Syahduuuu pizzzaaann,,,
Gitu dong saling lempar tulisan dan lempar batu, minimal kalau engga pernah ketemu ya, berbalas tulisan kek. Biar sewaktu ketemu teh engga culak-cilek.
Babak baru literasi Purwakarta, katanya, ai babak lama emang kemana sih? Entahlah toh Sebul yang bilang ini adalah babak baru literasi purwakarta.
Sebul datang di saat literasi sedang sepi-sepinya (maaf, editor gak setuju karena maksud maneh urang teu gawe, kitu?!) mungkin anak-anak literasi sedang mempersiapkan giat-giat pemilu tahun depan.
Ye kaan. Masa sih engga ikut andil, alih-alih kaderisasi yang ada pemanfataan dana.
Ok mengenai Faridisme dan Hadisme. Jujur aku pernah berpelukan mesra mwah dengan keduanya bahkan sampai bertukar air liur -kiw. Maksudku bertukar ide dan gagasan kecil terkait pergerakan literasi di Purwakarta. Aku pernah masuk di Sastra Kopel dan masuk Tim Nyimpang, yang belum sih masuk PP (Pemuda Putin) wkwk.
Kopel dan Nyimpang adalah sebuah ruang yang sangat asik dan nyaman, mulai dari orang-orangnya sampai kepada program-programnya, dan tentu humor-humor mereka yang sangat Purwakarta pizaaan,
Betul apa yang dikatakan Farid terkait kubu-kubuan ini hanya sebatas perihal perbedaan program saja bukan masalah individual, tapi aku sih yakin diantara mereka ada masalah pribadi juga, hehehe. Kita kan gak tau ye kaan. Jadi, besok-besok aku mau mempertemukan mereka deh dan ngobrol
“Kalian teh punya masalah pribadi apa?”
Dan aku juga sepakat dengan apa yang dikatakan Hadi bahwa kita musti sowan dan bersillaturahmi dengan komunitas-komunitas, berdiskusi perihal visi dan misi komunitas itu sendiri. Agar kedatangan Sebul tidak hanya menjadi kentut saja, lewat-bau-lalu hilang begitu saja.
Oh iya, aku Renaldi Kurniawant tapi orang-orang memanggilku Rey padahal gak ada huruf “Y” nya, sangat cupu sekali literasi temen-temenku ini. Aku pendiri Asik Baca Community, lahir 2018 dan di tahun yang sama juga kegiatan literasi di kota Purwakarta sedang hangat-hangatnya. Kalau sebelum tahun itu entahlah, aku gak tau tentang aktivitas literasi. Yang jelas aku hadir di antara mereka berdua dan kerap mengikuti kegiatan mereka. Kelas menulisnya Nyimpang, dan Ruang- Riung-Riang kopel. Keduanya melakukan hal-hal yang baik untuk kemajuan umat Manusia khususnya di Kota Purwakarta Istimevva ini.
Berbeda dengan Asik Baca Community yang sering membuat kegiatan-kegiatan bedah buku bertema Sejarah, khususnya Sejarah Pergerakan Islam di Nusantara. Kami lebih fokus menyuarakan nada-nada Guru Bangsa HOS Tjokroaminoto.
Ini bukan soal perbedaan visi dan misi atau Sebul bilang babak baru di mulai, tapi ini soal konsistensi;
“Bagaimana kita sebagai pegiat literasi tetap bertahan dengan kegiatan-kegiatan itu dan terus memberikan ruang untuk pengkaryaan?”
Sederhananya: kamu kalau mau nyetak buku ke Nyimpang, kalau mau berkecimpung di videografi ke Kopel, kamu kalau mau ngobrolin Sejarah bisa ke Asik Baca dan Bengkel Baca. Begitu kira-kira dan seterusnya. Dari hal tadi, terlihat bahwa komunitas-komunitas itu akhirnya punya wadah dan wajah pergerakannya masing-masing. Da kita mah bukan Unilever yang memakan segala produk kaya Kokonya Si Arin ye kan.
Tapi punya spesialisnya masing-masing dan kita kompeten di sana, bukan malah memakan semua kegiatan tapi enggak kompeten.
Aku sangat sepakat dengan narasi Farid: “Ada intrik-intrik mencuri ide, paheula-heula eksekusi ide, gosip-gosipan, pasindir-sindir, patiru-tiru gimmick? Ini sih biasa. Makanya urusan ini bisa disebut persaingan tipis-tipis”.
Belum lagi perihal perbedaan ideologi. Ajig! Keren sekalihhh kan. Padahal mereka saudara, lahir di wadah yang sama, tapi entahlah, aku enggan menyinggung itu. Yang jelas aku nyaman sama Farid karena beliau perokok dan aku suka minta rokoknya hehehe.
Kembali kepada Sebul yang resah kepada komunitas yang silih bermunculan tetapi: Datang-Redup-Hilang-Datang lagi-Hilang lagi. Seperti yang dikatakan di atas, ini bukan babak baru tapi ini soal konsistensi.
Kalau pun yang di inginkan Sebul adalah setiap komunitas itu bersatu atau setidaknya melalukan kegiatan bareng (kolab) ini sudah pernah dilakukan dahulu kala, mengapa dahulu kala demikian: karena dahulu kita belum bisa mandiri untuk membuat kegiatan. Positifnya adalah ketika hari ini kita jarang bareng-bareng berkegiatan mungkin tiap-tiap komunitas sudah mandiri dan bisa berjalan sendiri-sendiri.
Tiap-tiap komunitas punya program-program unggulan untuk memperlihatkan wajah dari komunitas itu sendiri. Mungkin ini yang akhirnya terlihat jadi seperti sebuah kubu-kubuan. Tapi kalau kita melihat dari program umum sebuah komunitas literasi itu ya sebenarnya sama dan sangat bisa untuk kita kembali membuat kegiatan bareng yang sangat ciamik kan~
Semoga itu terjadi. Untuk Farid sama Hadi, aku belum pernah melihat mereka berpelukan lagi. Heheheh.
Overall aku suka sama sebul dengan memantik tulisan yang sangat bedebah namun lucu.