Pengekangan kebebasan berekspresi pertama terjadi di masa Prabowo Subianto. Pada hari Kamis, 19 Desember 2024, pameran lukisan karya Yos Suprapto dibredel dengan alasan kurator menganggap lima dari 36 lukisan yang hadir “tidak sesuai dengan tema yang sudah ditentukan, ” yakni tentang Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan. Dua di antara lima lukisan yang dibredel itu adalah yang menggambarkan seorang petani ngasih makan ke Pejabat dan sekumpulan orang yang menjilat bokong “Mulyono.” Kalau mau jujur, Pak Yos telah melukis sesuai tema. Minpang akan menjelaskannya di bawah ini.
Genre berbagai lukisan Pak Yos ini adalah genre realisme simbolis. Menurut media Suara, realisme simbolis adalah sebuah genre yang berupaya buat mendeskripsikan realitas dengan lambang-lambang supaya lebih menghujam persepsi.
Simbolisme dalam Lukisan-Lukisan Pak Yos
Menurut Pak Yos, makna lukisan yang pertama adalah metafora bahwa golongan atas yang dilambangkan berdasi itu lebih banyak meraup manfaat yang dibuat oleh petani. Ini tetap masuk tema. Karena gimana pangan kita bisa berdaulat kalau petani tenaganya terus diperas, lahannya semakin menyusut karena penggusuran, dan pendapatannya semakin sedikit karena adanya tengkulak, pemodal besar, dan pejabat korup yang menguasai pasar?
Sementara itu menurut Pak Yos, lukisan yang kedua tentang orang-orang yang menjilat bokong “Mulyono” adalah metafora tentang budaya ABS (Asal Bapak Senang). Budaya ini melanggengkan dan mewajarkan praktek-praktek penyalahgunaan kekuasaan hanya karena adanya sosok lelaki yang dituakan dan punya jabatan. Bagaimana hal ini berkorelasi dengan kedaulatan pangan? Kalau ada seorang pemimpin yang mau memberikan izin bisnis pada pengusaha padahal diketahuinya itu merusak lahan tani dan kebun, tapi iya orang-orang disekelilingnya tetap diam, atau bahkan mendukung dengan cara mencari-cari pembenaran akan hal tersebut supaya dikira hormat pada orang yang punya jabatan, maka ini membuat kondisi pangan kita semakin jelek karena ada penghidupan dan lahan petani yang dikorbankan.
Seni Bukan Hanya Keindahan
Ada sekelompok buzzer bayaran yang doyan nongkrong di media sosial X, yang mempermasalahkan lukisan-lukisan Pak Yos. Yang disayangkan dari para buzzer, mereka menganggap kalo seni itu nggak usah dikaitkan sama politik.
Banyak nih komentar di lini masa X bilang kalo seni mah seni aja buat dinikmatin, kalo ada unsur politiknya jadi nggak asik. Yehh, justru ini cara pandang yang sempit! Faktanya seni seringkali (kalau bukan selalu) dijadikan media untuk menyampaikan isu sosial politik. Seni berusaha menempatkan dirinya di tengah masyarakat untuk menyampaikan apa yang tidak beres dengan negara dan secara implisit atau eksplisit mengajak penikmatnya untuk bergerak.
Keindahan ada untuk menarik perhatian, dan setelah itu khalayak diajak untuk berpikir dan merenung. Keindahan adalah salah satu unsur seni, bukan unsur tunggalnya. Contoh dari karya seni perlawanan adalah gambar bikinan Banksy di tembok yang anti imperialisme dan anti kapitalisme. Dalam hal bentuk, suasana, dan variasi warnanya yang menarik, orang-orang akhirnya jadi mau mendalami pesan sosial dan politik yang ia bawa.
Jadi seni nggak bermakna keindahan aja, tapi sebuah ajakan pembangkangan.
Pembredelan Seni dan Cita-Cita Reformasi
Pembredelan ini tentu merupakan pelanggaran kebebasan berekspresi. Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 telah mengatur bahwa semua orang memiliki hak untuk menyatakan pendapat, yang mana, termasuk lewat media lukisan yang ada di sebuah pameran. Pasal tersebut adalah hasil amandemen kedua UUD 1945 pasca reformasi: berisi cita-cita reformasi.
Dengan melakukan pembredelan, maka negara kita sama saja mundur lebih dari dua dekade, untuk balik lagi ke orde baru yang vibe-nya otoriter. Ini berbahaya! Dengan dikekangnya kebebasan berekspresi, maka mekanisme pengawasan kepada pemerintah melemah. Artinya golongan penguasa bisa makin seenaknya berbuat apa yang mereka mau. Ini tentu membuat negara yang kita cintai bisa berubah jadi negara gagal. Kan sayang tuh kalo kamu lagi ngumpulin duit buat nikah, tapi beberapa tahun kemudian, negara kita udah chaos. Uangnya udah kumpul, tapi nikahnya nggak jadi. Semoga sih nggak.
Terus yang nggak kalah penting untuk diingat: pengekangan kebebasan berekspresi menghambat kemajuan pemikiran. Gimana pikiran mau maju kalo nggak ada dialog bahkan debat untuk menguji validitas berbagai sudut pandang?
Jadi iya imbasnya adalah pelanggengan akan kebodohan.
Tujuan dari pembredelan ini adalah menimbulkan rasa takut seniman. Cara melawannya adalah melawan rasa takut itu sendiri.