Diskriminasi Orang di Lingkungan Pesantrenku terhadap Perempuan yang Menstruasi
Waktu SD, aku tahu kalau menstruasi itu satu diantara tanda perubahan fisik pada wanita atau kalau di pelajaran PAI, atau ya tanda balig pada perempuan. Cuma 2 hal itu yang betul-betul aku ingat. Terus aku mikir,
“Kenapa sih cuma itu doang yang diajarin? Kenapa gak dikasih tau kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi pas menstruasi? Seperti perut sakit, kepala pusing, cara pakai pembalut, jadwal ganti pembalut yang baik, atau minimal dikasih tau kek supaya jangan khawatir pas mengalami menstruasi pertama. Ya maksimal dikasih dispensasi buat gak masuk pas lagi mens mah!”
Aku jadi inget pas usiaku 12 tahun. Waktu setelah Ujian Nasional adalah waktu yang didamba-dambakan murid kelas 6 SD. Namun, lain halnya jika itu menjadi hari-hari aku mengalami menstruasi pertama kali. Iya, kondisi alamiah yang diberikan Allah yang harusnya dimaknai sebagai bentuk kasih dan rukhsoh (dispensasi), bukan diskriminasi atau penistaan.
INGET, YACH! yang najis itu darah haid, bukan diri kita. Kalau khawatir masjid ketetesan darah yang najis itu, cik atuh sediakan pembalut gratis biar bisa ganti dulu pakai pembalut yang baru sebelum masuk masjid. Bukannya malah dikasih plang “Wanita Haid Dilarang Masuk.”
Lagian kan, zikir dan mendengarkan Pak Ustaz mah boleh, tapi masa sih sambil berdiri di luar?
Jadi inget lagi. Pas remaja téh aku setiap lagi mens harus izin gak ikut kumpulan IRMA (Ikatan Remaja MAsjid) padahal aku baik-baik aja, cuma gara-gara khawatir ada darah yang netes, jadi dilarang masuk masjid:( tolong kurang-kuranginlah stigma dan diskriminasi terhadap wanita yang sedang menstruasi macam itu!
Menstruasi Pertamaku
Bahkan, saat pertama kali menstruasi aku tidak masuk sekolah selama seminggu. Syukurlah waktu itu, aku sudah bebas dari kegiatan belajar (karena baru beres UN). Aku tidak tahu teman-temanku sudah mengalami menstruasi pertama seperti yang kualami atau belum waktu itu. Tapi, jelas aku tidak nyaman dengan menstruasi pertama dan terus-terusan mengeluh pusing.
Aku baru menganggap bahwa persoalan siklus menstruasi adalah hal yang serius saat di Pesantren, pas umur aku lagi manis-manisnya, 17 tahun. Terlebih, menstruasi adalah waktu yang ditunggu-tunggu di sana. Selain bisa tidur sampai siang tanpa takut ketinggalan salat subuh, aku juga bisa istirahat dari hafalan-hafalan dan ibadah fardu lainnya.
Ada dua macam masalah buat santri putri di pesantrenku dulu. Pertama, menstruasi tidak datang setiap bulan. Kedua, dalam sebulan menstruasi terjadi lebih dari 15 hari, yang mana kelebihan dari 15 hari itu disebut istihadah atau secara medis disebut juga menstruasi berkepanjangan, yaitu kondisi saat darah keluar melebihi batas siklus menstruasinya.
Bagi wanita yang mengalami menstruasi berkepanjangan, ini menjadi hal yang melelahkan. Bahkan wanita yang istihadah tetap harus melaksanakan ibadah fardu seperti salat. Melelahkan? Tentu saja, dalam pelaksanaan dari mulai wudu saja kita harus menjaga agar darah tidak keluar, jika keluar maka harus dibersihkan lagi dan mengulangi wudunya. setauku begitu. Walaupun mungkin ada toleransi jika darah terus menerus keluar karena hal itu diluar kendali.
Siklus Menstruasi yang Melelahkan
Aku mengalami masalah siklus menstruasi yang tidak datang setiap bulan. Hal ini pernah satu kali aku sadari saat duduk di bangku SMP kelas 2. Waktu itu aku dan teman sebangkuku sama-sama tidak kedatangan menstruasi selama 3 bulan. Aku sedikit cemas, tapi entah kenapa aku lega saat tahu teman sebangku mengalami hal yang sama. Setelah 3 bulan itu mungkin saja siklus menstruasiku tetap tidak lancar, tapi aku pikir itu hal yang sangat wajar karna masih remaja dan hormon belum stabil begitu pikirku.
