Sebagai blog keroyokan yang serba tanggung, tapi sudah bertahan lebih dari 5 tahun, rasanya kami juga berhak deh bikin semacam catatan akhir tahun dari masing-masing kru yang selama ini telah menjadi tulang punggung operasional Nyimpang sejauh ini.
Gas!
Arkhan, Menteri Penerangan
Di penghujung 2024, refleksi itu penting. Kami ingin melihat kembali tantangan yang datang dan pelajaran yang bisa kami petik. Harapannya, ini membuat kami lebih baik sebagai media lokal. Kalau tidak, ya tinggal bikin resolusi lagi!
Jujur, 2024 adalah tahun berat. Kami harus mengangkat isu lokal seperti pilkada hingga isu nasional seperti rencana PPN 12% dan ekspor pasir laut. Tantangan utamanya adalah menyajikan tulisan dengan riset yang serius dan tetap berpihak pada yang tertindas—tanpa menyudutkan korban atau membenarkan pelaku. Kami ingin mendorong pembaca lebih peka.
Tantangan lain adalah menyampaikan isu kompleks dengan bahasa sederhana agar mudah dipahami. Karena komunikasi lewat tulisan adalah soal saling mengerti, bukan soal gaya bahasa yang over-the-top.
Resolusi saya untuk 2025 sederhana: lebih peka terhadap isu lokal maupun nasional, serta hadir untuk mereka yang terpinggirkan. Kami ingin membantu mereka pulih, merasa punya teman, dan mendapat ruang untuk bersuara.
Arini, Menteri Marah-marah
Sebagai Menteri Marah-Marah Nyimpang, saya lebih sibuk dengan proyek di luar. Kulit saya sekarang lebih sering kena matahari, dan saya jadi teteh-teteh gaptek yang malas belajar naik KRL atau MRT. Kalau pakai mobil, malah nyasar 4 jam.
Di Kalimantan, saya lihat buaya santai lewat, tapi untung belum ketemu kuyang. Rasanya 2025 saya malah jadi pramugari karena lebih sering duduk di pesawat daripada di depan laptop.
Saya tidak seperti Imam Besar yang enggan menyalahkan negara. Pajak 12%? Bukan salah saya. ISBN telat 2 bulan? Salah Perpusnas. Harapan saya untuk 2025 sederhana: bisa main dan gabut bareng teman, dan semoga rumah saya selesai sebelum bulan Syawal.
Fadeel, Menteri Visual Keren
Nyimpang mungkin menyimpang, tapi tidak bagi penganutnya. Di mata mereka, Nyimpang adalah jalan yang benar.
Ini adalah cerita tentang anak-anak muda yang mukanya sudah menua, melawan tekanan semesta. Tentang seniman pelosok yang berjuang agar tidak makin tenggelam. Tentang idealisme yang berdansa dengan realita.
2025, kami siap melangkah—dengan usia, kerja keras, dan harapan.
Ahmad Farid, Imam Besar
Sebagai Imam Besar Nyimpang, saya ingin merefleksikan beberapa hal soal Nyimpang kepada jamaah penulis dan pembaca, alias Para Penyimpang. Singkat saja.
Sejauh ini banyak program dan resolusi kami yang gagal, tapi jelas itu bukan salah negara. Kami sudah cukup dewasa untuk memahami keterbatasan dalam mengasuh media yang ambisinya jauh lebih besar dari modalnya. Namun, harapan adalah sesuatu yang terus kami beli dengan modal seadanya. Harapan bahwa setiap tahun berganti, kami bisa hidup setahun lebih lama—berulang-ulang. Kalau bisa 1000 kali.
Sebagai pengingat kami akan tekankan komitmen dan bulatkan tiga nilai utama kami soal Nyimpang:
- Ruang Aman: Komunitas kami menjunjung prinsip anti kekerasan seksual. Sudah itu saja. Definisinya tidak perlu dilebarkan.
- Inklusif: Kami membuka ruang diskusi bebas bagi berbagai budaya, komunitas, pandangan politik, agama, dan spektrum orientasi seksual. Jangan kaget kalau ada tulisan tentang pentingnya negara Islam atau comune anarkis. Santai sajalah.
- Swadaya: Nyimpang berdiri independen, tanpa afiliasi khusus dengan pemerintah, korporasi, atau individu yang bertentangan dengan prinsip kami. Operasional kami didukung tenaga dan dana kolektif kru serta member.
Akhirnya, setelah 5 tahun, sejak 2018 silam kami masih bertahan. Kami bisa saja tumbang tahun-tahun lalu, tapi nampaknya kami mau hidup 1000 tahun lagi! Jadi, mari bersulang untuk 2025 yang akan datang!