Profil Singkat
Rudy Aliruda, lahir di Purwakarta pada 23 Juni 1982, adalah seorang pegiat sastra. Ketertarikannya pada sastra bermula sejak masa kecil berkat kebiasaan membaca buku dan majalah yang diberikan oleh ibunya. Perjalanan sastranya yang lebih mendalam dimulai sejak kuliah di UPI Bandung, di mana ia aktif belajar sastra dan sempat menjadi ketua ASAS (Arena Studi Apresiasi Sastra).
Karya-karyanya pertama kali dimuat di Harian Galamedia, Harian Pikiran Rakyat, majalah Sabili, dan yang lainnya sampai pada puncaknya, yakni majalah Horison pada awal tahun 2000-an. Ia senang menulis puisi karena dapat mengekspresikan rasa dan pikirannya dengan mendalam. Selain menulis puisi, Kang Rudy juga menikmati musik, seni rupa, dan film, serta kerap memadukan seni musikalisasi puisi dalam karyanya.
Pada 2007, Kang Rudy mendirikan Sanggar Sastra Purwakarta: sebuah wadah untuk mendukung anak muda dan masyarakat umum yang berminat pada sastra. Ia berharap Sanggar Sastra Purwakarta ini dapat terus berkembang sebagai ruang kreativitas sastra di Purwakarta. Dengan visi menjaga sastra tetap hidup, Kang Rudy telah menjadikan Sanggar Sastra Purwakarta sebagai jembatan untuk memperkenalkan dan melestarikan karya sastra kepada audience yang lebih luas. Mari simak wawancara Nyimpang dengan Rudy Aliruda di bawah ini.
Boleh cerita sedikit latar belakang Kang Rudy?
Saya lahir di Purwakarta pada 23 Juni 1982.
Apa yang pertama kali membuat Kang Rudy tertarik dengan sastra?
Ketertarikan saya terhadap sastra bermula saat saya masih SD. Ibu sering membawakan berbagai macam buku dan majalah untuk saya baca. Dari situ, minat saya untuk menulis mulai tumbuh. Saya juga mulai memahami bahwa ada berbagai genre tulisan, seperti puisi, cerpen, dan novel.
Saat di SMP Negeri 1 Purwakarta, saya mulai mengenal mading (majalah dinding), yang menjadi wadah siswa untuk membagikan karya mereka.
Ketika di SMU Negeri 1 Purwakarta, saya masih dengan minat yang sama.
Lalu saat kuliah saya masuk organisasi ASAS (Arena Studi Apresiasi Sastra) di mana saya banyak berkembang dari aktivitas belajar bersama dan sempat menjadi ketua di situ. Kegiatan organisasi di ASAS mempengaruhi kemampuan saya khususnya dalam menulis puisi.
Karya-karya saya pertama kali dimuat di Harian Galamedia, Harian Pikiran Rakyat, majalah Sabili, dan media cetak lainnya, sampai paling prestisius itu majalah Horison di rentang awal tahun 2000-an.
Sejak kapan Kang Rudy aktif di dunia sastra?
Saya mulai serius aktif di dunia sastra saat kuliah di jurusan S1 Pendidikan dan Sastra Indonesia di UPI Bandung pada 2000-an. Di sana, saya bertemu teman-teman dan senior yang satu frekuensi. Kami sering berdiskusi dan saling mengkritik karya masing-masing, yang membantu kami memperbaiki karya.
Saya juga sempat mengikuti acara-acara sastra, seperti Temu Penyair, yang memperluas relasi dan wawasan saya. Bahkan, alhamdulilah, saya pernah menghadiri acara sastra di Malaysia yang diselenggarakan oleh organisasi dari Indonesia dan Malaysia.
Selain menulis, apa hobi Kang Rudy?
Saya suka musik, film, dan seni rupa. Dalam bermusik, saya sering membuat musikalisasi puisi, baik dari puisi sendiri maupun karya penyair lain, dengan aransemen racikan saya.
Minat saya pada seni dipengaruhi oleh ayah, yang merupakan kolektor kaset musik dan memiliki proyektor. Kami sering menonton film bersama, baik lokal maupun internasional. Hal ini memperkaya wawasan saya terhadap seni modern dan tradisional.
Adakah tokoh-tokoh sastra yang menjadi inspirasi besar untuk Kang Rudy?
Banyak tokoh yang menginspirasi saya. Namun, yang paling berpengaruh adalah Kang Acep Zamzam Noor, Afrizal Malna, Moh. Wan Anwar, Lukman Asya, Ahmad Syubbanuddin Alwy, Soni Farid Maulana, Ahmad Edward Maulana (adik tingkat saya), dan Aan Mansyur. Aan, misalnya, memiliki kemampuan luar biasa dalam mengolah hal-hal sederhana menjadi puisi yang memikat.
Karya sastra apa saja yang paling berkesan untuk Kang Rudy?
Novel Atheis karya Achdiat K. Mihardja sangat berkesan bagi saya, diikuti antologi cerpen Seno Gumira Ajidarma. Puisi-puisi terjemahan Kahlil Gibran juga pernah populer di zaman saya dan sangat menginspirasi.
Apa yang paling menyenangkan dari berkarya di sastra?
