
Profil Singkat
Ryan Ferdiansyah, kelahiran Karawang, 10 Februari 2001 ini menempuh pendidikan menengah atas di SMK 2 Kasihan Bantul (Sekolah Menengah Musik Yogyakarta) dan ISI Yogyakarta (Pendidikan Musik). Saat ini Ryan bertugas sebagai pengurus keuangan di Kaliaget Organic Farm. Melalui telepon, Minpang melakukan wawancara dengan yang bersangkutan. Hayu simak!
Halo Mas Ryan! Apa kabar?
Halo juga! Kabar baik.
Lagi sibuk apa nih Mas Ryan?
Yah, sibuk ngurusin keuangan aja sih di Kaliaget Organic Farm sama abis beres syuting film dokumenter.
Waaah, Reza Rahadian punya saingan nih! Omong-omong, film dokumenter apa tuh?
Hahahaha, enggak dong. Dokumenter dari CIPS soal kegiatan saya sebagai petani muda.
CIPS? Chococips?
HAHAHAHA, bukan atuh. CIPS itu Center for Indonesian Policy Studies, sebuah lembaga pemikir independen, nirlaba, dan non-partisan yang mengadvokasi reformasi kebijakan praktis yang diinformasikan oleh penelitian dan analisis kebijakan berbasis bukti.
Oh, CIPS itu.
Nah, Mas Ryan ini kan musik banget nih background-nya? Kenapa malah terjun jadi petani? Kenapa gak bermusik, bikin band gitu?
Bermusik masih sih. Sekarang tuh ngajar sebagai mentor di studio musik Purwacaraka di dua tempat, Studio Jababeka sama di studio Karawang. Berbagi waktu sama kegiatan di Kaliaget Organic Farm.
Oh, sibuk banget dong?
Kalau di Kaliaget Organic Farm itu udah berapa lama?
Kalau secara resmi ngurusin keuangan sih dari Maret 2024. Tapi kalau berkegiatan di Kaliaget Organic Farm sih udah dari kecil soalnya ini kan punya Uwa sendiri.
Oh, punya Uwa sendiri. Emangnya Kaliaget Organic Farm tuh buka sejak kapan?
Bukanya sejak 2006, dimulai dari Uwa saya yang menikah dengan orang Belanda, Mr. Paul A. D. Teerwil, kemudian mereka membuka Kaliaget Organic Farm ini. Tujuannya bukan bisnis, lebih ke edukasi masyarakat tentang pertanian organik. Gimana cara mengelola sawah dengan pupuk dan pestisida organik, gimana perawatannya, gimana ngurus hamanya gitu.
Tahun 2010 tuh Kaliaget Organic Farm buka Sekolah Sawah seminggu sekali buat umum, tepat di hari minggunya. Kategori pelajar SD dan SMP, SMA itu pagi nah siangnya itu buat kategori umum atau petani yang tertarik dengan sistem pertanian organik.
Saya juga ikutan tuh dulu. Kegiatannya itu meneliti sawah, mempelajari cara menanam benih padi, belajar cara nandur, dan semua proses belajarnya itu langsung turun ke sawah. Bukan sekedar teori doang gitu.
Oh, iya tuh bagus tuh. Belajar sambil praktek gak cuma teori di kelas doang. Buat anak-anak pasti berkesan banget.
Iya, apalagi setelah itu kita juga diajak ngelukis si padinya sesuai jumlah batangnya. Kalau tanaman padinya baru ada 5 batang kita gambarnya juga lima batang gitu. Terus ada bagian ngegambar hewan hamanya juga tuh, sambil anak-anak ngegambar hewan hamanya pengajarnya juga ngasih tau berbagai informasi tentang hama tersebut.
Ada juga alat musik seperti gamelan Sunda, angklung, calung yang biasa dimainkan saat acara panen raya.
Asyik, atraktif banget dong. Ada nanamnya ada ngegambarnya juga. Eh, lupa nanyain nih, kalau lokasinya sendiri Kaliaget Organic Farm ini berada di mana, ya?
Iya biar betah belajarnya gitu. Kalau lokasinya ada di desa Pasir Awi, Rawamerta, Kabuptrn Karawang.
Kalau misalnya ada yang tertarik buat belajar pertanian organik ke Kaliaget Organic Farm itu gimana tuh kang caranya?
Ya datang aja ke sini. Kami sangat terbuka untuk belajar bersama. Kemarin juga kan Kaliaget Organic Farm itu diangkat di berita Karawang Info tuh, terus banyak yang ngehubungin pengen belajar gitu, tapi yang serius datang cuma satu aja, yaitu seorang petani dari Loji.
