Profil Singkat
Nama aslinya Rizal Zaelani, tapi semua orang manggil dia Ijal. Cowok asal Tasik yang lahir 31 Agustus 1983 ini udah jadi semacam sosok “abang-abangan” buat anak-anak band Kataswara. Awalnya dia nongkrong di sanggar seni Ngaos Art bareng anak-anak Kataswara, tempat mereka belajar musikalisasi puisi sambil ngegali seni bareng. Karena Ijal punya pengalaman di dunia band dan dituakan, dia akhirnya didapuk jadi manajer.
Sebagai manajer, Ijal nggak cuma sibuk ngatur jadwal manggung atau urusan teknis. Dia juga jadi “penengah” waktu anak-anak Kataswara beda pendapat, entah soal musik, kontrak label, atau ide kreatif. Tantangan paling gede? Ngadepin ego masing-masing personel. Tapi buat Ijal, perbedaan itu justru bikin mereka berkembang bareng. Mari simak wawancara Nyimpang dengan Ijal di bawah ini.
Bisa ceritain sedikit nih tentang diri lu, bro?
Nama gue Rizal Zaelani, lahir 31 Agustus 1983 di Tasik.
Wah, Tasik sih tempatnya adem tuh! Ngomong-ngomong, awalnya gimana sih lu bisa terjun jadi manajer band Kataswara?
Kebetulan Kataswara ini lahir pada tahun 2020-an di sebuah sanggar bernama Ngaos Art: tempat di mana aku dan anak-anak yang lain sering nongkrong, belajar, musikalisasi puisi, dan berkembang bareng dalam hal kesenian. Karena aku ada di situ, aku dituakan di situ, istilahnya mah iya, terus aku juga ada pengalaman di band, jadi sedikit banyak tahu gtu soal band, dan akhirnya teman-teman Kataswara mempercayakan aku untuk jadi Manajer mereka.
Oh, jadi band ini tuh asalnya dari Sanggar kesenian gitu iya. Indie nih! Tantangan paling gede apa aja yang pernah lu hadapin selama ngurusin Kataswara?
Wah, kalau itu sih menyatukan pendapat sih, karena di sini tuh anak-anak isi kepalanya beda. Ngadepin egonya mereka gitu karena mereka punya peran bermusik masing-masing, tapi alhamdulilah bisa teratasi. Iya, cuma, saling belajar aja, karena kami juga udah lama di sini, jadi udah saling tahu karakter masing-masing. Kalo untuk kesulitan di luar sih belum ada, hanya masalah internal individual saja. Sedikit banyak aman dan bisa teratasi.
Ada momen yang paling berkesan nggak selama lu bareng sama Kataswara?
Momen paling berkesan itu iya perbedaan pendapat di antara kami. Ada suatu label yang menghubungi kami, dan ada perbedaan pendapat tuh yang mencuat. Ada yang bilang kalau ikut label, nanti jadi diatur-diatur, dan ada juga yang ngasih pendapat, kalau kita nggak ikut label, iyaa kita nggak ikut besar dan nggak bisa berkembang. Momen beradu pendapat itu yang berkesan karena dari situ kita bisa berkembang bareng.
Selain itu sih, yang berkesan tentu saja suasana manggung. Kemarin-kemarin tuh pada tanggal 14 Desember 2024 itu, di panggung itu momennya lumayan, berbarengan dengan haul atau ulang tahun Ngaos Art, jadi dapet banget vibes meriah, dan harunya.
Menurut lu, apa sih hal paling penting yang harus dimiliki seorang manajer band biar bisa ngatur band dengan baik?
Yang harus dimiliki jelas yang pertama sih pengalaman, kedua kita mesti tegas dalam artian, kita mesti bisa punya sikap dan berpihak pada kebaikan kita sendiri. Karena gue sendiri dikenal, “Ijal Si Galak,” hehehe. Tapi, kan ini demi kemajuan bareng-bareng. Karena kita manusia dengan adat ketimuran gitu iya, jadinya kita suka sungkan dan lembek segala macem gitu, nah nggak bisa begitu. Ini kan jelek. Kita mesti tegas supaya nggak ditinggalin.
