Cuma Oco Islahuzzaman yang punya minat serius untuk menyalin-tempel kemudian menghafal “fakta” unik yang, kalau diperhatikan dan (jika Anda punya banyak waktu luang) dipraktekkan, jadi lumayan lucu juga.
Ia menyalinnya dari Twitter dan Quora. Ia sering melontar beberapa darinya di tongkrongan kami dan membuat kami melakukan hal-hal bodoh, kuno, dan kekanak-kanakan. Seperti berusaha menjulurkan lidah demi menjilat siku sendiri.
Usia rata-rata kami 25 tahun ke atas, tapi otak kami sudah berhenti tumbuh sejak enam tahun yang lalu.
Kita tak bisa menelan dua kali ludah sendiri dalam jeda sekejapan mata. Kita tidak tahu bagian depan atau belakang burger sebelum kita menggigitnya. Tidur itu sama dengan ngedipin mata tapi dalam waktu panjang. Napas kita bisa diatur menjadi mode manual dan autopilot. Tidak ada pengaturan volume untuk suara hati.
(Sudahkah dahi Anda memerah oleh tepukan sendiri? Mari kita coba dengan “fakta” lain yang diajukan dalam bentuk pertanyaan.)
Kalau kita mukul diri sendiri dan merasa kesakitan, itu pertanda kita kuat atau lemah? Kalau kita bikin benda yang super besar dan berat, apakah bumi bertambah berat? Kalau sabunmu jatuh ke kloset, apakah sabun itu menjadi kotor atau toilet itu menjadi bersih?
(Baik, cukup sudah. Saya tak tahan lagi.)
**
Tapi ada hal lain yang ia bawa kali ini. Cerita tentang orang yang berkali-kali dikabarkan wafat padahal tidak.
Ia seorang dokter umum yang berpraktek di Pasawahan. Namanya dr. Heru. Usianya 85 tahun.
Terkenal dengan kemurahan hatinya, ia tak pernah meminta sepeser pun pada pasien-pasiennya. Sebagai gantinya, banyak orang yang datang berobat atau sekadar periksa membawakannya buah dan kue kaleng. Tak jarang hadiah yang diterima ia berikan lagi pada pasien yang tampak lebih membutuhkan.
Meski begitu, ia adalah orang yang paling sering dikabarkan meninggal dunia, sekaligus bikin kecele warga Purwakarta.
Suatu kali ia dikabarkan meninggal sebab gagal jantung, tahunya ia masih sehat.
Ia pernah dikabarkan meninggal karena gagal jantung. Ramai-ramai orang pada bikin poster dan menyebar di banyak grup WA. Orang pada mencatat kenangan mereka mengantar sanak famili atau bahkan dirinya sendiri berobat di kliniknya. Eh tahunya yang meninggal bukanlah dirinya, tapi salah satu asisten rumah tangganya. Orang-orang merasa lega, dengan cara yang aneh.
Kali lain ia dikabarkan tersengat listrik, di gardu listrik depan rumahnya. Ia 85 tahun, ia kesetrum di ketinggian 10 kaki. Ia, aduh, bagaimana ia bisa sampai kesetrum di situ?
Tapi orang masih mendapati kliniknya buka, dan ia masih menggratiskan resep obat dan biaya periksanya.
Ia pernah dikabarkan mati tersabet ekor ikan pari. Lagi, ia 85 tahun, gerangan siapa yang memulai semua perkara yang sebab akibatnya sulit dibayangkan ini?
Klinik itu masih buka. Cuma gagang pintunya saja yang telah diganti.
Ia sempat dikabarkan meninggal karena tenggelam saat berwisata bareng keluarganya di Jatiluhur. Memanglah hari itu ada perahu wisata yang tenggelam, tapi dr. Heru sehat walafiat.
Ia pernah dikabarkan jatuh dari delman kuda di Situ Buleud, dan lagi-lagi kabar itu tidak terbukti benar.
Oh satu lagi, dia juga pernah membuat tim SAR menyisir dua puluh hektar tanah miliknya, cuma untuk mencarinya. Ia ternyata lupa jalan kembali ke rumahnya sendiri. Kali ini bukan cuma karena mata tuanya, tapi karena luas tanahnyalah yang hampir menelan tubuhnya.
“Kau tahu, lur,” katanya padaku, “kota ini sudah tidak punya cinta lagi untukku.”
Saat kutanya balik apa alasannya bilang begitu, ia bilang, cucu dr. Heru, Vikria Hilma, baru saja memacak foto prewedding-nya dua jam yang lalu.
Sebenarnyalah ia dan gadis itu tak dekat-dekat amat, mereka hanya kawan sekomunitas, tapi tahu apa saya soal hati orang.
“Jadi, Lur,” tanya saya, “Sia mau balik lagi ke Cikampek?”
“Urang punya tebakan. Kalau belut listrik kesetrum, dia bakal mati, atau malah tambah jago?”
“Lur, sia pergi ke Cikampek ajalah sekarang! Purwakarta memang sudah dari dulunya tak punya cinta buat orang sepertimu.”