Penuh Tanya
Hitam itu adalah aku
Dan kau terlalu putih untuk ku miliki
Ku coba merubah hitam menjadi merah
Tapi pada kenyataannya kau terlalu abu-abu bagiku
Apa mungkin rasaku untukmu
seperti hitam dan putih?
Atau bahkan hanya sekedar abu-abu?
Mungkin
Tuhan tak menakdirkan kita bersatu
Tapi mengapa rasa ini terus menggebu?
Memanggil namamu
Menginginkan keberadaanmu di sini
Apakah Tuhan hanya ingin menyiksaku?
Menyiksa perasaanku
Tapi mengapa?
Jika aku tak ditakdirkan denganmu
Mengapa rasa ini sulit hilang di hatiku?
Dan bayangmu, tak pernah lepas di pikiranku
Aku hanya ibarat kupu-kupu yang malang
Terbang tanpa arah dan tujuan
Jauh, dan semakin jauh aku terbang
Sampai akhirnya
Di suatu lembah yang jauh
Kutemukan sang kumbang
Dan aku berharap kumbang itu adalah kamu
Kembali
Rabu,
Aku kembali dalam syair hangat
Namun dalam rinai yang berbeda
Karena kini semuanya terlihat sepi
Menyendiri untuk jauh dari keramaian
Sesak yang kurasa
Adalah hukuman
Bagi mereka yang tidak ikut bernyanyi tengah malam
Namun, apakah sepi ini berlangsung lama?
Aku harap, syair klakson dan barisan topi hitam muncul kembali di jalanan
Aku tak mau sendiri
Diam menyepi
Aku Padamu
Aku benci gaduh, seperti saat rindu-rindu mengadu
Aku benci kehilangan, meski cepat atau lambat ia adalah kepastian
Tetapi aku suka menatap matamu yang teduh, yang membuat segala luruh
Ada rindu yang tabah saat kesedihan mengetuk, dan pintu membiarkannya masuk
Puisi, menjadi kehilangan yang begitu nyeri
Setiap napas hidup
Memiliki ceritanya sendiri
Seperti panggung siap menggelar pentas
Mempertontonkan sebuah kisah
Ada cerita tentang akhir yang bahagia