Friday, March 29, 2024
Cart / Rp0
No products in the cart.

Perkara yang Lebih Kompleks dari “Jadi Sugarbaby”

Beberapa hari yang lalu, saya didekati laki-laki. Mungkin usianya sekitar 15-20 tahun lebih tua dari saya, kurang lebih segitu mungkin ya gak tau juga karena saya gak bisa temuin biodatanya di google, tapi untuk karyanya ya boleh, lah. Memang mejeng dan bertengger di jajaran senior kolektif di bidangnya.

Jadi, awalnya saya sering diajak makan siang dan selalu saya tolak dengan alasan “Ya ngapain?” Besides, saya udah bukan di usia yang “ngawang” gitu loh, saya juga selalu bisa nolak orang tanpa harus ngerasa bersalah.

Gak nyerah sampai di situ, beberapa kali dia sempat tawari saya liburan ke luar kota berdua, ngajak ketemuan di kota A pas saya mau nonton konser di sana, ya hal-hal semacam itu lah. Terus kalau pagi dia mau ke kantor saya, dia kadang tanya “Mau dibawain apa? saya di rest area nih.” ya saya sih bodin amat ya, toh kalau saya mau apa-apa ya saya bisa pake duit sendiri. Dan saya gak mau ambil resiko pulang-pulang ada tupperware melayang ke wajah saya.

Menarik sih fenomena ini. Bukan maksudnya saya yang menarik ya. Itu mah iya, saya memang menarik, tapi banyak yang lebih menarik daripada saya kok saya yakin. Tapi bukan itu poinnya.

Semenjak saya kerja, ya tentu aja hal ini udah biasa saya alami. Bertemu dengan orang yang usianya jauh di atas saya. Ibu-ibu rese, bawel, bapak-bapak centil, genit, dan lain segala macam, lah. Terlebih, dulu saya berkarir kebanyakan di F&B yang literally ketemu banyak orang. Supplier, vendor, orang bank, customer, dll. yang tentu aja demi kepentingan mereka masing-masing juga pasti ada aja yang ngajak makan siang. Saya rasa itu udah jadi hal biasa, lah. Makan, karokean, main golf, ke clubhouse, kobam, dan lain-lain sama partner tuh ya bukan hal aneh, itu kan cara bonding orang.

Yang aneh ya kalau saya terus-terusan dipepet diajak ke sana-ke sini padahal, secara pekerjaan tentu saja tidak ada sangkut pautnya. Terlebih, rentang usia yang lumayan jauh kadang jadi bikin serba mikir.

Gini, usia 40 itu biasanya orang sedang mencapai tingkat finansial yang luar biasa stabil, loh. Umumnya, ya. Ya kecuali Anda anaknya Megawati tentu saja bahkan sejak Anda dalam perut, kondisi finansial Anda sudah luar biasa. Pada usia 40 itu, biasanya orang sudah percis tahu kebutuhannya apa, besaran persentase yang harus ia keluarkan untuk biaya A, biaya B, dan lain-lain. Gak heran, usia 40 lagi centil-centilnya, ditambah pubertas kedua. Muehehe. Hati-hati ya, sobat. Jangan sampai julukan sugar baby tiba-tiba nempel di jidat terus kamu jadi bulan-bulanan kaum patriarki.

Omong-omong sugar daddy-sugar baby-sugar mommy, banyak juga teman laki-laki saya minta “kontak” ke sugar mommy, yang perempuan juga sama aja, ketika disakiti laki-laki sebaya, ujung-ujungnya ngechat “Cece, kenalin aku dong sama sugar daddy.” Dipikir gue germo apa?!

Tapi, ya kadang memang hubungan casual rentang usia jauh tuh ya memang kadang “lebih menyenangkan” aja gitu. Besides, orang-orang di rentang usia segitu totally to the point loh. Gak banyak basa-basi.

