Tak Ada Hitam dalam Madu dan Kopi

Derap Senyap Senja kala Tuhan membariskan tentara-Nya dititahkan mereka menidurkan mentari bagi yang pengap hari

pexels-anna-tukhfatullina-food-photographerstylist-2633405

Derap Senyap Senja

kala Tuhan membariskan tentara-Nya
dititahkan mereka menidurkan mentari
bagi yang pengap hari
biar ada yang gelap juga
Tuhan pun pula memanggil penyangga rembulan
agar bangun, biar ada terang temaram
di senyap jelang malam

dan hari saat Tuhan memperjalankan semesta
mempertemu kaki dengan pijak letih perbatasan hari,
selepas bunyi-bunyian jadi lirih
entah sepi yang patah
atau derap yang menegur masa
saat jumpaku di antara dua senja kala

baru berdenting arloji
menuntun lemah menderap

bukan dari batu lalu membatu
bukan dari air kemudian beku
dingin menggubah nada derapku
jadi bunyi lagu cinta

selamat datang sekian kali ini
kasih senyap jangkrik dan serdadu derik
biar sempat sampai tempat menumpat catu
membenarkan arah
mengarak senyap
hinggga sepi sunyi terserap di batas senja

Cintamulya, Juni 2018

Tak Ada Hitam dalam Madu dan Kopi

Kalau saja kau faham filsafat,
Kau akan mengerti,
Hitam yang rebah,
Di antara tangis dan tawamu

Maka temukan aku,
Dalam sepi yang teramat tenang,
Yang tak pernah kau jumpai,
Dalam keseharianmu,
Bersama madu

Di dalam ruang yang kau sebut rindu,
Yang telah meresap di dalamnya,
Segala kepahitan,
Melalui sepasi antara kita dan kata,
Ada aku, yang tak henti-hentinya memujamu,
Saat kau minum kopi,
Dan mabuk meracaukan sebuah kata,
Yang kita ketahui sebagai cinta

Sindang Ayu, 17 September 2018

Rembulan Paling Ranum

Bulan memerah saat namamu mulai tumbuh dalam nafasku
bagaikan guguran biji yang datang
menghampiri tanah saat badai menerkam
memunculkan kembali indah yang sempat sekejap layu
dari matamu saat kau menangis

Bulan berenang sendiri, mengarungi langit hitam
melewati pulau-pulau kecil, saat kau tersenyum
dan dari sana aku mencintaimu
kesendirianmu yang meminta malamku lebih panjang
untuk sekedar memuja indahnya langkah katamu

Meski hanya lewat lagu singkat, dengarlah,
lagu yang sengau namun memiliki rasa
lebih indah dari suara melodi harmonika
“aku mengagumi seluruh sisi dan warnamu”

Wahai bulan, kaulah pujaan hati
dari mulai hilal terbit
sampai hilangnya dari peredaran

Lampung Selatan, 8 September 2018

Lahir di Lampung Selatan, 18 Februari 2000. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris UIN Raden Intan Lampung. Suka nulis puisi dan esai serta nonton film. Buku puisinya berjudul Denting Jam Dinding (2019)

Related Post

No comments

Leave a Comment