Profil Singkat
Lahir dengan nama lengkap Yuda Febrian Silitonga di Karawang, Februari 1989, Mas Yuda adalah seorang keturunan Medan yang kini aktif berkegiatan di skena rap dan isu lingkungan hidup.
Perjalanan musik Mas Yuda dimulai dari skena band progresif rock bernama Infeksi. Setelah vakum, ia berkenalan dengan dunia rap lewat komunitas Karawang Hip-Hop Squad (KHHS), yang ia buat bersama kawannya.
KHHS menjadi pionir hip-hop di Karawang, tampil di berbagai event—bahkan pernah mengkolaborasikan rap dengan musik tradisional Sunda, Karinding. Dalam karyanya, ia terinspirasi oleh rappers global seperti Tupac dan Eminem, hingga musisi lokal seperti Homicide dan Tuan Tiga Belas.
Namun, Mas Yuda bukan hanya rapper. Ia juga aktif di isu lingkungan hidup sejak tahun 2012, dimulai dari kegiatan “Kemerdekaan Citarum.” Dari sana, ia terlibat dalam forum ForkadasC+ dan memprakarsai kampanye Minggu Bersih di Karawang. Kecintaannya terhadap lingkungan dan kepedulian terhadap konflik agraria membawanya untuk terus menyuarakan pentingnya menjaga ruang hidup melalui karya dan aksi nyata.
Mas Yuda percaya, rap bukan sekadar hiburan, tapi ini juga adalah medium untuk menyampaikan keresahan. Melalui dentuman beat dan rima, ia melantangkan isu-isu penting, dari lingkungan hidup hingga politik tanah.
Sederhana, reflektif, tapi penuh arti, Mas Yuda adalah bukti bahwa seni dan aktivisme bisa berjalan beriringan: membentuk kekuatan untuk menjaga kewarasan sosial. Mari baca wawancara Nyimpang dengan Yuda Febrian Silitonga di bawah ini:
Mas Yud, bisa ceritain sedikit nih tentang diri Mas? Nama lengkap, asal-usul, dan mungkin juga background pendidikan?
Nama lengkap Yuda Febrian Silitonga, lahir pada bulan penuh cinta, yakni Februari di Karawang. Saya keturunan Medan. Untuk pendidikan sebenarnya hanya lulusan S3 (SD, SMP sampai SMA)—meski sempat kuliah, saya gagal menjadi seorang Diploma, karena keterbatasan logistik pada saat itu. Akhirnya cuti dan tidak lanjut lagi. Memang agak menyesal, tapi tidak menjadi soal untuk melanjutkan kehidupan menjadi manusia.
Apa sih yang bikin Mas Yud tertarik sama dunia rap?
Kalau rap sendiri sebenarnya baru-baru senang sekitar tahun 2010-an kalau nggak salah, karena sebelumnya pernah punya band bernama Infeksi bergenre Progressive Rock. Saya dulu jadi vokalis di band yang personilnya kawan sekampung. Dari pengalaman itu lumayan pernah mendapatkan banyak kompetisi band pelajar dan umum. Kemudian vakum ngeband dan mulai tertarik ke skena hip-hop karena berkenalan dengan salah seorang kawan beatboxer.
Dari beatbox itu mulai mencoba nge-rap dan ketagihan, hingga akhirnya tampil di beberapa panggung di Karawang. Dari panggung ke panggung bertemulah dengan kawan rapper di Karawang. Singkat cerita dari pertemuan kawan rapper itu kami buatlah komunitas Karawang Hip-Hop Squad (KHHS).
KHHS bisa dikatakan menjadi pionir dalam perkembangan skena hip-hop di Karawang, karena setiap event musik, KHHS tidak pernah absen dalam menampilkan sajian musiknya. Bahkan saya juga pernah mengkolaborasikan Rap dengan musik tradisional Sunda, yakni Karinding dan itu pernah disambut meriah dalam event akhir tahun yang diselenggarakan di salah satu area food court yang pernah famous di Karawang.
Siapa aja tuh rappers yang jadi inspirasi Mas Yud?
Rappers dunia itu Tupac, RATM, La Coka Nostra, Eminem, Wutang Clan, dan banyak sebenarnya. Kalau lokal, awal itu Cronik, Eyefeelsix, Homicide, Tuan Tiga Belas, Pangalo, Almamosca, dan banyak sebenarnya tergantung lirik yang dibawakannya.
Dari awal terjun ke dunia rap sampai sekarang, paling apa tuh tantangannya pas proses kreatif dan tampil?
Tantangannya hanya satu: belum menemukan partner beat maker dalam pembuatan musik atau garapan beat hip-hop itu sendiri. Jadi, kalau mau produce musiknya harus beli ke beat maker yang memang menjual beat yang memang mereka sudah produksi dulu. Kalau masalah tampil sebenarnya selalu ada tawaran untuk perform jadi tidak ada masalah untuk itu.
Ada nggak momen yang bikin Mas Yud mau berhenti, tapi tetap lanjut nge-rap?
Sebenarnya saya itu bukan rapper produktif yang selalu memproduksi lagu, hanya menunggu momen mood dan juga ada keresahan yang perlu dituangkan dalam rap. Jadi, sampai kapan pun rap akan jadi medium untuk bersuara melalui musik meski hanya individu atau seorang diri.
Kalau response publik sendiri gimana selama ini?
Kalau response publik fine-fine aja!
Menurut Mas Yud, gimana kondisi dunia rap di Indonesia secara umum dan Karawang secara khusus?
Rap di Indonesia berkembang lebih keren! Bahkan Karawang saat ini mampu dikenal oleh skena hip hop Indo melalui salah satu rapper puan Almamosca, yang namanya sudah menasional.
