Pangeran Kecil
Membuatnya seolah mengenal bahasa bintang dan bahasa pasir. Paling terik hanya sejengkal ini hanya monolog bintang mati.
Membuatnya seolah mengenal bahasa bintang dan bahasa pasir. Paling terik hanya sejengkal ini hanya monolog bintang mati.
Puisi ini seakan-akan mengerti apa yang jadi keresahanku, tentang betapa menakutkannya akhir bulan.
Kutang penyair ibukota melulu menghujani alam dengan interupsi yang singkat
Adalah Nama yang Diberikan Ibu pada Anaknya Indonesia adalah nama yang diberikan Ibu kepada anaknyayang kini telah menjadi dewasasetelah menikmati masa kecil bersama raja-raja yang luhursetelah melewati masa remaja bersama para penjajah yang rendahanIa menggeliat, kuatmenjadi dirinya sendiri Indonesia telah tumbuh dewasaIa pengasih kepada semuapenyayang tanpa dendampenyabar terhadap orang-orang jahiltetap bersyukur di antara orang-orang tamak […]
Malam Merindu Rindu hadirmu kujumpai dalam bayangan Yang selalu kau hembuskan pada semilirnya angin malam Kidung nyanyian jiwa pun hanyut Bersama perasaan yang semakin meramu kekuatan rindu Bisik mesra kau labuhkan pada kekuatan sang malam Yang semakin sempurna aku dapatkan bersama mimpi-mimpi saat lena menjemput lelahku Di serambi sunyi aku merindu akan arti sebuah […]
Para Penyimpang, maukah kuceritai tentang sebuah puisi? Bukan puisi unyu tentang cinta, apalagi puisi yang melulu bicara mengenai senja. Bukan, bukan itu, melainkan tentang realitas dalam kehidupan berumah tangga. Inilah dia, Sangkan Paran Pelukan judulnya: Jeng, berapa lama kita tak jumpa? Satu, dua, tiga dasa, Atau telah beratus purnama? Andai esok kita jumpa […]
Rutinitas barangkali tak ada hal baru dalam hidup, seperti mengulang pekerjaan yang sama; membuka mata saat matahari terbit dan pulang ketika mulai terbenam Sepi kusembunyikan jadwal-jadwal dalam kalimat ingin pergi keluar sebab angka-angka dalam kalender adalah tatapan sinis kebudayaan atas peringatan tigapuluh september hingga tak tersisa merah selain darah sementara kukendarai sepeda motor, […]
Riang di Daun yang Rindang Bukan tanpa harapan orang riang tertawa. Melihat pohon tinggi lebat. Siap untuk menuai buah-buah yang sehat. Tertawa menikmati sebat. Topi diletakan pada tukak palu. Ibu mengantar makan sambil membungkuk. Punggung ibu memang bungkuk … Maklum, faktor umur. Bunyi traktor tak henti sampai petang, Budi yang berhitung, 1, 2, dan 3. […]