Tunjangan Sertifikasi Guru yang Nyelekit
“Ya Tuhan, sudah mau berakhir bulan Juni, TPG triwulan 1 masih saja belum cair,” keluh Rima (nama samaran) di grup Forum Guru Sertifikasi Nasional Non ASN di Facebook beberapa jam yang lalu.
Setiap jam, di grup tersebut selalu muncul status baru yang sebagian besar berisi keluhan dan pertanyaan mengapa TPG untuk tahun ini benar-benar lelet. Ya, tentu saja TPG di bawah naungan Kementerian Pendidikan, bukan Kementerian Agama.
Saya sendiri memang sangat heran dengan alur TPG alias Tunjangan Profesi Guru tahun ini. Mengapa sampai akhir TW 2, masih saja TW 1 banyak yang belum cair ke rekening masing-masing guru. Padahal, TPG untuk para guru non-ASN langsung dikucurkan dari APBN. Yang berarti TPG kategori ini memang terpusat.
Apalagi jika kita cermati aturan TPG, memang seharusnya tak ada kendala, misalnya, sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022, disampaikan bahwa
Pencairan TPG TW 1 sinkronisasi data pada tanggal 28 sampai 29 Februari. Adapun untuk pembayaran TW 1 atau triwulan 1 akan dimulai pada bulan Maret. Sedangkan untuk sinkronisasi data TW 2 atau triwulan 2 pada 31 Mei dan pembayarannya akan dimulai pada bulan Juni.
Aturan di atas rupanya meleset dari waktu yang telah ditentukan Mas Menteri Nadiem Makarim, karena sampai bulan Juni hendak menghilang, TW 1 banyak yang belum cair.
Mengapa sampai demikian molornya TPG buat disalurkan kepada guru sebagai haknya coba? Meskipun saya belum jadi menteri tapi saya baik hati, jadi saya coba bantu uraikan poin-poinnya saja ya, Mas Nadiem.
Bergantinya aplikasi Info GTK
Info GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan) yang lama, bertahan sejak sekitar 2014. Aplikasi ini sudah sangat akrab buat guru di bawah kendali Kementerian Pendidikan. Tapi tiba-tiba, mulai masuk tahun 2023, pada bulan Januari, aplikasi lama itu menghilang dari jagat dunia maya, hingga bulan Maret baru aplikasinya dapat diakses, namun dengan wujud dan tata acara yang sangat berbeda. Berkali-kali terjadi booting atau server dalam perbaikan. Berkali-kali juga, validitas guru terhambat. Berkali-kali, sampai sebagian guru malu sendiri, menghubungi dinas sebagai wakil provinsi masing-masing, guna mempercepat validitas di info GTK. Sampai akhirnya, sebagian besar guru non-ASN terlambat dalam memperoleh SK TPG (Surat Keputusan Tunjangan Profesi Guru), yang jelas sangat berpengaruh terhadap keterlambatan guru non-ASN dalam menerima tunjangan.
Pencairan setelah dapat SK TPG sudah bukan 14 Hari lagi
Apesnya, bertungkus-lumus dan berlelah-lelah agar segera dapat SK TPG, eh setelah terbit udah bukan 14 hari lagi waktu pencairannya. Kini bahkan sampai 1 bulan kemudian dana tunjangan yang sangat diharapkan itu baru bisa cair. Itu juga kalau cair, kalau enggak ya … Innalilahi … sabar ya, Para Guru.
Penyeleksian Akurasi Data Guru
Tak dapat dipungkiri memang, lebih-lebih pada sekolah kecil di pelosok negeri, ada penyimpangan data dari seharusnya. Misalnya, data guru yang sudah wafat tetap dapat TPG. Data jam mengajar, juga tak luput disalah gunakan serta data-data lainnya.
Nah, adanya perubahan aplikasi Info GTK tujuannya mau memperbarui data-data yang kurang akurat ini (ya bisa dibilang upgrade lah), sehingga dalam proses validasi ikut juga terhambat secara nasional. Apalagi memang cukup banyak permasalahan lain yang turut membuat masalah TPG ini jadi benang kusut yang sulit diurai. Seperti SDM yang terbatas, atau iklim kerja yang kurang maksimal.
Pemutakhiran data guru memang perlu dilakukan Kementerian Pendidikan, agar para guru benar-benar mendapat TPG sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, seharusnya tidak mengorbankan para guru yang sudah terlayani secara maksimal karena valid. Jadi saya rasa TPG kurang cocok disebut Tunjangan Profesi Guru, malah lebih cocok jadi Tunjangan Prihatin Guru.
Simpul pengurai sebenarnya sudah paten, yaitu adanya pengawas atau penilik yang bertugas sebagai pengoreksi, pembina, pembimbing, pelayan, dan lain-lain di sekolah di mana mereka bertugas. Pengawas ini lah yang lebih paham aura di lapangan, ‘bagaimana kondisi’ sekolah yang ada di bawah kendali mereka. Dengan pengawasan yang melekat, saya rasa validasi guru tak mungkin ibarat benang kusut.
Akhirnya, pemerintah pusat sebagai penanggung jawab TPG yang saat ini carut-marut harus bertindak secara tepat, cepat, dan solutif. Jangan ada anggapan, guru ASN dianak emaskan, namun guru non-ASN dibiarkan terpuruk. Antara ASN dan non-ASN hanya beda gajiannya saja, namun tugas mencerdaskan bangsa antara keduanya sama saja.
Semoga di tahun 2024 nanti, keluhan guru di grup Facebook di atas tak terulang lagi. Aamiin Yaa Alloh.