Oh, kalau di Kaliaget Organic Farm nih kang, tanaman yang ditanam apa aja tuh?
Utamanya sih padi sih, varietas pandan wangi sama beras merah varian cereh beureum panjang sama cereh beureum bulat. Ada juga sih kita berkebun cabai, tomat, kacang panjang, terus tanaman herbal seperti Nimba yang daunnya berfungsi sebagai pestisida alami, daun karuk, tapi itu buat konsumsi keluarga aja.
Hasil dari menanam padi itu apakah dijual atau dikonsumsi sama keluarga Kaliaget Organic Farm aja?
Dijual sebagian karena terlalu surplus kalau untuk keluarga aja. Dulu sih jualannya masih nawarin door-to-door gitu, tapi sekarang udah buka online shop baru tuh ada pesenan jauh dari Padang misalnya, dari Jakarta, dari Bali, Palembang ah pokoknya banyak deh.
Wah, nama online shop-nya apa nih?
Namanya sama sih sama tempatnya Kaliaget Organic Farm. Udah ada di Shopee terus tiktok juga ada.
Mantap! Kalau petani di sekitar Kaliaget Organic Farm nih banyak yang ngikutin gak cara bertani organik gitu?
Ada sih, tapi gak banyak soalnya gak kuat sama tata caranya yang lebih ribet kali kalau organik tuh. Mungkin gak tahan sama nyiapin fermentasi buat pupuknya, terus kalau organik kan kalau ada rumput-rumput di galengan sawah kan harus di babat, nah kalau petani lain kan maunya semprot mati aja. Lebih gampang gitu. Tapi buat jangka panjang lebih beresiko juga sih.
Huum, kalau lahan sawah yang Kaliaget Organic Farm miliki itu berapa luasnya?
Kita punya lahan sawah seluas 1,36 hektar.
Kalau permasalahan di pertanian padi nih Mas secara umum Kang Ryan ngelihatnya gimana? Apa yang salah dengan pertanian kita sampai pemudanya gak mau bertani, petani dianggap gak menguntungkan, harga jual rendah, harga pupuk mahal dan lainnya?
Ini seharusnya sederhana, tapi entah kenapa kalau lewat penyelenggara negara itu jadi rumit. Saya pernah nih ikutan acara yang digelar sama suatu dinas dari penyelenggara negara nih, pas saya tanya apakah negara bisa mengatur langsung soal penjualan seperti dibeli oleh Bulog gitu, tapi jawabannya ternyata tidak bisa karena sudah ada hukum pasarnya sendiri. Begitu jawabannya.
Padahal yang saya tahu petani itu sering jual dengan harga rendah karena permainan dari tengkulak. Tengkulak juga sering bilang kalau hasil pertanian organik dan yang umum itu beda harganya. Sering ngeklaim gabah petani yang mau dibeli kualitasnya jelek supaya bisa ditawar murah.
Kalau penyelenggara negara nih ada kasih bantuan gak buat petani?
Ada. Berupa bibit dan pupuk cair. Tapi sebenarnya yang paling petani butuhkan itu bantuan buat biaya traktor dan tandur. Perhitungannya nih, biaya traktor itu untuk satu hektar sebesar 1,3 Juta, begitu juga biaya tandur perhektarnya 1,3 Juta juga.
Oh, kalau biaya sewa Omben nih Kang itu berapa biayanya?
Kalau Omben lebih mahal lagi 2,2 Juta perhektarnya. Di sini tengkulak juga cari selah lagi. Katanya gabah hasil Omben itu lebih bagus, lebih mahal daripada gabah hasil ngagebot manual.
Ih, gitu banget yah tengkulak.
Iya, parah.
Eh, ini saya penasaran nih Kang Ryan kan dari Karawang tapi kenapa pas sekolah SMKnya di Jogja? Apa sekeluarga pindah ke sana?
Oh, enggak. Saya merantau aja sih. Di Jogja juga ada kakak laki-laki sama kakak perempuan yang juga belajar di sana. Jadi ada temannya. Ya, walaupun lokasi kos nya saling berjauhan sih. Gak papa. Belajar mandiri juga.
Wah, mantap banget mentalnya, masih begitu muda udah berani merantau.
Seru banget nih wawancaranya sama Kang Ryan, tapi sayang harus kita akhiri sampai di sini saja. Terima kasih atas waktunya dan kesempatannya Kang Ryan!
Sama-sama! Kalau ada waktu mampirlah sini ke Kaliaget Organic Farm. Kita macul bareng, hahahaha.