Saat kecil dulu, orang akan tersenyum ketika kamu memberitahu mereka tentang impianmu, bahkan yang paling nggak masuk akal sekalipun. Entah itu ingin membelah bulan atau menguras Samudera Pasifik lalu menjadikan Palung Mariana sebagai tempat mengubur bangkai ayam warna-warni kesayanganmu misalnya, orang lain nggak akan mempermasalahkannya. Tapi seiring bertambahnya usia, entah kenapa pemakluman orang lain mulai menipis, bahkan sering kali musnah tak bersisa sama sekali.
Awalnya, saya fikir perubahan pemakluman orang lain terhadap impian atau keinginan seseorang itu mutlak ditentukan oleh pertambahan umur. Pokoknya hanya anak kecil saja yang boleh punya impian neko-neko. Untuk orang dewasa, siapapun orangnya, dilarang punya impian atau keinginan aneh-aneh. Titik. Tak boleh ada kompromi atau pengecualian.
Tapi belakangan, saya menyadari pelarangan punya impian ini nggak berlaku untuk semua orang dewasa. Ada beberapa golongan yang tetap diperbolehkan punya impian dan keinginan, se ndakik-ndakik apapun impian atau keinginan itu. Mereka yang punya wajah menarik alias good looking adalah satu diantaranya
Good Looking adalah Koentji
Meskipun punya keinginan atau impian super aneh, orang akan tetap memaklumi bahkan mendukung manusia-manusia yang sedap dipandang ini. Seandainya Pevita Pearce atau Ariel Tatum membuat cuitan di Twitter, eh X, ingin menikah dengan salah satu member BTS. Saya yakin banyak orang akan mendukung dan dengan sukarela menyampaikan hal itu kepada sang idol lewat berbagai cara. Pun ketika ada yang keberatan dengan keinginan manusia-manusia yang sedap dipandang ini, protes mereka paling hanya mentok pada “Jangan rebut suamiku!”.
Tapi coba bandingkan jika keinginan itu berasal dari orang yang punya wajah biasa saja atau bahkan yang di bawah standar absurd yang entah diciptakan oleh siapa!
Saat seorang laki-laki yang nyaman dan bangga berpenampilan jamet membuat status ingin menikahi perempuan dengan kriteria tertentu, misalnya. Jumlah orang yang melempar komentar-komentar nylekit pasti lebih banyak, dibanding orang yang mendoakan supaya keinginannya bisa terwujud. Bahkan kemudian, sudah hampir bisa dipastikan postingan si laki-laki itu akan di-screenshoot dan berakhir wara-wiri di berbagai grup memes atau shitposting. Orang yang menonton postingan itu pun akan berlomba-lomba mencari hal terburuk di dunia untuk dijadikan olok-olok.
Tentunya bukan hanya kaum lelaki yang punya peluang untuk menjadi korban dari standar yang diciptakan -entah oleh siapa ini. Kaum perempuan juga nyatanya tak bisa lepas dari perlakuan yang sama. Salah satu contohnya terjadi baru-baru ini dan cukup ramai di jagad X alias Twitter.
Sebuah akun mengunggah video tentang seorang perempuan yang sedang diwawancara. Dalam wawancara tersebut, si perempuan yang punya perawakan gemuk menjawab kalau dia punya keinginan lelaki yang menikahinya kelak harus punya tabungan setidaknya 1 Milyar.
Tentu saja sama seperti keinginan yang disampaikan oleh orang-orang yang ‘tidak memenuhi standar umum’ lainnya, keinginan si wanita mendapat respons yang sangat nylekit. Ada yang membandingkan uang 1 Milyar itu lebih baik digunakan untuk membeli sapi dibanding menikahi si wanita, ada pula yang mengatakan kalau mobil truck seharga itu jauh lebih berharga dibanding si wanita. Itu baru di Twitter saja. Ada lebih banyak komentar yang lebih kejam di TikTok, platform pertama tempat video itu diunggah.
Sebenarnya ada beberapa komentar yang mendukung keinginan si wanita itu. Tapi tentunya jumlahnya nggak sebanding dengan komentar-komentar yang mengolok-olok. Bahkan tak sedikit juga komentar-komentar mendukung itu dibalas dengan komentar yang sadis.
Dunia Memang Tidak Adil dan Orang Jelek Harus Menerimanya
Saya pernah membaca standar kecantikan atau ketampanan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain sebenarnya nggak selalu sama. Di Myanmar misalnya, seorang perempuan akan dianggap cantik jika punya leher super jenjang. Di belahan dunia lain, tradisi Suku Mursi di Ethiopia menganggap wanita yang cantik adalah mereka yang punya bibir lebar, dan masih banyak daerah lain termasuk di Indonesia yang punya standar kecantikan atau ketampanannya sendiri.
Sejujurnya saya kurang tahu apa yang akan terjadi pada manusia-manusia yang tidak memenuhi standar kecantikan atau ketampanan suatu kaum di belahan dunia lain. Tapi untuk kasus di Indonesia, orang-orang yang dianggap jelek alias tidak sesuai dengan standar kecantikan dan ketampanan yang ada, sudah hampir bisa dipastikan akan menerima berbagai macam olokan atas perilakunya, meskipun perilaku itu tidak merugikan siapapun.
Bahkan jika orang yang dianggap tidak memenuhi standar kecantikan dan ketampanan itu punya prestasi atau karya yang spektakuler. Sekali saja dia berbuat kesalahan, sekecil apapun kesalahannya, orang-orang akan melupakan seluruh karya dan prestasi yang pernah ditorehkan. Olok-olok akan datang silih berganti, tidak peduli sebanyak apapun orang itu menyuarakan protes. (Tapi biasanya olok-olok tidak akan sedahsyat itu, jika yang bersangkutan punya harta yang berlimpah sih)
Berbanding terbalik dengan mereka yang punya wajah sedap dipandang. Seberat apapun kesalahan yang telah dibuat, bahkan menghilangkan nyawa orang lain sekalipun, orang-orang akan berusaha mencari celah untuk dapat memberikan apresiasi positif. Apalagi jika yang bersangkutan punya harta yang melimpah. Akan ada banyak orang berbaik hati yang siap sedia pasang badan untuk membela. (Ya meskipun tidak semua benar-benar tulus)
Dunia memang tidak adil dan sebrengsek itu kepada orang jelek. Tapi saya kira, sebagai orang yang juga jelek dan tak memenuhi kriteria untuk disebut cantik atau menarik, kita harus berlapang dada menerimanya. Mari berhenti protes dan kumpulkan sumber daya untuk menjadikan diri lebih cantik atau tampan mulai sekarang! Karena bagaimanapun juga dunia tak pernah punya tempat untuk orang jelek, apa lagi yang banyak protes. Lebih baik kumpulkan banyak sumber daya lalu cari cara tercanggih untuk tampil cantik dan menarik agar pendapat dan pemikiranmu didengar dunia, sesampah apapun pendapat dan pemikiran itu.