1994, 2014, 2024?
Tahun yang berakhiran angka 4 memang terbukti bertuah bagi Persib Bandung. Klub asal Kota Kembang ini tercatat memenangkan gelar Liga Indonesia pada tahun 1994 dan 2014. Dan di tahun ini, 2024, Maung Bandung berhasil menginjakkan satu kakinya di podium juara, setelah mengandaskan Madura United di laga final leg pertama, dengan skor meyakinkan 3-0. Makanya para penggemarnya yakin kalau Persib bakal juara tahun ini, yaa berdasarkan cocoklogi di atas, tuah angka 4.
Ada satu cocoklogi lainnya sebenarnya, yaitu terkait format liganya. Pada musim 1994 dan 2014, selain angka tahunnya sama-sama berakhiran 4, Persib Bandung juga sama-sama menjuarai liga dalam format knock-out. Dan di tahun ini juga, format liganya memakai sistem knock-out untuk penentuan juara. Ya, semesta seolah merestui Persib untuk juara musim ini, walau dengan langkah yang gontai.
Langkah gontai yang saya maksud adalah segudang masalah yang dialami Persib musim ini, lolos ke babak final merupakan hal yang tak terprediksi sebelumnya, setidaknya menurut saya. Bayangkan, sejak awal liga berjalan saja, Persib sudah ngos-ngosan dengan hanya mengumpulkan 3 poin dari 3 pertandingan. Mundurnya Luis Milla beserta jajaran pelatih lainnya turut memperburuk kondisi Persib sehingga harus bertengger di zona degradasi.
Penunjukkan Bojan Hodak sebagai pelatih anyar, cukup membangkitkan tren positif dari pasukan Maung Bandung. Perlahan namun pasti, Persib merayap dari papan bawah hingga dapat bersaing di puncak klasemen. Alhasil, Persib berhasil mengunci satu tempat di Championship Series setelah sukses menjadi runner-up di Reguler Series.
Di pertengahan musim, hubungan antara manajemen Persib dengan Bobotoh sempat memanas. Rumitnya sistem penukaran tiket dan tidak adanya jatah tiket untuk komunitas menjadi pemicunya. Puncaknya, ketika manajemen Persib tidak merespon ajakan duduk bersama dengan bobotoh guna mencari solusi terbaik. Atas hal ini, basis penggemar terbesar Persib, yaitu Viking, bereaksi dengan mengosongkan stadion. Untungnya, upaya tersebut tidak berlangsung lama.
Tak berhenti sampai disitu. Masalah-masalah non-teknis menimpa Persib Bandung silih berganti. Pada jeda kompetisi putaran kedua, salah satu pemain andalan Persib, yaitu Putu Gede, tiba-tiba harus meninggalkan Persib dan dipaksa bermain untuk Bhayangkara Presisi Indonesia melalui skema transfer yang konyol. Pasalnya, Bhayangkara Presisi Indonesia menggunakan surat tugas kedinasan Polri dalam proses transfer Putu Gede. Hal ini tentunya sangat problematik, soalnya ada kontrak profesional yang ditimpa dengan kebijakan instansi. Seharusnya Bhayangkara tetap menggunakan regulasi sepak bola dalam ranah transfer pemain. Toh, dalih “surat tugas” pun untuk kepentingan klub-nya, bukan kepentingan instansinya. Sangat disayangkan, hal ini bisa membuat iklim industrinya kurang kondusif.
Lain Putu, lain pula dengan Frets Butuan. Frets yang merupakan anggota TNI, harus meninggalkan Persib di tengah kompetisi, karena dipindahtugaskan oleh instansinya ke Ternate. Sehingga, mau tak mau Frets Butuan pun harus mengundurkan diri dari Persib untuk berdinas di tempat yang sudah ditetapkan. Namun tak lama kemudian, ia malah bergabung dengan klub asal Maluku, yaitu Malut United. Nah, menariknya Malut United sendiri home base-nya justru di Jakarta, yang sama jauhnya dari tempat Frets Butuan ditugaskan. Hadeuuuh.
Berhasil lolos ke Championship Series, bukan berarti masalah Persib berhenti. Masalah tersebut kini datang dari kesalahan pahaman antara manajemen dengan striker andalan Persib, yaitu David Da Silva, menyangkut sisa uang down payment (DP) yang belum dibayarkan. Sebab hal ini, David Da Silva pun mogok latihan bersama tim. Namun pada akhirnya masalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Bahkan di pertandingan melawan Madura United kemarin, sebenarnya Persib kembali dihadapkan dengan masalah. Nama Marc Klok tiba-tiba tidak ada dalam line-up, bahkan tidak masuk sebagai cadangan. Kabarnya sih, Klok kembali cedera, sehingga tidak masuk dalam skuad menghadapi Madura United. Padahal, peran Klok sangat krusial di lini tengah Persib.
Absennya Marc Klok pada laga final leg pertama melawan Madura United sangat terasa. Mengutip kata Bung Kus, Persib seolah tidak punya penjahit di lini tengahnya. Walaupun ada Stefano yang berdiri di belakang striker, ia sama sekali tidak bisa mengalirkan bola. Karena Stefano lebih bertipikel sebagai second striker daripada playmaker. Akibatnya, Madura United berhasil menguasai permainan di babak pertama. Saya pun menonton dengan penuh kecemasan, takut kalau-kalau perjuangan Persib bakal antiklimaks.
Di babak pertama, Madura United benar-benar bermain luar biasa. Madura United membuat Persib tidak terlihat seperti tim besar yang sedang bermain di kandang. Saya semakin parno ketika mengingat musim lalu Persib selalu kalah di laga-laga penting. Namun, entah apa yang diucapkan oleh Bojan Hodak di ruang ganti, para pemain Persib seolah terlecut di babak kedua. Semesta pun memberi jalan lewat cederanya Hugo “Jaja” Gomes yang di babak pertama berhasil mengacak-acak lini tengah Persib. Setelah Jaja ditarik keluar, langkah Persib semakin mudah. Gol demi gol pun tercipta lewat aksi Ciro Alves dan brace David Da Silva.
Dalam sepak bola, apapun memang bisa terjadi. Tapi setidaknya kemenangan 3-0 Persib atas Madura United di final leg pertama dapat meringankan kaki para pemain di leg kedua kelak. Sebenarnya aneh juga ketika berbicara final yang diselenggarakan dua leg. Dari sisi penonton, tidak ada letak keseruannya sama sekali. Tapi, kita nikmati saja sambil bersiap untuk konvoi dan merayakan kembali juaranya klub kebanggaan masyarakat Jawa Barat ini. Mumpung musim ini semesta sudah merestuinya.