Setelah semalam bude memergokiku masuk ke dalam ruangan di lantai dua, kami belum lagi bertemu sapa. Aku terlalu bingung untuk memulai dan mungkin bude terlalu canggung untuk berbicara. Sungguh, gelagatnya semalam terus membuatku bertanya-tanya. Jelas terlihat bahwa di balik semua ini pasti terdapat sebuah rahasia.
“Ahhh, bagaimana pun juga, aku harus kembali ke ruang kerja bunda. Daripada terus merasa penasaran, lebih baik kini aku tuntaskan” Ucapku yakin.
Siang ini aku tak dapat melihat bude dimana pun. Sedikit heran karena ia tiba-tiba pergi meninggalkan rumah ini. Namun, karena tak ingin membuang kesempatan yang ada, maka aku pun segera memulai melakukan pencarian kembali barang-barang bunda yang mungkin dapat memberikanku petunjuk atas kepergiannya.
Aku kembali masuk ke dalam ruang kerja bunda di lantai dua. Tapi sialnya, keadaan di ruang tersebut sudah jauh berbeda.
“Kira-kira dimana bude meletakkan surat-surat kemaren?” Batinku penasaran.
Aku terus saja mencari dari sudut ke sudut di dalam ruangan ini yang ternyata apa yang aku cari memang sudah tidak ada disini.
Karena apa yang ku cari tidak ada di dalam sini, maka aku memilih untuk melanjutkan pencarian ke tempat lain. Yang mana ini adalah satu-satunya ruangan dilantai dua yang benar-benar tak pernah ku ketahui sejak kecil, sebab dulu bunda selalu melarangku untuk masuk ke dalam sana. Dengan rasa penasaran tinggi, aku pun melangkah pergi ke dalam ruangan itu.
Beberapa langkah lagi aku akan sampai, namun seketika aku terkejut dengan suara langkah kaki yang bunyinya tepat sekali dibelakangku. Sepertinya bude telah kembali, bagaimana ini? Aku harus bersembunyi tapi naas disini tak ada tempat yang dapat ku jadikan sebagai tempat persembunyian. Bude pasti akan melihat ku.
Keringat membasahi seluruh tubuhku, aku begitu gugup. Apa yang harus aku katakan pada bude?
“hei, lagi apa kamu Raka? Aku panggil daritadi ga nyaut-nyaut.” Ucap Gilang mengejutkan ku.
“astaghfirullah Gilang, bikin kaget aja.” Ucapku sembari menyeka keringat di dahiku.
“Hahahaha lagi apa si.” Tanya Gilang kepadaku.
“Aku sedang menjalankan sebuah misi.” Ucapku padanya dengan senyum penuh arti.
“Halah, sok-sokan punya misi kamu.” Ucap Gilang sengit.
Terlalu malas untuk berdebat, ucapannya tak lagi kujawab.
“Eh tapi serius, kamu ngapain sampe kaget gitu?” Tanya Gilang penasaran.
“Ada beberapa hal yang sedang aku cari dirumah.” Ucapku padanya.
“Wah, apa itu?” Tanya Gilang kepadaku.
“Ayo ikutin aku.” Ucapku padanya.
Kami pun berjalan menuruni anak tangga menuju kamarku di ujung sebelah kanan lantai satu.
“Jadi gini lang, aku menemukan sedikit kejanggalan di dalam rumah ini, yang mana bude sendiri seperti menyembunyikan sesuatu dari ku.” Penjelasanku kepada Gilang.
“Kejanggalan seperti apa yang kamu maksud?” Tanya Gilang lagi kepadaku.
“Aku rasa kepergian bunda yang sangat lama ini begitu aneh. Beberapa hari lalu aku menemukan beberapa catatan kecil milik bunda, yang mana tulisannya mengenai kehidupan bunda di masa muda. Baru beberapa lembar yang kulihat, tiba-tiba bude datang dan merebut paksa catatan itu dari tanganku.” Ucapku lagi kepada Gilang. Namun sedetik kemudian Gilang hanya ber oh saja.
“Jadi apa yang akan kamu lakukan sekarang Raka?” Tanya Gilang padaku.