You mau A, I ikutin mau You. Tapi I juga mau B, jadi You harus ikutin mau i. Kesepakatannya gitu. You mau OK, gak ya udah bye. You mau duit, I mau ‘main’. Ok jalan, gak yaudah.

Sesimpel itu. Saya suka tipe orang yang cepat, sat set, gak basa basi, dan sayangnya kebanyakan orang akan begitu di usia 35-45. Dan kebanyakan, usia segitu sudah jadi suami orang. Suami yang bosan dengan kehidupannya sama istri, mulai bosan karena istri sering pegal, dan atau lain segala macam yang bikin suami gak puas. Ya, meruncing ke urusan seksual sih tapi ternyata hubungan antar sugar ini gak melulu ke sana ternyata.

Ada loh hubungan antar sugar yang cuma telponan selama di jalan, video call gak pake “S”, ya meskipun ujung-ujungnya incognito di hotel.

Kadang, di masa menuju paruh baya itu, seseorang pengen ditemenin, pengen ngobrol. Bukankah di masa tua, sendiri adalah hal yang ditakuti, ya? Ya kalau masa muda dulu disebut quarter life crisis, ya di usia 35-45 ini disebutnya midlife crisis. Seringkali saya diingatkan, semakin hidup berjalan, semakin bosan juga ya, orang. Makanya banyak yang memilih untuk cari sugarbaby karena bosen, jenuh, nyari temen, nyari perasaan ‘semangat kencan’, perasaan ‘deg-degan’ mau ketemuan, ya perasaan yang mungkin udah lama gak dirasain lagi. Atau, sekedar cerita masalah bisnis dan ketakutan-ketakutan dalam hidup. Ya mau cerita ke siapa? Ke istri sah mungkin dia gak nemu insight baru, takut nambah beban, and so on. Sedih, tapi ya memang itu adanya. Saya pernah terlibat percakapan dengan seorang usia 38, dia bilang, ketakutan dia cuma 1. Ketika dia menjadi tua dan belum meninggal, dia takut sakit-sakitan dan gak ada yang ngurus, takut gak ada yang ngajak ngobrol, takut kehadirannya akan justru bikin jengkel istri dan anak-anak.

Sedangkan sugarbaby kadang iseng dan pengen terlihat keren aja ke mana-mana jalan sama orang berduit atau pake mobil keren, atau karena mereka ya memang butuh duit aja. Yang jelas, apapun kebutuhannya, saya yakin itu adalah hal yang mendesak. Bisa jadi, ketakutannya adalah menjadi muda dan gak berguna buat orang-orang di sekitarnya. Bisa jadi, ketakutannya adalah melihat orang tuanya tua, sakit-sakitan, sedang dia gak punya apa-apa buat membantu mengurangi sakit yang dialami orang tuanya sampai mati dia akan menyesal sih kalau gitu kondisinya. Dan di masa-masa seperti itu, kadang sugardaddy/mommy justru memberikan juga perhatian yang dibutuhkan. Mungkin kepedihan dalam hidup udah lebih dulu mereka lewatin. Ya, begitulah hidup~

Sebenernya sih hubungan antar-sugar ini menurut gue adalah FWB versi mapan dan berkecukupan. Udah ada boundaries di awal, apa aja yang boleh dilakuin dan yang gak boleh, udah ada kesepakatan maunya gini maunya gitu, semuanya dibuat serba transparan, dan tipe hubungan yang seperti ini kan lebih menguntungkan semua pihak, bukan? Asal dipahami aja ya namanya juga FWB, seromantis-romantisnya FWB emang ada yang sejauh mana sih? Sebaik-baiknya suami orang ke lu sampai mau nikahin juga paling jauh ngajak kawin siri, kan. Jadi, kalau kamu memutuskan untuk ada di hubungan itu ya intinya jangan take it seriously, lah. Ambil hikmahnya aja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Welcome Back!

Login to your account below

Create New Account!

Fill the forms below to register

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Login dulu, lur~

Nyalakan Mimpimu!