Rutinitas
barangkali tak ada hal baru
dalam hidup, seperti mengulang
pekerjaan yang sama;
membuka mata saat matahari terbit
dan pulang ketika mulai terbenam
Sepi
kusembunyikan jadwal-jadwal
dalam kalimat ingin pergi keluar
sebab angka-angka dalam kalender
adalah tatapan sinis kebudayaan
atas peringatan tigapuluh september
hingga tak tersisa merah selain darah
sementara kukendarai
sepeda motor, menyaksikan redup
lampu kota menyorot
pada kesepian yang berbaris
di tepi jalan, menunggung angkutan
mengantarnya pulang
tetapi hanya
pada kesepian lain
ia menandai perjalanan
Kort
maaf Kort, aku tak menemui
kesepianmu saat hari libur
karena kepayahanku
telah mengunci pintu
padahal aku ingin sekali
merebus aspal jalanan
dengan obrolan tentang
musik yang ngawur
bersamamu
melihat lampu-lampu
kendaraan menyorot
anak kecil di wajah kita
dari arah berlawanan
dan menanam bunga-bunga
di sepanjang ingatan
tetapi kepayahanku
mengajakku berkencan
hari ini, mematut diri
dalam cermin dan bertanya
apakah kemeja ini
cocok mengawini
kemalanganku?
kusimpan daftar-daftar
kota-kota dan tempat
meleburkan luka-luka
yang ongkang-ongkang di kepala kita
sebelum melemparkan tubuhku
dalam jurang ketidakmampuan
menyuarakan kata-kata
Gelas
segelas puisi
menulis namamu.
hanya segelas saja
tapi sudah bikin melek rindu
yang menginap di mataku
Kangen
kicau burung
pagi ini adalah
dengkur tidurmu
yang menempel
di dinding-dinding malam
saat kita menumpahkan
cinta dalam telepon genggam
kau bangun lebih awal
dari kilau cahaya matahari
yang memantul dari
balik jendela, tempat aku
mengintip muram
yang berlari mengejar
nasib manusia
apa kabar hari ini?
kotak kecil mimpiku,
tempat menyimpan permen
percakapan kita
hilang digondol waktu
bolehkah aku
memintanya lagi
untuk seumur
hidupku?