Hal paling menyenangkan adalah ketika karya selesai dan bisa dibaca orang lain. Awalnya, saya mendefinisikan menulis sebagai bentuk kejujuran: menyampaikan apa yang dirasakan dan dipikirkan. Namun, seiring waktu, saya menyadari bahwa menulis puisi juga memerlukan perhatian terhadap kaidahnya agar pesan tersampaikan secara efektif kepada pembaca.
Menurut Kang Rudy, apa tantangan terbesar menjadi penulis sastra lokal di Purwakarta?
Tantangan terbesar adalah menemukan kawan untuk berdiskusi dan mengkritisi karya. Sanggar Sastra Purwakarta hadir sebagai wadah bagi pegiat sastra, baik untuk pembinaan, diskusi, maupun pelatihan. Kami berharap sanggar ini bisa melahirkan talenta lokal yang mampu bersaing di level nasional.
Lebih suka menulis puisi, cerpen, atau yang lain? Mengapa?
Saya lebih suka menulis puisi karena bisa lebih mengekspresikan apa yang saya rasakan dan pikirkan.
Apa pesan atau tips untuk anak muda yang tertarik untuk menulis?
Tulis saja dulu. Namun, jika ingin serius, tentukan apa yang ingin ditulis, perbanyak bacaan, dan diskusi. Hal-hal ini akan memperjelas tujuan, memperkaya referensi, dan mematangkan tulisan.
Kapan Sanggar Sastra Purwakarta didirikan?
Sanggar Sastra Purwakarta itu sudah ada sejak tahun 2007 yang memiliki tujuan untuk membuat orang-orang aktif di dunia sastra mulai dari teater, berpuisi, dan lain-lain. Tapi mulai terprogramnya sendiri itu sejak tahun 2010 ketika saya menjadi guru di SMA Al-Muhajirin yang membuat ekskul Sastra dan Teater.
Apa motivasi awal pembentukan Sanggar Sastra Purwakarta?
Sederhana. Saya pulang ke Purwakarta dan ternyata saya tidak menemukan ruang sastra. Lalu saya membuat Sanggar Sastra Purwakarta untuk berkembang dan berbagi dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama pada sastra.
Kegiatan apa saja yang biasa diadakan di sanggar?
Kegiatan yang biasa digelar itu melakukan pembinaan dan pelatihan kepada siswa dan warga serta kolaborasi dengan organisasi-organisasi guru. Kami juga mengadakan bengkel sastra, kelas puisi, dan pelatihan.
Di mana saja kegiatan selalu diadakan?
Awalnya, kami aktif di SMA Al-Muhajirin, tetapi kini kami juga mengadakan kegiatan di radio Pro-FM dan acara dinas kepemudaan.
Siapa saja yang bisa bergabung?
Yang bisa gabung Sanggar Sastra Purwakarta itu beragam. Jadi nggak cuma anak muda saja. Siapa pun yang tertarik, iya silahkan bergabung. Tidak ada syarat tertentu dalam hal usia. Malah seringkali juga nih, orang-orang yang terlibat aktif di dalam kegiatan sanggar itu bapak-bapak dan ibu-ibu. Senang juga gitu menyadari ternyata ada orang yang memiliki ketertarikan di dunia sastra yang berasal dari kalangan awam.
Apakah ada program khusus untuk anak-anak atau pelajar?
Belum ada program spesifik, tetapi kami memiliki acara tentatif seperti Riak Sajak.
Apa pencapaian paling membanggakan sanggar?
Pencapaian terbaik Sanggar Sastra Purwakarta itu Riak Sajak: ini yang paling masterpiece. Saya melihat Riak Sajak sebagai inisiator untuk mengajak warga Purwakarta untuk tertarik dunia sastra utamanya puisi yang bisa tersalurkan lewat berbagai antologi puisi.
Apa saja kegiatan rutin sanggar?
Kalau event tahunan sendiri sifatnya random sih, seperti lomba baca puisi. Kami juga ada tur sastra ke sekolah-sekolah, dan wisata sastra di Situ Buleud untuk memperkenalkan sastra ke publik di acara car free day tiap hari Minggu pagi. Kami berusaha untuk menyajikan sastra dengan cara yang ringan agar bisa dipahami dan diterima oleh masyarakat.
Bagaimana cara bergabung ke sanggar?
Cara gabung ke Sanggar Sastra Purwakarta itu sederhana: ikut, gabung, masuk, ketemuan, diskusi, dan mulai. Berawal dari perkawanan aja.
Apa harapan paling besar Kang Rudy untuk masa depan Sanggar Sastra Purwakarta?
Harapan paling besar saya itu semoga kelak Sanggar Sastra Purwakarta tetap hadir dan berkegiatan saat energi saya sudah habis atau ketika saya sudah tidak ada. Kalau dipikir-pikir lagi, Sanggar Sastra Purwakarta ini sudah berkembang sedemikian rupa, hingga kini organisasi ini resmi berbentuk yayasan yang disahkan melalui akta notaris. Selama saya masih hidup, saya berusaha berkomitmen untuk menyediakan ruang bagi para pegiat sastra di Purwakarta melalui Sanggar Sastra Purwakarta.