Mas Yuda juga aktif di isu lingkungan hidup. Boleh cerita nggak, apa yang pertama kali bikin Mas Yud peduli sama isu ini?
Ketertarikan isu lingkungan hidup berawal pada tahun 2012: saat itu saya ikut menjadi relawan kegiatan “Kemerdekaan Citarum”. Mengapa ikut? Karena pada saat itu jiwa seolah terpanggil saat ada peristiwa sungai Citarum menghitam dan ikan-ikan mati.
Dari kegiatan itu, terbentuklah Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum atau dikenal saat ini bernama ForkadasC+. Di forum itu, saya diberikan amanah memegang kehumasan dan juga tim kampanye lingkungan hidup. Gagasan demi gagasan kampanye kepedulian lingkungan pun muncul, salah satu gerakan yang pernah populer yakni Minggu Bersih (Mingsih) atau gerakan pungut sampah.
Ada kejadian tertentu nggak yang bikin Mas benar-benar tergerak untuk terjun langsung?
Setiap hal yang berhubungan dengan kerusakan alam dan kemanusiaan bila ada kesempatan untuk terjun, iya terjun ke daerah konflik tersebut.
Kalau dari sudut pandang Mas Yud, kenapa isu lingkungan hidup jarang dibahas secara luas, padahal dampaknya besar?
Kekuatan kepekaan sosial di masyarakat yang mulai menurun karena daya pikir kepedulian termakan beragam framing sosial.
Sebagai aktivis lingkungan hidup nih, apa aja tantangan atau hambatan yang Mas Yud hadapi?
Sebenarnya saya tidak ingin disebut aktivis: gerak langkah saya tercipta karena memang panggilan dari hati, bukan karena ingin pamor atau disebut aktivis. Tetapi, sebenarnya semua orang itu harus menjadi aktivis, meski terkadang apa yang dihadapi begitu sulit. Bahkan banyak orang yang pesimis melihat apa yang diperjuangkan terkait aktivisme itu sendiri.
Jadi tantangannya hanya diri sendiri: apakah kita masih konsisten merawat kewarasan atau ala kadarnya aja tergantung kebutuhan pribadi!?
Mas Yud juga banyak angkat isu tentang politik tanah. Menurut Mas Yud, apa masalah terbesar terkait perampasan lahan, khususnya di Karawang?
Ngomongin soal konflik tanah itu memang miris dan bikin kita ini tidak habis pikir. Karena hal yang paling fundamental adalah hilangnya rasa memanusiakan manusia. Padahal tanah itu sendiri diciptakan Tuhan untuk semua makhluk hidup di muka bumi sesuai porsinya.
Tanah itu ada sebagai ruang hidup untuk tinggal, berkebun, beternak, berladang, hingga untuk hutan dan habitatnya. Entah kenapa ruang-ruang hidup yang sudah memiliki porsinya dirampas oleh kebijakan politik yang begitu massive.
Dari draft catatan sejarah yang pernah dibuat di Karawang pada tahun 1990 saat masih menjadi daerah tingkat dua, awal mula konflik lahan di Karawang itu terjadi saat kebijakan presiden Soeharto pada tahun 80-an. Kebijakan itu menghasilkan kawasan industri di wilayah Karawang. Daerah luasan Timur Karawang yang dikenal dengan lahan perkebunan dan hutan, lalu diubah menjadi lahan industri.
Pembukaan kawasan akhirnya menjadi awal perubahan pola ruang yang terjadi di Karawang. Alih fungsi lahan dan pekerjaan semakin tidak terhindarkan. Otonomi daerah seolah tidak berperan dalam menjaga stabilitas keseimbangan sosial ekologis masyarakat—yang tadinya agraris, hingga dipaksa menjadi masyarakat industrialis.
Lahan-lahan atau ruang-ruang hidup hasil kebijakan politik nasional itu akhirnya dipecah menjadi beragam masalah: masalah agraria masyarakat hutan, masalah ekologis yakni rusaknya bentang alam oleh pertambangan, dan juga masalah deforestasi.
Dari sini saya memandang, perlunya kekuatan di daerah untuk menahan kebijakan pusat dengan membuat kebijakan politik yang mendasar sesuai dengan kapasitas daya tampung daerahnya dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan hukum.
Jangan asal menerima apa yang diinginkan pusat! Meski saya menyadari pengaruh oligarki di ranah legislasi masih kuat menguasai, hingga undang-undang terkadang bisa dijual-beli, bahkan dengan mudah direkayasa.
Pernah nggak Mas Yud ngerasa ada benturan antara peran Mas sebagai rapper dan aktivis?
Kalau ini tidak ada sama sekali benturan, bahkan malah membentuk sebuah “amunisi” dalam menyampaikan keresahan yang dialami.
Menurut Mas Yud, gimana caranya rap bisa jadi medium yang efektif buat menyuarakan isu lingkungan?
Ikuti apa yang dirasakan oleh hati yang bergetar, tulis menjadi rima atau barisan kata-kata lalu hidupkan dengan dentuman beat yang dibuat. Setelah semua telah bersatu, lantangkan suaranya, dan arahkan sesuai dengan targetnya.
Terakhir nih, Mas. Ada pesan nggak buat para anak muda yang pengen gabung ke dunia rap, tapi juga mau ikut bergerak di isu-isu penting seperti lingkungan hidup atau politik tanah?
Ikutilah apa yang kalian rasakan, mau jadi rapper, atau apapun itu hak dalam jiwa. Jangan memaksa menyeragamkan keinginan setiap jiwa manusia! Namun, selayaknya kita memahami bahwa memanusiakan manusia adalah sesuatu yang harus diwajarkan. Jadi, saat hatimu tergetar atas apa yang terjadi di situlah indikator kamu adalah manusia terpanggil.