuker-tukeran dengan teman atau ngambil di folder Warnet. Belum, pada tahun 2012 ke 2015 itu belum zamannya nonton film streaming-an di situs yang banyak iklan kon*** terbangnya.
Tahun 2015, saya tinggal di Jatinangor. Lalu teman saya Titi merekomendasikan sebuah tempat “beli film” di Jatinangor yang namanya Gorila. 1 film dipatok harga 2rb rupiah. FYI, kakak tingkat saya juga ternyata banyak yang beli film ke sini karena pada saat itu, film masih harus kita download, kita cari subtitle dari Lebah Ganteng dan Pein Akatsuki kesayangan kaum rebahaners itu, belum lagi kita harus memastikan internet kampus atau internet kosan stabil supaya gak kepotong. Ingat, jurusan saya ada mata kuliah Apresiasi dan Kritik Film. Kebanyakan film yang dibedah di dalam matkul itu bahkan film jadul yang kami sendiri kesulitan carinya, jadi ya udah lah.
Cara belinya gampang. Tinggal list aja daftar film incaranmu, kasih ke abang-abangnya. Kalau filmnya request-an gitu, biasanya kamu harus nunggu 1-3 hari buat abangnya download. Tapi kalau kamu cuma iseng dan kelewat gak tau film apa yang mau kamu tonton, kamu bisa banget ngantri dan pilih film random aja. Kamu tinggal nunggu giliran buat pake komputer dan colokin flashdisc kamu.
Jadi, Gorila ini tuh tempatnya kaya warnet. Banyak yang ngantri, loh. Buanyak ey bukan main. Ada sekitar 15 komputer mungkin. Di tiap komputer itu ada folder film yang rapi banget. Di dalam folder film itu ada kategori yang disusun berdasarkan genre film. Aaaah, saya inget ngantrinya saat itu.
Nah, barulah setelah marak situs-situs LK21, Idlix, Layarkaca, dan situs-situs lain, saya udah gak pernah main lagi ke Gorila bahkan sampai saat ini.
Kepada Harika Music, Ultra Disc, Gorila, dan semua pemasok film yang saya hormati, terima kasih sudah menjadi andalan Mak-Bapak saya sehingga saya jadi kecipratan senengnya nonton film dan beli CD di masa lalu. Merasa lebih eksklusif aja jadinya. Hm meni.
Saya jadi mengenang proses saya mengenal dan menonton film. Mungkin ada bagian dari masa kecil saya yang memang hilang dan menguap entah ke mana, tapi toh apa yang sering kita lakukan di masa sekarang adalah bagian dari masa lalu yang kita senangi juga. Ternyata memang sesuatu itu gak ujug-ujug, ya.
Melakukan kilas balik ke masa-masa yang jauh di belakang seperti menyusun puzzle yang gambarnya aja saya belum tahu. Tapi setelah ketemu polanya, rasanya memuaskan juga. Huaaak. Ywdh gt aja.