Ketiga, link juga mesti banyak supaya terhubung dengan banyak hal. Iya, balik lagi karena gue lumayan banyak pengalaman di bidang bermusik itu—kenal dengan berbagai musisi, jadi bisa sekalian gue promosiin ke mereka. Ini membuka jalan supaya dapat audience yang lebih luas.
Gimana cara lu ngejaga hubungan sama anak-anak Kataswara biar tetap solid?
Ya itu dia dengan selalu berproses bareng. Kami kan tinggal di satu tempat sanggar: satu rumah, iya dengan cara itulah kami jalin hubungan komunikasi terus-menerus. Biar pun ada personil yang kuliah dan nggak tinggal di Ngaos, iya kami sering adain nongkrong gitu. Jadi komunikasi mesti rutin, supaya rasa solid bisa muncul secara alami.
Pernah nggak sih lu ngerasa capek banget atau hampir nyerah? Kalau pernah, apa yang bikin lu akhirnya tetep jalan?
Kalau hal itu sih, alhamdulilah nggak ada sampe sekarang. Gue anggep mereka adik-adik gue sendiri sih, jadi nggak ada kepikiran buat nyerah. Capek mah udah biasa, bagian dari proses, tapi bisa ngeliat mereka bisa berkembang dan maju itu udah bikin semangat. Gue dengan senang hati membantu mereka, karena gue cinta mereka sebagai adik-adik gue sendiri.
Ceritain dong gimana awal mula Kataswara terbentuk dan apa visi mereka dalam bermusik?
Kataswara itu terbentuk dari tahun 2020-an di Ngaos Art karena kita sering mengiringi musik teater, temen-temen yang mengiringi juga dari situ, dan seneng bikin naskah teater yang kita bikin ke dalam bentuk musik. Lalu muncul gagasan, “Kenapa kita nggak buat band aja?” Akhirnya terbentuklah Kataswara dengan lirik-lirik lagu mereka sendiri. Kalau visi sendiri sih iya paling berkarya aja iya gitu.
Kataswara ini genre-nya apa sih?
Alternative gitu. Alternative rock bisa.
Kalau pengobatan alternative termasuk nggak? Hehehe.
Iyaa, termasuk. Hehehe.
Iya, soalnya bisa ngobatin hati yang lagi syedihhh. Oh iya, nama Kataswara itu dari mana inspirasinya? Apa makna di balik nama itu?
Nama Kataswara itu dibikin sama Alvin yang artinya, “Suara Kata”–jadi kami berusaha menguatkan bagian lirik-liriknya di band ini. Ada pesan yang ingin kami sampaikan gitu yang harapannya bisa mempengaruhi pendengar menjadi relate dan lebih positif.
Menurut lu, apa yang bikin Kataswara beda dari band-band lain di skena musik?
Ya tentu beda dong! Kami punya kelebihan. Di setiap panggung, kami membayangkan bahwa panggung kami itu seperti panggung teater—jadi ada semacam tangga dramatik gitu, yang mempengaruhi audience. Kita pake aktor, penari, dll. ada pesan yang ingin kami sampaikan ke audience, dari aspek visual. Itu yang membuat kita beda. Kalau band lain kan nyanyi, tinggal nyanyi. Kalau kami itu sisi visual, dramatiknya juga itu dapet.
Perjalanan Kataswara sampai punya audiens yang solid sekarang gimana ceritanya?
Perjalanannya awalnya kita dikenalnya itu di panggung teater. Iya, karena kita sering tampil di acara-acara musik teater, iya maka audience-nya dari penyuka teater. Terus kami kembangkan sayap: kami masuk ke event-event yang lain, dan meluaskan jaringan. Dari panggung teater ke panggung acara musik. Kebetulan bukan kita yang nyari event, tapi event dan label yang nyari kita. Kataswara pernah main di CBP, Jazz Bus, dan Coklat Kita.
Wah, udah lumayan malang melintang iya, Jal.
Iya nih, iya walaupun baru tingkat lokal.
Bisa ceritain nggak tentang launching dan proses kreatif di balik pembuatan EP terbaru Kataswara?