Satu-satunya alasanku tidak menghiraukan masalah siklus menstruasi sejak sekolah, ya karena aku tidak pernah betul-betul diajari hitung-hitungan siklus menstruasi selain di Pesantren. Mungkin saja hal penting dalam Bab Reproduksi di mata pelajaran IPA terlewatkan olehku, tapi entahlah aku tidak ingat betul. Di keluargaku sendiri, hanya aku yang bermasalah dengan siklus menstruasi seperti ini.
Nah kebetulan waktu itu belum waktunya perpulangan santri. Aku ngedadak jatoh di kamar mandi karena HB darahku rendah. Gak sampai pingsan sih, tapi tiba-tiba waktu itu pandanganku gelap, kaki gak seimbang terus jatoh dengan tingkat rasa malu 80% dan sakit 20% tapi lumayan gak bisa ikut kegiatan selama ±seminggu karena kaki bengkak dan baret-baret.
Akhirnya pas perpulangan, aku memutuskan buat periksa ke dokter karena aku pikir masalah siklus menstruasiku ini udah gak wajar. Ada yang gak beres sampai gak datang berbulan-bulan begini. Aku lupa lagi sebetulnya HB darah tuh ngaruh ke siklus menstruasi yang gak lancar atau tidak. Tapi faktor-faktor keduanya cenderung saling beririsan. Seperti pola makan dan waktu tidur, dua hal itu menjadi faktor turunnya HB darah dan siklus menstruasi tidak lancar. Jujurly, kalau masalah pola makan dan waktu tidur waktu di pesantren itu berantakan banget. Jadwal padat, tapi malem-malem lebih milih nulis diary dengan judul “Rindu Ayang” terus besoknya harus nahan ngantuk pas wirid subuh karena gak mau di takzir. Ya begitulah anak muda …
Aku sendiri agak sebel awalnya kalau ngomongin masalah siklus menstruasi ke ibu atau keluargaku. Pasti ujung-ujungnya dibilang karena aku gak doyan makan sayur. Yaudah lah, gak bisa apa-apa kalau gitu mah. Tapi pas di pesantren ada yang namanya Puasa Yaman, selama 40 hari makannya mutih dan gak boleh yang mengandung hewani. Ya aku kan keren, dua tahun berturut-turut aku berhasil ikut puasa yaman tuntas. Jangan bilang aku nyembah syaiton dengan puasa mutih:( poin pentingnya aku berhasil suka dan bisa makan beberapa jenis sayur. Tapi setelah itu apa? Siklusnya tetep aja.
Waktu periksa ke dokter, katanya pola makan dan waktu tidur diatur, jangan terlalu dipikirin hapalan dan ngaji yang gak naik-naik mah. Terus dikasih suplemen vitamin. Setelah habis 3-4 tablet aku langsung menstruasi. “Magic” kata aku téh. Tapi bulan selanjutnya masih sama aja. Jadi selama di Pesantren, ±12 bulan itu hanya ada 3 bulan yang kedatangan menstruasi. Lucunya aku menstruasi setiap habis pulang ke rumah selepas dipijit sama ibu dan sehabis diajak jalan-jalan pas jengukan keluarga. Iya mungkin aku teh stress aja, tapi masa sih.
Pendidikan kesehatan reproduksi menjadi sangat penting menurutku. Harusnya diperhatikan dan menjadi asupan penuh sejak usia sekolah dasar, mulai dari anatomi tubuh dan bukan sekadar mengenal organ luar saja tetapi juga sampai seluk buluk organ dalam dan fungsi organ reproduksi.
Di usiaku yang ke-21 tahun, aku menyayangkan pendidikan kesehatan reproduksi yang kerap kali tidak memadai baik di Sekolah maupun lingkungan keluarga. Harusnya pendidikan kesehatan reproduksi dimulai pada usia dini dan terus diperbaharui seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan individu. Topik pendidikan tentang menstruasi juga harus lebih luas lagi, tidak hanya tanda-tanda dan gejala yang terkait dengan masalah kesehatan pada organ reproduksi wanita tapi juga bagaimana mencegah atau mengatasi masalah tersebut.
Semoga teman-teman sehat selalu. Kalau mengalami masalah dalam siklus menstruasi, cobalah cari teman ngobrol yang bisa dipercaya. Jangan coba-coba mencari tahu lalu mendiagnosa senidiri yaa. Tak apa-apa kalau dirasa perlu bantuan dokter SpOG dan semacamnya. Datang dan lepaskanlah kecemasan-kecemasan itu. Peluk dari aku.