Lembar demi lembar, rahasia perlahan terbuka.
Rahasia dalam Buku Usang

Di sudut rak kayu yang berdebu, di antara tumpukan buku yang hampir terlupakan, terdapat sebuah buku usang dengan sampul cokelat kusam. Tidak ada judul di sampulnya, hanya coretan tinta yang samar-samar nyaris tak terbaca.
Laras menemukannya saat sedang membersihkan perpustakaan kecil di rumah kakeknya. Tangannya berhenti di atas buku itu, jemarinya meraba tekstur kulitnya yang mulai retak dimakan usia. Dengan hati-hati, ia membuka halaman pertama.
Tulisan tangan yang rapi memenuhi halaman pertama,
“Buku ini bukan sekadar catatan. Ia menyimpan rahasia yang telah terkubur lama. Jika kau menemukannya, bersiaplah untuk mendengar suara masa lalu.”
Laras menelan ludah. Dadanya berdebar tanpa alasan. Ia melirik ke sekeliling ruangan, seakan memastikan bahwa ia benar-benar sendirian.
Halaman demi halaman, Laras membaca tulisan itu dengan saksama. Buku itu berisi kisah seorang lelaki bernama Satria, yang hidup puluhan tahun lalu. Ia seorang penulis yang jatuh cinta pada seorang perempuan bernama Rina, seorang perempuan yang tak pernah benar-benar bisa ia miliki.
Di setiap halaman, Satria mencurahkan isi hatinya—tentang bagaimana ia mencintai Rina dalam diam, tentang malam-malam panjang yang ia habiskan dengan menulis surat-surat yang tak pernah terkirim.
Namun, ada sesuatu yang ganjil. Di bagian akhir buku itu, tulisannya menjadi lebih kacau seolah ditulis dengan terburu-buru.
“Aku menemukan sesuatu tentang Rina. Aku harus menuliskannya sebelum semuanya terlambat. Jika seseorang membaca ini di masa depan, ketahuilah bahwa cinta tidak selalu seperti yang kita bayangkan.”
Laras menggigit bibirnya. Ada sesuatu dalam kata-kata itu yang membuatnya merinding.
Ia menelusuri setiap halaman, mencari petunjuk tentang apa yang ditemukan oleh Satria. Hingga di lembaran terakhir, ia menemukan sesuatu yang membuatnya membelalakkan mata.
Sebuah foto tua terselip di antara halaman-halaman buku itu. Seorang perempuan muda dengan senyum samar menatap ke arahnya. Di belakang foto itu, ada tulisan tangan kecil,
“Untuk Satria, dari Rina. Terima kasih telah mencintaiku, meskipun aku tak pernah bisa membalasnya.“
Laras menutup buku itu perlahan. Ada sesuatu yang menghangat di sudut matanya.
Ia menatap rak buku itu sekali lagi, berpikir tentang kisah cinta yang terpendam di antara lembaran-lembaran tua.
Dan saat itu, ia sadar bahwa beberapa rahasia memang tidak perlu diungkapkan—cukup ditemukan oleh mereka yang siap mendengarnya.
Leave a Comment