Akhir-akhir ini setiap buka media sosial terutama Tiktok dan Facebook, beranda saya banyak banget disuguhi konten yang mengatakan bahwa Naruto akan mati di manga chapter Boruto selanjutnya. Saya memang nggak terlalu mengikuti serial Boruto, cukup Naruto saja. Kabar ini cukup mengejutkan dan membuat saya overthinking semalaman. Secara Naruto itu tokoh anime yang fenomenal banget.
Walaupun Naruto ini hanya karakter anime yang notabene nggak nyata, tapi cukup menyakitkan mendengar kabar bahwa ia akan mati di manga chapter Boruto selanjutnya. Menurut saya Naruto bukan hanya sekedar karakter dari cerita fiksi, tapi ia juga merupakan karakter yang menginspirasi. Cieh~
Awal anime ini tayang sebetulnya pada tahun 2002, namun di Indonesia sendiri tayang pada tahun 2009. Zaman-zaman penuh nostalgia. Saya ingat betul acara ini tayang waktu sore hari, kalau tidak salah anime Naruto tayang selepas maghrib.
Dan jam-jam segitu itu waktu di mana anak-anak kecil mengaji di mushola dan surau. Jadi acara ini cukup menggoda anak-anak di kampung saya untuk bolos mengaji dan menonton Naruto.
Jangan kalian kira ketinggalan acara Naruto pada masa itu tinggal streaming ulang saja. Tidak semudah itu. Zaman itu warnet masih hal yang tabu bagi anak-anak kecil seumuran saya waktu itu. Kalaupun ada warnet, zaman itu belum ada website-website penyedia layanan streaming macam Netflix atau yang illegal macam indoxxi. Dan facebook pun masih baru-baru banget. Orang-orang masih banyak main Friendster dan Yahoo Messenger.
Jadi rasanya sedih banget kalau sekali saja ketinggalan menonton salah satu episode Naruto. Beruntungnya bagi saya, saya mendapatkan jadwal mengaji di sore hari jadi masih sempat mengikuti anime Naruto hingga selesai.
Padahal zaman itu selain Naruto salah satu stasiun televisi juga menayangkan One Piece, tapi bagi saya dan teman-teman saya Naruto lebih menarik.
Salah satu faktor Naruto lebih menarik bagi kami saat itu salah satunya karena karakternya sendiri sepantaran dengan kami. Naruto kecil yang pertama kali tayang di stasiun TV itu berumur 12 tahun, tak jauh berbeda dengan umur kami saat itu. Maka dari itu chemistry antara Naruto dan kami saat itu lebih mengena daripada one piece.
Apa lagi waktu itu ceritanya sangat emosianal banget, Naruto seorang yatim piatu tinggal sendiri dan sering dikucilkan satu kampung karena memiliki monster rubah ekor sembilan dalam perutnya. Dan juga Naruto suka berbuat onar guna mencari perhatian dari orang-orang. Bukankah ini sedih banget.
Naruto ini menemani saya dari kecil hingga beranjak dewasa. Dari saya yang waktu itu masih sering mengaji di surau kampung hingga saya mengaji di masjid pesantren.
Dan syukurnya sebelum saya masuk pesantren alias saat masih SMP, Naruto yang tadinya masih kecil itu mulai beranjak dewasa, sama seperti saya. Tapi kalau saya belum dewasa xixixi…
Apalagi saat saya SMP cerita dari Naruto itu semakin menarik banget. Obrolan kami saat itu tak jauh dari cerita Naruto yang semakin seru. Kalau tidak salah saat SMP ceritanya sudah memasuki fase awal perang dunia shinobi keempat.
Saya pikir cerita itu akan cepat selesai, mengingat sudah memasuki chapter perang dunia shinobi keempat, ternyata tidak. Hingga saya lulus SMP dan masuk pesantren cerita itu masih berlanjut. Dan cerita perang dunia shinobi keempat ternyata lama banget.
Dapat dibayangkan dari dari SD sampai saya masuk pesantren itu anime masih berlanjut. Saat di pesantren saya dan beberapa teman baru saya yang juga menyukai anime Naruto memang tak dapat menonton anime ini, maka dari itu solusinya ialah membaca manganya alias komiknya.
Ada dua opsi bagi kami saat itu kalau ingin baca manganya. Pertama ke warnet, kami baca manganya langsung di internet hingga chapter paling baru. Opsi kedua, kami membeli komiknya di Gramedia. Keduanya memiliki resiko yang tinggi.
Kalau ketahuan ke warnet, sanksi bagi kami yaitu hilangnya mahkota kepala kami (rambut) dan dicukur habis hingga plontos macam Deddy Corbuzier. Dan jika ketahuan membaca komik pun mendapatkan sanksi yang sama. Plus komik yang ketahuan itu bakal disita lalu dibakar.
Tapi tak apa demi Naruto kami rela melakukan itu. Dan syukurnya hingga lulus jarang sekali ketahuan jika kami terkadang ke warnet ataupun membaca komik.
Tapi kalau saya memang nggak terlalu rutin mengikuti ceritanya waktu pesantren, saya lebih mengandalkan cerita dari teman saya yang sering pergi ke warnet. Kalaupun ingin baca komiknya, terkadang meminjam komik yang dibeli teman saya selepas dibesuk orang tuanya. Walaupun ceritanya nggak se-update saat baca di internet.
Kemudian saat itu tiba, saat serial anime Naruto selesai. Saya yang waktu itu lagi tidur terbangun kaget mendengar kabar bahwa serial Naruto selesai. Mata yang tadinya mengantuk dalam sekejap langsung hilang rasa ngantuknya.
Saat mendengar kabar serial Naruto selesai dan kabar Naruto mati itu rasanya serupa tapi tak sama. Rasa nostalgianya memang sama. Namun dampak emosionalnya ini berbeda.
Jika saat mendengar kabar Naruto sudah selesai, masih ada perasaan tenang. Karena saat serialnya selesai berarti Naruto sudah menggapai mimpinya untuk menyelamatkan desa dan menjadi seorang hokage.
Namun saat mendengar kabar Naruto mati rasanya sungguh berbeda. rasa sedih dan emosi ini bercampur aduk. Ini berarti semua mimpi yang diraih bersusah payah oleh Naruto hilang dalam sekejap. Perjalanannya yang Panjang serasa gampang banget diambilnya.
Tapi ya sudahlah saya ingin berbaik sangka saja. Sang mangaka (kreator) itu mungkin merencanakan plot twist tertentu, mungkin saja Naruto mati kemudian bisa hidup lagi. Atau bahkan jangan-jangan Naruto itu sebetulnya nggak mati cuma gimmick saja. Pokoknya kita tunggu saja kabar baiknya semoga Naruto belum mati. Pokoknya gitu deh!