Perdana membahas rencana pelaksanaan proyek pemerintah. Semua yang hadir berjumlah sembilan orang. Mereka berkumpul di rumah Michael sebagai ketua tim. Camilan dan minuman hangat tersedia di meja. Tugas pertama mereka adalah mengumpulkan dan memeriksa kelengkapan dokumen pelaksanaan proyek tersebut.
Donna datang paling akhir, lima menit sebelum rapat dimulai. Dengan penampilan seadanya—tanpa makeup, memakai jaket, jeans, t-shirt, kerudung putih, dan sepatu kets—Donna tetap terlihat cantik dengan perawakan tinggi dan kulit kuning langsatnya. Ia memperkenalkan diri sambil tersenyum, lalu duduk tidak jauh dari Andre. Kehadirannya menarik perhatian semua yang hadir, termasuk Andre. Tatapan mata Andre tidak pernah lepas dari Donna.
Selama rapat, Donna lebih banyak diam, menyimak materi yang disampaikan. Sesekali matanya melirik ke arah Andre, dan ternyata Andre sering kali tertangkap sedang memandang wajah Donna. “Laki-laki itu seperti kagum sama gue,” gumam Donna dalam hati.
Ternyata yang mengagumi Donna bukan hanya Andre. Banyak orang yang terlibat dalam proyek pemerintah itu juga menyukainya. Proyek tersebut terbagi menjadi beberapa kelompok yang tersebar di beberapa lokasi. “Donna jadi selebritas,” kata Ubay. Donna hanya bereaksi biasa, tetap cool dan profesional dalam bekerja.
“Donna, mau diantar Romi pulang?” tanya Soni. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, hari terakhir perencanaan proyek pemerintah. Setelah berminggu-minggu membahasnya dengan detail, proyek akhirnya siap dieksekusi.
“Enggak usah, saya berani pulang sendiri,” jawab Donna. Lokasi rapat terakhir mereka lebih jauh dari biasanya. Andre hanya mengawasi Donna dari kejauhan, dengan wajah khawatir. Namun, ia tidak punya keberanian untuk menawarkan diri mengantarnya pulang. “Perempuan itu mandiri sekali,” gumam Andre dalam hati.
Intensitas pertemuan mereka menumbuhkan rasa saling kagum antara Donna dan Andre. Tanpa disadari, rasa sayang pun mulai merekah secara perlahan. Gerak-gerik Donna selama pembahasan proyek selalu diperhatikan oleh Andre, yang secara tidak sadar juga diawasi oleh Ubay.
H-1 menjelang pelaksanaan proyek di lapangan, kesibukan luar biasa terlihat. Pagi itu, mereka menyiapkan tenda, kursi, meja, papan tulis, sound system, dan lainnya. Cuaca kurang mendukung, gerimis datang perlahan. Meja-meja mulai dihias dengan taplak biru dan renda. Donna dan Rina sigap mengerjakannya, sementara yang lain sibuk mengatur posisi kursi, papan tulis, dan memasang tenda.
“Aku juga mau dong mejanya dihias!” kata Andre.
“Sabar ya, nanti juga kebagian,” jawab Donna. Tak lama berselang, Donna mulai menghias meja Andre. Wajah Andre memerah, terlihat berseri-seri. Posisi mereka sering kali berdekatan, sesekali tangan mereka bersentuhan saat merapikan meja. Seolah dunia hanya milik mereka berdua.
“Sudah jam lima sore, aku mau mandi dulu,” kata Andre.
“Tanggung, selesaikan dulu renda meja Andre!” balas Donna. “Aku juga belum mandi, kok!”
“Tapi aroma badan Donna wangi sekali!” kata Andre.
“Pakai parfum, lah, sebotol!” jawab Donna sambil tertawa. Semua pekerjaan selesai menjelang magrib dengan lancar.
Pagi itu ramai sekali di salah satu lokasi proyek. Segala sesuatu sudah tertata rapi. Tim mengenakan kaos seragam berwarna biru dengan aksen batik, sementara ikat kepala hanya dikenakan oleh laki-laki. Tepat pukul delapan pagi, acara akan dimulai, namun hujan deras tiba-tiba turun. Meja dan kursi digeser karena tenda bocor, membuat lantai sedikit banjir.
“Aku belum sarapan,” kata Andre di sela-sela membersihkan lantai yang licin.
“Loh, kenapa?” tanya Donna. “Ngemil dulu untuk ganjal perut, ya,” katanya sambil menyodorkan sepotong roti manis ke Andre. Tak lama kemudian, hujan berhenti. Kegiatan proyek dilanjutkan dengan lancar. Sepanjang acara, pandangan Andre tak lepas dari Donna. Tatapan itu selalu disambut dengan senyuman manis dari Donna. Seolah Andre tidak rela Donna dimiliki orang lain. Saat Donna berbicara dengan orang lain, wajah Andre terlihat cemburu. Hari yang melelahkan itu pun akhirnya berakhir hingga menjelang subuh.
Tujuh bulan berlalu sejak proyek pemerintah itu selesai. Hubungan Donna dan Andre masih berlanjut, namun komunikasi hanya melalui media sosial. Mereka saling berkabar dan bercerita tentang kegiatan masing-masing. Pertemuan hanya terjadi saat Andre kebetulan lewat di depan rumah Donna dalam perjalanan ke tempat kerja. Ia akan membunyikan klakson dua kali, dan Donna akan membalas dengan senyum dan lambaian tangan. Pola ini berulang-ulang.
Ku kan menghilang jauh darimu
Tak terlihat sehelai rambut pun
Tapi di mana nanti kau terluka
Cari aku… ku ada untukmu…
Self-love dan self-esteem menjadi dasar keputusan Donna untuk mengakhiri komunikasi dengan Andre. Ia mengakhiri hubungan tanpa masa depan. Sebagai perempuan single, Donna sadar bahwa menjalani hubungan dengan pria yang sudah menikah hanya akan merugikannya. Hubungan tanpa status ini hanya membuang waktu.
Andre tidak pernah berani menyatakan perasaannya pada Donna. Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan, termasuk menjaga image sebagai tokoh publik dalam kegiatan keagamaan dan keluarganya. Perlahan, Donna menghilang dari kehidupan Andre dengan pindah ke Italia. Ia berusaha menyembuhkan luka hatinya dan membuka lembaran baru di sana. Tinggallah Andre yang menyesali diri, merasa bersalah karena meremehkan kehadiran Donna selama ini.
Hujan rintik perlahan…
Salju berserakan seperti kapas…
Desember kelabu…
Bersambung…