Oh iya, kebetulan si launching-nya itu kita buat di empat panggung: di tiga kampus dan ujungnya di gedung Kesenian Tasik. Jadi setiap minggu itu kita manggung, dan ujungnya itu launching di tanggal 14 Desember itu. Untuk pembuatan lirik dan aransemennya sendiri iya dikerjakan di Ngaos Art— kami kerjakan bareng-bareng, kecuali mixing dan mastering, dua hal itu dibuat oleh pihak lain dari Bandung.
Tema atau cerita apa yang diangkat di EP ini?
Menjadi manusia iya bercerita tentang perjalanan kita sebagai manusia aja: suka dukanya menjadi manusia tuh gimana, dan proses pembelajaran menjadi manusia.
Gimana respons awal dari pendengar soal EP ini?
Respons awal dari pendengar alhamdulilah, baik, karena sebelumnya ada promo dari berbagai tempat sih. Karenanya kami bersiasat di situ—menyediakan lagu-lagu yang reletable dengan pendengar: sangat dekat gitu dengan kita sebagai manusia, dan kami gencarkan juga proses promosinya. Jadi kami udah benar-benar susun dan rencanakan dengan baik.
Ada tantangan khusus nggak selama proses produksi dan promosi EP ini?
Kalo tantangan khusus, apa lagi kalau bukan uang? Hehehe! Karena kami awalnya tuh bener-bener kolektif gitu. Alat-alat penunjang, dan segala macem itu kami tanggung sendiri sebelum ketemu label. Tapi, alhamdulilah hal-hal teknis seperti itu udah ditanggung gitu oleh label sekarang. Karena kalau soal-soal lain seperti link atau jaringan, alhamdulilah kami ada.
Dari semua lagu di EP ini, menurut lu lagu mana yang paling lu suka dari Kataswara? Kenapa?
Gue suka lagu “Matematika,” yang punya pesan kalo dalam kemanusiaan itu kita mesti ikhlas dalam mencintai gitu, nggak boleh hitung-hitungan lagi.
Strategi lu buat promosiin EP ini biar makin banyak yang dengerin gimana?
Strategi gue sih karena gue banyak temen iya, gue memperkenalkan ke mereka kaya Arini, Farid, sama Yuda juga. Gue juga berjejaring dengan temen-temen gue di luar kota supaya jangkauannya makin luas dan makin banyak dapat feedback positive. Kami bakal hadir di radio-radio, dan off air juga lumayan banyak. Gue juga sebar promosi ke temen-temen kolektif dan musisi juga gitu. Gue juga ada jaringan sama temen-temen SID (Superman Is Dead), dan Endank Soekamti.
Ada kolaborasi atau bantuan dari pihak lain nggak selama pengerjaan EP ini?
Kami bikin EP ini dari bantuan label SPP ini, dan alhamdulilah, kami kontrak dengan label tersebut. Sebelumnya itu kita emang mau launching di tanggal 14, akhirnya ketemu dengan label SPP ini yang ingin membantu secara finansial termasuk dalam hal mixing dan mastering oleh mereka.
Setelah EP ini rilis, rencana Kataswara ke depannya apa?
Kami mau ngeluarin video single, yang bakal keluar akhir Desember ini. Sampai akhir Desember ini kami kelarin promo, bikin video clip satu, dan Januari awal tahun depan itu manggung di Bandung sih, di beberapa titik dan di Jakarta, karena kayanya di situ sih banyak promonya. Udah ada plan-nya di situ.
Menurut lu, EP ini bakal jadi batu loncatan yang gede buat Kataswara nggak?
Betul lah! Jelas! Karena kami di sini sebagai Kataswara mulai dikenal orang-orang, dan dari sini kami pengen nunjukin bahwa kami pantas dihargai di dunia musik, makanya project ini kami garap dengan serius. Ini semacam pembuktian gitu pada kualitas Kataswara.
Harapan lu buat Kataswara di industri musik apa?
Harapan gue sih, gue ingin Kataswara ini dikenal aja dulu oleh audience yang lebih luas. dari sini, pesan kami bisa lebih tersampaikan, supaya mampu menjadi energi positif untuk orang-orang.
Terakhir nih, ada pesan nggak buat pendengar baru yang mungkin baru kenal Kataswara lewat EP ini?
Iya, pokoknya jangan lupa dengerin Kataswara! Kalau pengen sesuatu yang berbeda, dengerin lagu-lagu kita, dan dateng ke konser kita.