Hari-hariku sekarang menjadi muram karena tak ada lagi dia dalam hidupku. Mentari yang rajin bawakan air doa itu lebih milih mantannya. Sungguh di luar perkiraan BMKG. Untung sebelumnya aku sudah lebih dulu melakukan survei elektabilitas kelayakan calon ke Mulan. Ya lumayan lah, menghilangkan sepi dan bosan.
1 bulan berikutnya, aku hidup bermalas-malasan. Malas memberikan waktu kepada Mulan, malas mengerjakan tugas, kamar terbengkalai. Padahal, dulunya setiap pagi aku rapikan. Nah sekarang, belum pernah lagi aku rapi-rapi sampai Ibu marah-marah karena ulahku ini.
Apa ini ya yang namanya patah hati terdalam? Apa anak yang seumuranku pernah merasakan seperti ini? Atau hanya aku saja? Tapi, gak seburuk itu juga ah!
2 bulan berikutnya aku sudah mulai terbuka lagi untuk dunia luar meskipun tanpa air doa. yang dulu sangat aku benci karena gak ada air doa itu. 3 bulan kemudian, aku sudah bisa normal lagi walau kadang masih suka keinget lagi sih.
Selepas dari semua itu, aku sudah mulai lagi memperbaiki komunikasi bersama Mulan.
Jam 8 malam, aku mengantar Mulan pulang ke rumah karena hari sudah mulai larut. Pukul 8.45 motorku mati gak tahu kenapa lagi. Tadi memang sempat mati beberapa kali, tapi diselah juga menyala lagi. Kenapa kali ini gak nyala?! Aaargh!
Aku bersama Mulan mendorongnya dengan susah payah, dan sudah pasti ia bete. Padahal, dia dorong juga gak pakai tenaga. Di dalam hati, aku berdoa semoga ada orang baik yang mau membantu kita berdua. Tanpa berselang lama, setelah aku bedoa seperti itu akhirnya ada orang baik yang menawarkan bantuan.
Aku melihat dari raut wajah, gaya bicara yang sudah gak karuan, dan astaga bau mulutnya! Pasti dia habis minum alkohol, deh. Ah tapi gakpapa, lah. Yang waras dan sadar juga belum tentu mau bantu aku.
Aku terpaksa nyetep motor meskipun kakiku itu sudah pegal bukan main karena berjalan sambil mendorong motor.
Setelah orang itu membantu sampai ke warung yang jual bensin eceran, kami akhirnya sampai ke rumahnya. Tapi kabar baiknya, Mulan tertawa bahagia dengan kejadian konyol itu tadi. Padahal, aku kira Mulan akan marah sampai seminggu ke depan.
Apesnya, Bapaknya yang berkumis baplang itu berkacak pinggang di pagar rumah Mulan. Lengkap dengan sarung oranye kotak berisi sebilah pedang atau keris yang siap ditancapkan di kepalaku.
Raut wajah Mulan langsung berubah takut. Aku jadi soak. Belum mengatakan apa-apa, Ayahnya sudah teriaki Mulan
“Masuk kamu!”
Aduh, mampus aku!
Keluh kesah bang regi