ArtikelSerupa

Harus Mendayu-dayu

Menulis harus mendayu-dayu
Supaya laku
Seperti bernyanyi
Tulisanmu harus berirama
Saat kau terluka
Saat kecewa
Atau kau sedang marah
Atau riang gembira bahagia
Kau mesti menyetel kalimat yang berterbangan di atas kepalamu itu supaya merdu
sampai mendayu-dayu
untuk kemudian kau dapat menuliskannya.
“Jangan asal menulis”, itu katamu
Tapi ini kisahku:
Pada wajahnya yang samar
Pada hati ini yang berdebar-debar
yang membuat kaki gemetar
Pikiranku hinggap di perasaan yang patah
Melihat cantik tangannya di sudut stasiun itu
namun lekas digandeng oleh orang lain
Dari kejauhan aku melihatnya
Membuatku semakin dekat dengan jurang kerinduan tak bertepi
Saat dia sendirian tadi
Aku mengira dia sedang menunggu siapa saja yang datang menyapa
Termasuk aku
Tetapi dia hanya menepi
untuk menyambut genggaman tangan yang miliknya
Aku yang larut
Aku yang lalu

 

 

Harus Melambai-lambai

Kau yang memaksaku untuk membuat tulisan yang hidup
yang bergerak melambai-lambai
yang berkilauan bukan meredup
yang mengalir bagai sungai
Kau yang memintaku menulis secara lugas
bahwa ketajaman adalah jaminan
bahwa terperinci adalah kunci
bahwa hal-hal sederhana pasti mengena
Namun bagaimana mungkin logika dapat tersusun dari perasaan yang telah hancur
Sebab pada hati yang patah tak ada perasaan yang utuh
pada hati yang gelisah hanya ada pikiran yang bergemuruh
dan pada cinta yang tertolak aku hanya bisa menerima takdir
Pada penerimaan rasa sakit ini, tak ada tempat untuk menerima dikte-dikte kau dalam hal menulis
Bagiku, menulis adalah upaya menguraikan sebuah perasaan
Cukuplah kau rasakan saja perasaanku ini

 

 

Rima

Kau adalah penada pada kata
Kaulah irama pada setiap larik
Kau yang mengindahkan bait demi baitku
Rima…
Kau adalah kesimpulan segenap pembacaanku
Terimakasih sudah berkenan Aku tulis
Walau anti-klimaks
Walau deras air mataku
Walau melebihi hujan
Walau tulisanku hanyut
Di nadiku, nadamu yang berdenyut

 

 

Rabu, 18 Januari 2023