“Ada kala nya aku ingin hidup seperti puisi-puisi, yang selalu indah, bermakna dan bebas”
Aku seakan-akan seperti sesak melangkah menjalani hidup yang semakin penat, kumuh dan keruh
Aku sadari, hidupku di ambang kehampaan dan keapatisan
Ruangan yang luas ini saja begitu sesak untuk hanya menarik satu tarikan nafas
Aku susah terlalu kaku kalau hanya berjalan dengan ribuan cabang-cabang tanpa tujuan
Aku ibarat burung terbelenggu dengan sebuah sangkar persegi empat, fisikku mati, tapi jiwa ku melayang
Setiap hari kucari makna kebebasan dari setiap langkah, ucapan dan harapanku, tapi aku masih saja belum merdeka, tetap saja aku patuhi keinginan orang-orang di luar sana
Sudah kukatakan, disaat aku ingin mencari keindahan tetapi yang kudapat hanya sebuah keburukan
Kuingin kebebasan yang terlihat tembok besar menghadang menjulang
Tapi kali ini aku benar, aku selalu ingin membahagiakan orang lain sedangkan hatiku hancur, aku tidak bebas mendefiniskan isi hati dan keinginkan, semua yang dikatakan orang menjadi kan aku tidak menemukan cahaya diriku
Seolah-olah apa yang dikatakan mereka semua benar
Seakan-akan apa yang di sarankan mereka semua bagus
Kali ini aku sudah beku mendapatkan diriku tersungkur dibalik kehampaan diri
Aku ingin bebas tetapi aku terperangkap dalam makna kebebasan itu sendiri
Akhirnya, aku lebih memilih bahagia daripada menjadi sempurna di mata orang lain
Tidak salah kalau aku ingin menjadi puisi
Puisi bagi ku ibarat burung yang bebas melangkah tanpa batasan awan, seperti bunga yang berwarna-warni tanpa pernah layu, seperti air yang jernih mengisyaratkan kesucian
Hidup ku tidak seindah puisi, ku akui itu, tapi aku berani kalau hanya sekedar memberi warna untuk tubuh ini dan membuatnya indah dan elok
Mau tidak mau aku harus akui, hidup ku tidak sebebas puisi yang begitu vulgar dengan hanya sebuah makna
Tapi lagi-lagi aku telah berjanji
Bahwa nanti aku akan bebas menentu jalanku sendiri selama waktu merestui