Akhir-akhir ini Indonesia melakukan percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) sebagai sarana transportasi terbarukan. Namun, ada satu pertanyaan yang agak ngganjel saya,
Katanya sih mobil listrik ramah lingkungan dibandingkan dengan mobil konvensional. Emang iya, ya?
Jika dilihat secara tak menyeluruh memang lebih ramah lingkungan. Tapi, jika dilihat secara keseluruhan kayanya gak seramah yang dibayangkan. Fyi, berikut beberapa kekurangan mobil listrik.
- Isu Lingkungan
Bahan baku mobil listrik adalah baterai lithium yang berasal dari nikel, which is produk pertambangan. Sangat sulit rasanya memisahkan antara industri pertambangan dan kerusakan lingkungan, kan?
Terjadinya ekploitasi masif lithium dan nikel dalam pembuatan baterai maupun mobil listrik akan meningkatkan konsumsi energi dan air bersih yang sangat besar. Tentu akan membawa dampak buruk bagi ekosistem karena limbah berbahaya ke lingkungan.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Seandainya nih, nanti ke depannya menjadi pusat produksi nikel terbesar, tapi pengelolannya masih jelek gimana?:(
Padahal sudah sebaiknya pengelolaan sumber daya alam harus berbanding lurus dengan dampaknya terhadap lingkungan. Karena setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, seperti yang dikatakan dalam pasal UUD 1945. Selain itu, kekhawatiran terhadap lingkungan yang semakin tercemar dengan adanya produksi baterai maupun mobil listrik.
- Harga Baterai
Secara logika sederhana. Bahan bakar minyak (BBM) dibeli dengan harga Rp10k/liter. Sekarang katakanlah dalam 1 hari kebutuhan BBM kita Rp30k. Nah, kita coba kalkulasikan;
1 bulan 30k x 30 hari = Rp900.000
1 tahun 30k x 365 hari = Rp10.950.000
10 tahun 30k x 3650 hari = Rp109.500.000
10 tahun ngisi BBM kita mengeluarkan biaya seratusan juta. Selanjutnya, harga mobil istrik BMW i3 di Indonesia itu mencapai 1,3M di luar surat-surat dan pajak. Harga baterainya 50% dari harga mobil, artinya Rp650.000.000
Sampai sini aja, udah lebih mahal dari 50 tahun kita ngisi bensin. Hiks. Untuk endurance-nya sendiri, katanya sih bisa bertahan sekitar 10-15 tahun.
Pertanyaannya apakah masyarakat kita lebih kompeten melakukan pengeluaran kecil setiap hari ataukah melakukan pengeluaran besar sekaligus?
- Durasi Charging Baterai
Selain harga mobil dan baterai listrik yang mahal, waktu pengecasan juga memakan waktu yang lama. Bisa dibayangkan jika sedang mengantarkan istri yang mau lahiran, tiba-tiba mobil listrik kehabisan baterai sudah dapat dipastikan istri kita akan melahirkan di tempat guys.
Singkatnya, itulah beberapa kekurangan mobil listrik versi saya. Selain itu mobil listrik bukanlah nol emisi, karena terus melepaskan emisi CO2 saat digunakan dan proses pembelian listrik membutuhkan bahan bakar fosil dalam jumlah besar. Proses penambangan batu bara padat energi dan menimbulkan polusi. Solusi penggunaan baterai yang biasa ditawarkan masih membutuhkan proses yang panjang, mekanisme daur ulang yang rumit, dan mahal. Oleh karena itu, pengembangan dan desain kendaraan listrik yang berkelanjutan diperlukan agar dapat menjadi solusi lengkap untuk emisi karbon.