Pertanyaan “Udah mam belum?” atau “Mau mam di mana?” menurut saya merupakan hal paling tidak etis untuk seseorang yang mengawali debutnya jalan bareng gebetannya. Kenapa? sebab dengan bertanya demikian, arti “hadirmu” untuknya patut dipertanyakan.
Cintanya berarti masih pada tingkatan aku dengan dia aja, yang berarti juga, engkau teh da orang lain di luar diri kita. Berarti, kamu masih menganggap “diri kamu” dan “diri dia” adalah 2 entitas yang berbeda dan masih belum “nyatu”
Sedangkan menurut saya, cinta sunguhan ialah kehadiran aku dengan engkau menjadi kita ~ahay. Mungkin pertanyaan-pertanyaan tadi kalau sekali-dua kali masih oke, cuman kalo kamu keseringan nanya ya jangan heran kalo gebetanmu marah atau tiba-tiba ngebatalin janjinya jalan bareng kamu.
Dalam konteks ini, hadir yang dimaksud adalah kepekaan yaitu sebuah rasa yang tumbuh karena kepedulian, ikatan, dan saling memahami. Intinya, kalau kamu tahu gebetanmu can dahar ti isuk, nya teu kudu ditanya! langsung ajak dahar!
Gabriel Marcel, filsuf dan ngab-ngab artsy dari Perancis ini terkenal karena filsafat eksistensinya terutama soal cinta. Marcel membagi cinta menjadi dua bagian, yaitu cinta faktul dan cinta eksistensial.
Cinta sebagai suatu aktivitas eksistensial, berarti cinta yang lebih mengedepankan pergerakan batin ketimbang pada hal-hal fisik. Gak peduli kamu beli rokok bungkusan ataupun ketengan, aku tetep love denganmu. Tetapi bukan berarti, cinta karena fisik itu gak boleh.
Jujur weh lah, siapa sih yang gak mau punya pasangan yang wow gitu entah itu karena pesonanya, tajir melintir, atau karena dia mirip mbak-mbak editor Nyimpang yang artsy itu? (kata editor ini mah sumpah!!!)
Tapi lantas, kalau enggak juga ya no problemo. Toh, gak semua yang good-looking hatinya baik. Loh, faktanya kan memang begitu. Intinya kita perlu menyadari bahwa cinta fisik atau ceuk si Marcel mah cinta faktual teh masuk ke dalam kategori ruang dan waktu yang bersifat terbatas. Ya iya atuh da mun geus kolot ge sarua ripuh.
Bisa jadi orang yang awalnya kamu pilih adalah orang dengan kekayaan tak terbatas, setelah menikah denganmu ternyata dia bangkrut lalu merintis jadi penulis di Nyimpang.com mungkin aja. Kalo gitu, apa yang bakal kamu lakuin coba? Yakin bisa sabar kalau dibilang “Makan tuh cinta!” tiap ketemu orang?
Tapi emang dasar orang teh bisanya julid doang, ya!
Maksudnya begini, gapapa kamu suka dia karena kegantenganya, karena duitnya, karena dia mirip Kpop Idol. Tapi coba buat gak menjadikan faktor fisik sebagai satu-satunya pertimbangan.
Sehingga kalau nanti amit-amit, ternyata kenapa-kenapa, kamu jadi biasa aja dan gak kaget aja gitu, da semua orang mah pasti punya kekurangan. Kamu gak bisa berharap manusia itu perfect dan gak ada dosa. “Pokoknya yang good-looking mah udah pasti baik!!!” ya enggak dong. Kalau cara berpikirnya gitu, sepertinya hidup akan terasa hambar.
Mengapa? sebab ikatan cinta yang didasarkan pada fisik/faktual semata hanya akan berujung kehampaan. Sedangkan cinta yang diikat oleh cinta eksistensial menitik beratkan pada kehadiran, keterlibatan, ikatan yang pada akhirnya menghasilkan sebuah chemistry yang tidak biasa.
Ikatan yang hanya dapat dipahami oleh seorang yang merasakanya. Rasa yang muncul karena dorongan eksistensial, memungkinkan seseorang dapat bertumbuh bersama-sama dan saling mendampingi di situasi terpuruk sekalipun.
Intinya, kalo kamu jalan dengan seseorang jangan lagi nanya dia mau makan apa? atau makan di mana? Langsung aja sodorin seblak, dijamin gabakal nolak. Heuheu.