Sebagai orang yang diledek Farid sebagai “Si paling kurator seni.” dan “Ngab-Ngab Kebudayaan”, saya tentu jadi terpancing buat selalu ada di barisan paling depan menyaksikan kegiatan kesenian ini. Hm beneran si paling.
Kemarin saya menghadiri pameran tunggalnya Jack Haris Bonandar alias Bang Jek, tapi tentu jha bukan karena ledekan Farid, melainkan ya Bang Jek banyak menginspirasi saya. Sekitar tahun 2018/2019 Yan membantu saya menemui Jojon yang pada saat itu belum Pistol dan masih jualan sarung korek rajutan.
“Jojon lagi di tempat Bang Jek.”
Berangkatlah saya diantar Yan ke Kepuh. Ada semacam rumah gubuk di tengah-tengah padang rumput yang kanan kirinya masih adem karena ada pohon. Beneran enak, loh. Seingat saya siang itu terik dan sama sekali gak kerasa di sekitar galerinya Bang Jek. Jojon dengan gaya indienya yang ngehe duduk di bale bawah pohon sambil menghitung jumlah sarung korek rajutannya itu.
Saya lantas masuk ke gubuk itu dan ternyata isinya lukisan semua, dan keren-keren dooong. Yan bilang, gubuk itu galeri Bang Jek. Waktu itu saya belum tahu siapa Bang Jek, tapi Yan bilang kalau Bang Jek lagi keliling buat Sketsa 1000 Wajah yang ternyata betulan 1000 wajah dia lukis.
4 tahun kemudian, saya kembali ke Karawang dan kun fayakun. Itu galeri udah jadi Saung Kreasi JHB. Jonpis, Yan, dan Yuda yang saat ini menjadi anak-anaknya Bang Jek mengelola ruang itu.
Keprok tarik untuk teman-teman JHB yang selalu menumbuhkan minat baca dan berkarya Akamsar alias anak kampung sekitar dengan mengadakan nobar dan gambar bareng.
Nah, 10 Juni kemarin, Bang Jek mengadakan pameran tunggalnya di Sentiaki Coffee, Cilamaya. Iya, jauh memang. Tapi demi melihat Bang Jek, saya sama Eja pun “Gasss!” karena ya buat saya sama Eja, mendatangi ‘hajat’ seorang seniman adalah hal terbaik yang bisa kami lakukan. Cihuy.
Well, akhirnya sampailah kami di Semrawut-nya Bang Jek!
Pameran bertajuk Semrawut ini merupakan pameran ke-4 Jack Haris Bonandar setelah 2 pameran tunggal sebelumnya sudah ia helat, misal Pameran Gelap (DAS Kopi) dan Sketsa Seribu Wajah (Mega M Karawang), dan 1 lainnya merupakan pameran bersama. Pameran ini turut diisi oleh Yuda nge-rap, Didi bermonolog, dan Jonpis berpwisi. Saya tentu saja bagian nyapu.
Bang Jek yang memang sudah aktif berkesenian sejak 1992 ini mengambil tema Semrawut karena ia merasa,
“Kalau main ekspresionis itu kita bebas sebebas-bebasnya dalam menggurat kuas. Tapi … kesulitannya ya harmoni warna, dan gak bisa kita asal aja mencampurkan warna, kan. Jadi kita itu harus mencampurkan warna yang kontras tapi tetap harmoni, tetap enak dilihat.” begitu jawab Bang Jek dalam sesi artist talk.
Sebelumnya, Bang Jek memang dikenal untuk lukisan-lukisan realisnya. Emang keren banget woy! Setelah itu, Bang Jek ditanya “Dari semua lukisan yang saat ini dipajang, mana lukisan yang prosesnya paling berkesan buat Bang Jek?”
Bang Jek lantas menunjuk sebuah lukisan. Lukisan ekspresionis bertema kenegaraan, ada ornamen merah putih-nya gitu. Bang Jek bilang, lukisan tersebut merupakan pesanan orang ‘istana’, yang sampai saat ini gak diambil-ambil. Bang Jek juga pernah cerita, ia sempat menolak untuk melukis tokoh politik secara langsung di panggung GBK saat berpidato.
Padahal kalau di-iya-in, nominal berapapun tinggal Bang Jek sebutin aja lho, tapi di situ saya salut sama Bang Jek. Tangan kanan idealis, tangan kiri realistis. Begitu katanya. Ya memang, permasalahan seniman kan itu. Makanya, di setiap lukisan pesanan, Bang Jek gak pernah menuliskan namanya (pelukis biasanya memberikan identitas berupa nama di sudut lukisan).
FYI, gak cuma melukis, Bang Jek juga udah nyiptain lagu lho. Bisa kalian dengarin di Spotify dengan judul Asik karya Haris Bonandar! Uhuy!
Yah begitulah jadi seniman teh. Jadi keinget lagu Eja
Menjadi musisi itu sulit, Bung
Seniman tak slalu punya uang
Keluarga-mertua tak mendukung
Pegawai Negeri jadi bandingan
Tapi tentu jha dibalik semua kesedihan dan kesulitan jadi seniman, kubangga pada Bang Jek. Selamat atas pameran Semrawutnya ya Bang Jek!
Comments 1