“Aku akan mencari tau tentang apapun itu dari dalam rumah ini.” Ucapku pada Gilang.
“Oh yaudah kalo gitu, misalkan butuh bantuan, langsung saja hubungi aku.” Ucap Gilang lagi padaku.
“Iya, tapi ngomong-ngomong, apa yang membuat datang kerumah ini Gilang?” Tanyaku padanya.
“Aku hanya ingin mampir saja kok” Jawab Gilang padaku.
“Ohh oke.” Jawabku padanya.
Gilang adalah satu-satunya orang yang menjadi temanku sedari kecil. Kami dikenalkan langsung oleh bunda dan mamanya pada saat itu. Aku yang memiliki kepribadian tertutup awalnya sangat risih ketika dihadapkan dengannya. Namun, seiring berjalannya waktu, aku seakan terbiasa dengan semua itu.
Setelah beberapa menit kami berbincang, ia pun pamit untuk pulang. Seperkian menit kemudian, bude pun tiba dirumah.
“Raka sudah makan?” Tanya bude padaku.
“Sudah bude, tadi ada Gilang mampir kesini dan membawa makanan untukku.” Jawabku seadanya dan bude hanya menganggukkan kepala saja.
***
Pagi ini langit tampak begitu cerah, mentari mulai mengeluarkan sinarnya. Namun, lagi-lagi bude tidak ada dirumah, entah sedang ada urusan apa. Ku dapatkan kesempatan kedua untuk mencari petunjuk tentang bunda dan segala ketidakpastian disini.
Kali ini aku akan menuju ke kamar bude, berharap mendapatkan apa yang aku butuhkan. Setibanya di kamar bude, aku sedikit terkejut dengan kondisi kamarnya. Karena ini juga kali pertama aku memasuki kamar bude. Didalamnya tersimpan berbagai macam bahan dan alat seperti sesajen.
Melihatnya saja sudah membuat bulu kudukku merinding. Namun, aku tetap melangkah masuk untuk mencari tau lebih lanjut tentang apa yang bude lakukan dengan semua ini.
Di dalam kegelapan ini, aku terfokus pada satu sudut dimana terdapat sebuah kardus kecil yang dihiasi oleh lampu warna-warni. Entah kenapa kardus itu cukup menarik perhatianku.
Sedikit tercengang dengan isi yang ada didalamnya. Ini adalah kumpulan catatan dan sebuah buku diary milik bunda. Bagaimana bisa hal-hal seperti ini ada di bude? Tak mau berlama-lama lagi, aku pun membawa pergi kardus ini keluar dari kamar bude.
Dengan rasa penasaran yang tinggi, ku buka semua catatan yang ada dalam kardus ini. Yang mana di dalamnya dipenuhi dengan keluhan-keluhan bunda tentang dirinya pada saat itu.
Aku tak tahan lagi, rindu ini seperti api -Aira (Bunda Raka)
Kenapa semua ini harus terjadi padaku? Kenapa harus aku? -Aira (Bunda Raka)
Aku tak tahan lagi, kenapa dia selalu menyiksaku seperti ini? -Aira (Bunda Raka)
Aku membencimu, Dirah (Bude)! -Aira (Bunda Raka)
Hah, kenapa bunda membenci bude? Masalah apa yang mereka punya? Jika bunda membenci bude, kenapa bunda justru menitipkan ku pada bude? Ada apa ini?
Berbagai pertanyaan terbesit dalam pikiranku. Kini aku dilanda kebingungan. Aku membutuhkan sebuah kejelasan. Siapa bude? Sebenarnya apa yang terjadi pada bunda dan bude? Namun, selagi aku menerka-nerka setiap kemungkinan yang ada, tiba-tiba bude datang secara mengejutkan. Tatapan matanya penuh amarah. Di tangan kanannya terdapat sebuah anak panah yang seperkian detik kemudian menancap pada bagian dada sebelah kananku.
Inikah jawaban dari setiap pertanyaan yang kumiliki? Inikah akhir dari kisahnya? Mengapa rahasia tetap menjadi sebuah rahasia?